Oleh: Erhan Parasu, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adagium adalah pepatah atau peribahasa dan umumnya berbahasa Latin dan Bahasa Inggris.  Adagium adalah kata yang memiliki arti. Adagium sering  digunakan dan menjadi salah satu acuan dalam membuat peraturan. Adagium merupakan peribahasa dalam hukum yang biasanya ditemukan dalam teori hukum maupun ketika sedang berbicara hukum. Dapat disimpulkan bahwa Adagium adalah sinonim dari ungkapan, pernyataan dan peribahasa.

Berikut adalah adagium/asas hukum yang umumnya sering kita dengar terkait dengan peraturan-peraturan pajak, antara lain:

Lex Specialis Derogate Lex Generalis 

Adalah adagium/asas yang berarti hukum/peraturan yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis).

Ini adalah adagium yang paling sering kita dengar dalam peraturan pajak, ketika ada suatu peraturan khusus tentang suatu hal maka peraturan itu lebih didahulukan atas peraturan yang lebih umum.

Contoh:

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak merupakan lex specialis dari UU Perpajakan. UU Pengampunan Pajak sering juga di istilahkan dengan Tax Amnesty.
  2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa merupakan lex specialis dari  Pasal 18  Penagihan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ultimum Remedium

Adalah adagium yang menyatakan apabila suatu perkara dapat ditempuh melalui jalur lain seperti hukum perdata ataupun hukum administrasi, maka hendaklah jalur tersebut ditempuh sebelum menerapkan hukum pidana. Jadi dapat dikatakan bahwa hukum pidana hendaknya dijadikan sebagai upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.

Contoh:

Dalam UU KUP jo. UU HPP, Pasal 8 ayat (3) mengatur bahwa wajib pajak memiliki hak untuk dapat menghentikan keberlanjutan proses pemeriksaan menjadi tahap penyidikan setelah wajib pajak mengakui kesalahan yang diperbuat dan melunasi kekurangan pajak sesuai denda administrasinya.

Selain itu, Pasal 8 ayat (4) juga mengatur bahwa meskipun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat bahwa Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, maka dengan kesadarannya sendiri, wajib pajak dapat mengungkapkan ketidakbenaran pengisian dalam Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebelumnya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Maka berdasarkan asas tersebut, wajib pajak telah diberikan upaya lain sebelum suatu perkara menjadi pidana. Pemberian sanksi pidana dapat dilakukan apabila sarana untuk penegakan hukum lainnya sudah tidak berfungsi.

Mutatis Mutandis

adalah asas  untuk menjalankan suatu hal  sesuai aturan, namun apabila ada urgensi maka terdapat kewenangan untuk melakukan perubahan prosedur.

Sebagai contoh, pada Pasal 32A ayat (4) UU KUP jo. UU HPP  dijelaskan, bahwa penetapan, penagihan, upaya hukum, dan pengenaan sanksi terhadap pihak lain berlaku dengan beberapa ketentuan.

Penetapan, penagihan, upaya hukum, dan pengenaan sanksi terhadap wajib pajak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan berlaku secara mutatis mutandis terhadap pihak lain,” seperti dikutip Pasal 32A ayat (4) huruf a.

Lex Posterior Derogate Priori

Adalah suatu adagium yang berarti Undang-Undang yang baru menghapus atau mengganti Undang-undang yang lama.

Contohnya adalah UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai yang menggantikan UU Nomor 13 Tahun 1985. Dengan demikian, UU Bea Meterai yang lama (UU 13/1985) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku/

Contoh terbaru lainnya adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020  tentang Cipta Kerja, diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022. Kemudian, Perppu 2/2022 ditetapkan dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan  Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Presumptio Iures de Iure

Adalah Adagium yang menyatakan bahwa semua orang dianggap tahu hukum. Dikenal juga sebagai asas fiksi hukum.

Asas fiksi hukum beranggapan bahwa ketika suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan, pada saat itu setiap orang dianggap tahu (presumption iures de iure). Ketentuan tersebut berlaku mengikat sehingga ketidaktahuan seseorang akan hukum tidak dapat membebaskan/memaafkannya dari tuntutan hukum (ignorantia jurist non excusat).

Keberadaan asas fiksi hukum, telah dinormakan di dalam penjelasan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan yakni "Dengan diundangkannya Peraturan Perundang-undangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, setiap orang dianggap telah mengetahuinya".

Nullum Delictum Noela Poena Sine Praevia Lege Poenali

Adalah adagium yang menyatakan suatu aturan hukum tidak bisa diterapkan terhadap suatu peristiwa yang timbul sebelum aturan hukum yang mengatur tentang peristiwa itu dibuat. Adagium ini sering disebut sebagai asas legalitas.

Sebagai contoh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto mengatur besaran pajak untuk setiap transaksi cryptocurrency (mata uang kripto). Tujuan dari terbitnya PMK tersebut adalah agar dapat mengatur suatu tatanan pajak  transaksi sehingga bisa menerapkan pajak atas transaksi crypto currency, karena sebelumnya atas transaksi tersebut belum diatur khusus. Atas penyerahan aset kripto yang merupakan komoditi  merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai.

Salus Populi Suprema Lex

Adalah adagium yang berarti kemakmuran dan kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi dalam suatu negara. Salus populi suprema lex esto berarti keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Acapkali kita sering mendengar pidato kenegaraan yang mengutip  adagium ini.

Umumnya adagium ini digunakan ketika Pemerintah akan mengeluarkan peraturan yang bersifat darurat karena kondisi yang tidak terduga seperti terjadinya bencana alam nasional, merebaknya wabah penyakit seperti  Covid-19 yang mengakibatkan banyak korban dari rakyat berjatuhan.

Biasanya dalam kondisi seperti itu diterbitkan Perppu. Perppu adalah peraturan perundang-undangan setingkat UU yang ditetapkan oleh Presiden dalam ikhwal kegentingan yang memaksa, tanpa perlu terlebih dahulu dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan mendapat persetujuan darinya. Barulah setelahnya, Perppu tersebut diundangan dengan UU bersama DPR. Contohnya itu tadi, Perppu 2/2022 yang diundangkan menjadi UU 6/2023 tentang Cipta Kerja, yang di dalamnya terdapat klaster Perpajakan.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.