Efek Pengganda Pembebasan Pajak Kapal Pesiar dan Yacht

Oleh : Wisnu Saka Saputra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kabar bahagia bagi sektor pariwisata Indonesia. Pemerintah melalui Menteri Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96/PMK.03/2021 tentang Penetapan Jenis Barang Kena Pajak Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Melalui peraturan tersebut pemerintah telah resmi membebaskan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 75% untuk setiap pembelian kapal pesiar dan yacht yang digunakan untuk kepentingan negara atau usaha pariwisata. Selain bukan untuk kepentingan usaha pariwisata, pembebasan pajak tersebut tidak berlaku atau tetap dikenakan PPnBM. Peraturan ini mulai berlaku sejak 26 Juli 2021.
Menteri Keuangan menerbitkan PMK tersebut sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Peraturan tersebut mengatur kembali empat kelompok tarif pengenaan PPnBM atas jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan.
Pengenaan PPnBM dikecualikan atas impor atau penyerahan diatur pada Pasal 3 PMK tersebut. Terdapat lima kategori dikecualikanya PPnBM. Terbitnya kebijakan ini bertujuan untuk menyederhanakan prosedur administrasi serta memberikan kepastian hukum. Pada akhirnya diharapkan dapat mengurangi biaya operasional wajib pajak.
Pemerintah mendorong industri pariwisata bahari dengan memberikan pengecualian pengenaan PPnBM untuk penyerahan oleh produsen atau impor yacht yang digunakan untuk usaha pariwisata. Industri pariwisata bahari perlu didorong dengan kebijakan pembebasan pajak karena merupakan salah satu sektor yang potensial untuk dikembangkan.
Efek Pengganda
Efek pengganda merupakan suatu keterkaitan langsung dan tidak langsung yang kemudian mendorong adanya kegiatan pembangunan diakibatkan oleh kegiatan pada bidang tertentu baik bersifat positif maupun negatif yang menggerakkan kegiatan di bidang-bidang lain. Pariwisata merupakan kegiatan yang secara langsung yang dapat menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga terdapat timbal balik antara masyarakat dan pariwisata.
Bahkan pariwisata bisa dikatakan mempunyai energi yang cukup besar yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami perubahan dalam berbagai aspek di kehidupan mereka. Dan bahkan banyak negara atau kabupaten/kota yang bergantung dari industri pariwisata sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan.
Pariwisata mempunyai daya tarik wisata yang dapat berdampak pada masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial, dan budaya. Dari segi ekonomi, mendatangkan devisa negara melalui pajak seperti pajak restoran, pajak hotel, pajak karyawan, dan lain-lain. Selain itu juga menciptakan lapangan pekerjaan bagi tenaga siap kerja seperti penjaga loket, warung makan, dan penginapan.
Dari sisi sosial, yakni mendorong pembelajaran bahasa asing dan keterampilan baru bagi masyarakat. Masyarakat daerah pariwisata akan terdorong, mau tidak mau harus belajar bahasa asing agar dapat berkomunikasi dengan pendatang luar negeri. Misalnya daerah Bali, masyarakatnya dituntut untuk dapat berbahasa asing karena banyak wisatawan asing di sana.
Dari sisi budaya, akan terjadi interaksi budaya lokal dengan budaya pengunjung yang mana akan membawa mereka pada rasa saling menghargai satu sama lain. Akan memungkinkan terjadinya asimilasi dan akulturasi budaya, tetapi kita harus mengambil sisi positifnya saja.
Manfaat yang dirasakan terhadap pemberlakuan pembebasan PPnBM untuk kapal pesiar dan yacht akan membawa dampak ekonomi baru yang akan dirasakan apabila kapal-kapal yang berdatangan untuk tujuan wisata semakin banyak, sehingga manfaat ekonomi dapat dirasakan secara bertahap.
Ketika wisatawan tersebut membelanjakan uangnya di suatu desa wisata, maka uang tersebut akan berpindah dari satu tangan ke tangan berikutnya, dari satu perusahaan ke perusahaan berikutnya. Uang yang beredar itulah yang membawa dampak positif ke desa wisata tersebut, ia menggerakkan perekonomian desa secara luas. Semua kalangan akan menerima “tetesan rezeki” yang dibawa oleh si wisatawan.
Pariwisata tak hanya menjadikan efek pengganda di sektor pemerataan kemakmuran saja, tetapi juga berpotensi menjadi mesin baru perekonomian Indonesia. Selain dari minyak dan gas, pariwisata juga menyumbang banyak peran dalam perekonomian kita.
Namun, kontribusi pariwisata terhadap perekonomian di Indonesia masih belum optimal. Berdasarkan Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata Tahun 2018, kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian masih satu digit. Pada tahun 2018, porsi pariwisata terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) hanya 5,25 persen. Perlu tiga tahun untuk meningkatkan kontribusinya sebesar satu persen, yaitu dari 4,25 persen pada 2015.
Di tahun yang sama, realisasi investasi sektor pariwisata mencapai US$1,6 miliar atau 80,43 persen dari target yang ditetapkan pemerintah kala itu, US$2 miliar. Kendati demikian, sumbangan devisa dari sektor pariwisata terus meningkat. Pada tahun 2018, devisa sektor pariwisata mencapai Rp229,5 triliun atau meningkat 15,4 persen secara tahunan.
Penyerapan tenaga kerja sektor pariwisata juga kian menanjak. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, penyerapan tenaga kerja sektor pariwisata mencapai 12,7 juta orang atau sekitar 10 persen dari total penduduk Indonesia yang bekerja. Peluang sektor pariwisata untuk berkembang di Indonesia juga masih besar.
Oleh sebab itu, pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga kontribusi pariwisata kita terhadap perekonomian negara ditengah kondisi pandemi Covid-19 sekarang ini. Salah satunya di sektor perpajakan, seluruh insentif itu ada pada PMK Nomor 110/PMK.03/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 Tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019.
Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) secara umum dapat mengakomodasi seluruh usaha di sektor pariwisata, baik yang berkaitan langsung maupun yang tidak langsung.
Dengan mekanisme tarikan dan dorongan terhadap sektor ekonomi lain yang terkait dengan sektor pariwisata, seperti hotel dan restoran, angkutan, industri kerajinan, dan lain-lain, pariwisata dapat dan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja melalui efek pengganda tersebut. Itulah mengapa, percepatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas dapat dilakukan dengan mempromosikan pengembangan pariwisata.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 238 kali dilihat