Oleh: Ulil Amri Nurdin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Ekonomi biru adalah rancangan optimalisasi sumber daya air yang bertujuan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan yang inovatif dan kreatif dengan tetap menjamin usaha dan kelestarian lingkungan. Rancangan terebut merupakan kegiatan yang pro-ekosistem sehingga limbah keluaran dari kegiatan perikanan harus berada dalam kondisi yang tidak mencemari lingkungan, baik tanah maupun perairan umum.

Berbagai negara di dunia telah menerapkan konsep ekonomi biru sebagai fondasi pembangunan ekonomi dari negara tersebut. Sebagai contoh, Australia yang membuat konsep ekonomi biru melalui pembangunan infrastruktur dan teknologi dekarbonisasi industri lepas pantai, dan melakukan defensi dengan memastikan peraturan yang memiliki standar lingkungan tinggi dan berkelanjutan dengan tetap menjaga keutuhan ekosistem.

Salah satu bentuk pro-ekositem tersebut dengan menghadirkan regulasi penangkapan ikan secara terukur oleh pemerintah sehingga aspek ekologi dari perkembangbiakan hewan laut tetap terjaga dan berkembang. Beberapa bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga ekosistemnya diwujudkan melalui penerapan ekonomi biru berbasis hak untuk nelayan kecil seperti di Sulawesi Tenggara dan ekowisata Taman Nasional Danau Zamrud.

Kementrian Kelautan dan Perikanan menetapkan lima program prioritas yang berlandaskn ekologi. Pertama, terkait perluasan kawasan konservasi laut sebanyak 30 persen. Kemudian, penangkapan ikan terukur yang berbasis kuota di enam zona penangkapan. Ketiga, mengembangkan lima komiditas yang ditetaplan untuk terus dikembangkan yaitu udang, lobster, kepiting, rumput laut, dan ikan nila di sejumlah wilayah strategis. 

Dua program terakhir melakukan pengembangan wilayah pesisir dan pengurangan sampah plastik di laut. Dalam menjalankan konsep ekonomi biru tersebut, pemerintah perlu mempersiapkan teknologi dan aplikasi penunjang yang sejalan dengan lima program prioritas tersebut.

Insentif Pajak untuk Pemulihan

Sebagai negara maritim yang memiliki wilayah yang sangat luas dan strategis, tentunya selain kaya akan sumber daya alam, Indonesia juga menjadi jalur perdagangan dunia. Indonesia memiliki potensi ekonomi baru yang besar sebagai salah satu alternatif pemulihan ekonomi. Salah satu bentuk kebijakan yang mendukung dalam pemulihan ekonomi Indonesia  yaitu dengan memberikan insentif dalam sektor perikanan dan kelautan.

Alokasi anggaran untuk sektor kelautan dan perikanan pada tahun 2022 mencapai Rp14,7 triliun. Angka ini meningkat 12 persen dari tahun sebelumnya. Bujet ini untuk mendanai program dan kegiatan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan dengan tetap melestarikan sumber daya alam dan lingkungan laut. 

Selain memberikan alokasi anggaran, Pemerintah Indonesia juga menyediakan insentif perpajakan yang merupakan salah satu belanja negara yang umumnya tidak diberikan dalam bentuk uang, tetapi dalam bentuk pengurangan kewajiban perpajakan dengan harapan dapat memberikan manfaat terhadap bidang tertentu dan berdampak positif terhadap ekonomi makro secara keseluruhan. 

Dalam menjalankan pengelolaan sektor-sektor ekonomi biru, insentif fiskal diberikan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2020 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai. Kemudian, peraturan lain yang mendukung konsep ekonomi biru ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99 /PMK.010/2020 tentang Kriteria dan/atau Rincian Barang Kebutuhan Pokok yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai. Peraturan ini menetapkan bahwa ikan dan garam konsumsi merupakan jenis barang kebutuhan pokok yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Bahkan, para pelaku UMKM, termasuk yang bergerak di bidang perikanan dan kelautan, juga tidak dikenakan pajak penghasilan dengan syarat peredaran bruto Rp500 juta selama setahun.  Insentif pajak ini tentunya untuk memberikan stimulus kepada pelaku usaha di sektor kelautan agar lebih berdaya saing dan berkelanjutan dengan tetap mempertahankan keutuhan ekosistem yang ada.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.