Oleh: Komang Jnana Shindu Putra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Halo Kawan Pajak, apa saja nih resolusi kalian pada tahun baru 2024 kali ini? Dua belas megapixel? Eh, itu kan resolusi Kang Foto, ya. Lebih bahagia? Lebih lancar jodoh? Lebih sehat? Atau lebih kaya? Kita aminkan semuanya ya ... Amin ...

Tidak terasa kita sudah memasuki awal tahun 2024, ada banyak sekali kenangan dan juga pencapaian yang terjadi selama ini. Mungkin salah satu resolusi kamu adalah, yah itu tadi ... lebih kaya, alias tambah harta. Nah membahas harta ternyata ada kaitannya juga dengan perpajakan, lho. Omong-omong soal pajak, pada awal tahun ini terdapat kewajiban rutin yang harus dipenuhi oleh para penghasil cuan lho, yaitu melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

SPT Tahunan merupakansebuah surat yang digunakan para wajib pajak untuk melaporkan segala bentuk perhitungan dan pembayaran pajak, baik untuk objek pajak maupun bukan objek pajak, serta dapat digunakan juga untuk melaporkan harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Laporan SPT Tahunan dibuat setiap tahunnya untuk tahun pajak sebelumnya, jadi pada periode SPT Tahunan 2023 dilaporkan pada tahun ini 2024.

Nah, Kawan Pajak jangan sampai lupa loh bahwa terdapat batas akhir pelaporan SPT Tahunan bagi wajib pajak orang pribadi paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak atau pada akhir Maret dan bagi wajib pajak badan paling lama empat bulan setelah akhir tahun pajak atau pada akhir April, dengan asumsi pada umumnya bahwa tahun pajaknya menganut kalender Januari-Desember. Memang masih terdapat beberapa bulan lagi sebelum batas akhir, akan tetapi tidak ada salahnya jika kita mempersiapkan data-datanya dari sekarang. Salah satunya yang sangat penting tetapi kerap diabaikan adalah kolom pelaporan harta.

Pentingnya Laporkan Harta

Sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan ihwal ketentuan umum dan tata cara perpajakan, Indonesia menganut sistem perpajakan self assessment. Akibatnya dalam pelaporan SPT Tahunan ini wajib pajak diberikan kepercayaan penuh dalam melakukan kewajiban perpajakannya, mulai dari menghitung, membayar, dan melaporkan perpajakannya secara mandiri. Salah satu konsep menyebutkan bahwa pendapatan yang diterima (Y) sebagian digunakan untuk membeli barang-barang konsumsi (C) dan sebagian lagi ditabung (S) dan secara matematis ditulis dengan rumus Y = C + S.

Jika harta yang kita miliki atersebut tidak dilaporkan sepenuhnya dalam SPT Tahunan, maka dikhawatirkan akan menimbulkan masalah di kemudian hari apabila atas harta tersebut ditemukan oleh fiskus melalui mekanisme pemeriksaan maupun penggalian potensi pajak. Fiskus dapat melihat ketidakwajaran pengisian penghasilan apabila pada kolom harta yang diisi tidak sesuai dengan kenyataannya.

Sebagai ilustrasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendapatkan data transaksi jual beli tanah dari pihak ketiga, diketahui pada tahun 2023 Tuan A membeli sebidang tanah seharga Rp100.000.000. Oleh sebab itu, dalam laporan SPT Tahunan 2023 (yang dilaporkan nanti paling lambat 31 Maret 2024), tanah tersebut wajib dilaporkan dalam kolom harta senilai harga perolehannya. Perlu diketahui juga bahwa pencantuman harta tersebut tidak serta-merta dijadikan sebagai objek pajak, jadi tidak perlu risau jika mengisi kolom harta akan menambah jumlah pajak yang terutang.

Fiskus akan menggunakan data dari pihak ketiga tersebut untuk mencocokkan antara penghasilan dengan harta dan kewajiban. Apabila ditemukan ketidakwajaran terkait hal tersebut, fiskus dapat menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) dan wajib pajak harus memberikan klarifikasi atas keberadaan harta tersebut. Jika tidak bisa memberi penjelasan, harta tersebut dapat dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dijadikan sebagai objek pajak.

Oleh karena itu, atas kepercayaan yang telah diberikan untuk mengisi SPT Tahunan sendiri, sudah seharusnya kita mengisi setiap kolom termasuk melaporkan harta kita dengan jujur dan apa adanya untuk menghindari mendapatkan “surat cinta” dari DJP atas transaksi-transaksi yang diperoleh dari pihak ketiga di kemudian hari. Jadi, bagaimana, Kawan Pajak? Tidak perlu takut laporkan harta dalam SPT Tahunan, ya.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.