Esensi Layanan Panduan dan Fitur Kemudahan dalam Mengisi SPT

Oleh: Mura Novia Nur Annisaq, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Memang, pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh 1770 SS amatlah mudah dan sangat sederhana, sesuai namanya, yakni SS. Namun, tidak demikian bagi sebagian orang yang benar-benar awam dengan pajak. Sebut saja Sandi --bukan nama sebenarnya, juga bukan drummer Pas Band, dan jika ada kesamaan, itu hanya kebetulan belaka-- seorang wajib pajak yang awam dengan pajak. Ia datang ke salah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di bilangan Jakarta Utara untuk dipandu mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 SS (Senin, 30/10). Tahun lalu Sandi membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) karena disyaratkan oleh perusahaan tempat ia melamar pekerjaan. Ia tidak mengetahui kewajiban yang harus dilakukan setelah memiliki NPWP. Nah, setiap wajib pajak yang sudah terdaftar harus menyampaikan laporan SPT dengan benar, lengkap, dan jelas. Pada SPT wajib pajak melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban yang dimilikinya. Untuk wajib pajak orang pribadi, SPT Tahunan PPh harus disampaikan paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Bagian Tahun Pajak. Wajib Pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunannya akan menerima denda sebesar Rp100.000 melalui Surat Taguhan Pajak (STP) yang diterbitkan kemudian oleh KPP.
Indonesia menganut self assessment system, artinya, wajib pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang sesuai ketentuan yang berlaku. Namun, sebagai bagian dari tugas pelayanan, di setiap kantor pajak dibuka layanan helpdesk yang salah satu fungsinya adalah memandu wajib pajak yang mengalami kendala dalam pengisian SPT Tahunan.
Sandi adalah salah seorang wajib pajak yang memiliki penghasilan bruto sebagai karyawan sekitar Rp55 juta per tahun, dengan status perkawinan K/0 (kawin dan tidak ada tanggungan). Ia mengalami kendala dalam pengisian SPT Tahunan di laman DJP Online. Oppie, bukan Andaresta dan tentu saja bukan nama sebenarnya, petugas helpdesk yang piket saat itu memandu Sandi mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 SS. Jenis formulirnya sangat sederhana karena penghasilan bruto Sandi dari satu pemberi kerja dalam satu tahun di bawah Rp60.000.000. Sandi tidak familiar dengan istilah-istilah yang ada pada kolom-kolom pengisian SPT Tahunan seperti penghasilan netto, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), Penghasilan Kena Pajak, Pajak Penghasilan (PPh) yang telah dipotong oleh pihak lain, dan sebagainya. Oppie dengan telaten menjelaskan penghasilan netto adalah jumlah penghasilan seseorang setelah dikurangi dengan berbagai pengurangan seperti biaya jabatan, iuran kesehatan, iuran dana pensiun, iuran tabungan hari tua (THT), dan lainnya. Sedangkan PTKP adalah pengurang penghasilan yang diberikan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak, jadi dengan adanya PTKP tidak semua penghasilan yang diperoleh wajib pajak dikenakan pajak. Nah, dari penghasilan netto tadi dikurangi PTKP diperolehlah Penghasilan Kena Pajak (PKP). Untuk Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh pihak lain dalam kasus Sandi, Oppie memberi pemahaman bahwa pemberi kerja setiap bulan memotong PPh Pasal 21 dari penghasilan karyawan yang sudah di atas PTKP, dan menyetorkan ke negara.
Setelah menyimak dengan saksama penjelasan dan arahan Oppie dalam mengisi SPT pada fitur efiling, Sandi pun akhirnya paham cara pengisiannya. Ia mengaku fitur efiling sangat mudah untuk dipahami. Perlu ditekankan bahwa layanan di sini hanyalah sebatas panduan. Selebihnya, wajib pajak sendirilah yang mengisi SPT sesuai dengan kondisi sebenarnya, sesuai dengan prinsip self assesment itu tadi. Lagipula, petugas pajak memang tidak diperbolehkan mengisikan SPT wajib pajak.
"Kalau sudah paham begini, saya tidak takut salah isi, saya jadi bisa lapor pajak dari rumah, ga perlu ke sini lagi," ujar Sandi.
Mudah dan Ramah Pengguna
Sebenarnya efiling 1770 SS sudah user friendly dari sisi fitur dan kemudahan aksesnya. Namun mungkin bagi beberapa wajib pajak yang memang hanya membuka laman DJP Online setahun sekali sekadar untuk melapor SPT Tahunan, kurang familiar dengan terminologi perpajakan yang ditampilkan pada kolom-kolom SPT Tahunan. Sehingga mereka harus menyempatkan diri meminta bantuan ke meja helpdesk KPP agar tidak salah dalam pengisian SPT.
Oppie juga tidak lupa mengingatkan Sandi agar lapor tepat waktu untuk tahun-tahun berikutnya, agar tidak terkena sanksi keterlambatan lapor SPT. Mungkin di luar sana masih banyak wajib pajak yang sudah paham teknologi tapi belum paham cara mengisi laporan pajak, bahkan SPT Tahunan yang paling sederhana sekalipun seperti yang dialami Sandi. Atau mungkin juga masih banyak wajib pajak yang bahkan belum paham teknologi dan belum paham cara mengisi laporan pajak. Mungkin ini merupakan salah satu penyebab tingkat kepatuhan penyampaian SPT di beberapa KPP masih rendah. Hal tersebut tentu saja menjadi tugas besar Fungsional Penyuluh Pajak pada khususnya, dan seluruh insan DJP pada umumnya untuk mengedukasi wajib pajak agar mereka memahami seluruh kewajiban perpajakannya. Jika sudah paham, diharapkan meraka sudah bisa melakukan seluruh kewajiban perpajakannya secara sadar dan senang hati, sehingga dapat mendorong peningkatan angka kepatuhan penyampaian SPT.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 89 kali dilihat