Dukung Pengurangan Emisi Karbon, Pemerintah Lanjutkan Keringanan Pajak Kendaraan Listrik dan Hybrid

Oleh: Nurdin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sebagai salah satu bentuk pengurangan emisi karbon dari sektor transportasi, pemerintah melanjutkan pemberian insentif pajak untuk kendaraan bermotor listrik (KBL) berbasis baterai dan kendaraan hybrid di tahun 2025 ini. Faris Adnan Padhilah, Koordinator Riset Bagian Manajemen Permintaan Energi, Institute for Essential Services Reform (IESR), menyampaikan bahwa sektor transportasi menyumbang emisi gas rumah kaca terbesar ketiga setelah sektor manufaktur dan sektor energi[1] sehingga adanya insentif ini diharapkan mendorong kepemilikan masyarakat akan kendaraan dengan emisi karbon rendah. Pemberian insentif ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2025 Pajak Pertambahan Nilai atas Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah Listrik Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2025 (PMK 12/2025). PMK 12/2025 diharapkan dapat mendorong sektor industri yang memiliki multiplier effect terhadap perekonomian nasional, melalui mekanisme pajak ditanggung pemerintah (DTP) --dalam hal ini pajak pertambahan nilai dan pajak atas penjualan barang mewah (PPN/PPnBM).
Mekanisme Pemberian Insentif
Pada prinsipnya, pemerintah memberikan insentif diskon PPN untuk penjualan KBL berbasis baterai roda empat tertentu dan/atau bus tertentu dan diskon PPnBM untuk penyerahan kendaraan bermotor roda empat emisi karbon rendah (low carbon emission vehicle/LCEV) tertentu yang tergolong mewah. Insentif ini berupa PPN/PPnBM DTP untuk masa pajak Januari 2025 sampai dengan Desember 2025.
Insentif PPN DTP sebesar 10% diberikan untuk penjualan KBL berbasis baterai roda empat tertentu dan bus tertentu dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40% atau dengan kata lain pembeli hanya menanggung beban PPN sebesar 2%. Adapun insentif PPN DTP sebesar sebesar 5% diberikan untuk penjualan KBL berbasis baterai bus tertentu dengan TKDN antara 20% sampai dengan 40% atau pembeli menanggung beban PPN hanya sebesar 7%. Insentif ini diberikan kepada konsumen akhir sehingga pelaksanaan pemberian insentif dilakukan oleh dealer yang menjual kendaraan. Sebagai contoh, apabila Tuan A membeli KBL yang memperoleh insentif PPN DTP 10% seharga Rp. 300 juta maka Tuan A hanya akan membayar PPN sebesar Rp 6 juta dan sisanya sebesar Rp. 30 juta ditanggung oleh pemerintah.
Dealer yang memanfaatkan fasilitas ini diwajibkan menerbitkan 2 faktur pajak (FP) yaitu FP untuk bagian yang memperoleh PPN DTP dengan kode transaksi 07 dan FP untuk bagian yang tidak memperoleh fasilitas pajak dengan kode 01 serta membuat laporan realisasi PPN DTP berupa FP sesuai dengan beleid ini yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Selain itu, dealer juga harus mencantumkan keterangan jenis barang dan keterangan insentif PPN DTP dalam FP nya. Dalam hal penjualan dilakukan kepada pemungut pajak maka kode transaksi FP untuk bagian yang tidak memperoleh insentif adalah 02 atau 03.
Model dan tipe kendaran yang memenuhi syarat TKDN dan memperoleh insentif PPN DTP sesuai dengan aturan ini ditetapkan oleh Menteri Perindustrian. Contoh model dan tipe kendaraan yang ditetapkan memperoleh insentif ini yang sudah dijual di pasar misalnya Wuling Air EV, Chery Omoda E5 atau Hyundai Ioniq 5. Dalam hal terdapat model dan tipe kendaraan baru yang memenuhi syarat maka Menteri Perindustrian akan menerbitkan ketetapan baru untuk mengakomodir model dan tipe baru tersebut.
Kemudian, insentif PPnBM DTP sebesar 3% dari harga jual diberikan untuk penyerahan LCEV baik tipe full hybrid, mild hybrid, atau plug in hybrid. Mengingat PPnBM hanya terutang 1 kali pada saat impor atau penyerahan dari pabrikan maka insentif ini dilaksanakan pada saat penjualan dari pabrikan kendaraan LCEV sehingga akan mengurangi beban PPnBM yang di-pass through kepada konsumen akhir. Sama halnya dengan insentif DTP, insentif ini dilaksanakan oleh penjual dengan cara membuat FP dengan kode 01 serta mencantumkan informasi mengenai jenis barang dan insentif PPnBM DTPnya. Serupa dengan penetapan model dan jenis kendaraan yang berhak atas insentif PPN DTP, Menteri Perindustrian menetapkan daftar perusahaan kendaraan bermotor roda empat emisi karbon rendah dan kendaraan bermotor roda empat emisi karbon rendah yang memenuhi syarat memperoleh insentif PPnBM DTP.
Pengawasan Pemberian Insetif
Pelaksanaan pemberian insentif dilakukan melalui pembuatan FP dan laporan realisasi sesuai dengan ketentuan dalam PMK 12/2025 sehingga dealer atau pabrikan yang melakukan penjualan tetapi tidak melaksanakan ketentuan pembuatan FP dan laporan tersebut wajib menyetorkan seluruh PPN atau PPnBM terutang tanpa adanya fasilitas DTP. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat menagih kembali PPN yang terutang apabila DJP memperoleh data dan/atau informasi bahwa penjualan yang dilakukan tidak memenuhi kriteria untuk dapat mendapatkan insentif atau kewajiban formal pembuatan FP dan laporan tidak dilaksanakan. Sebagai contoh, dealer memberikan insentif PPN DTP padahal kendaraan yang dijual bukan model dan tipe yang ditetapkan Menteri Perindustrian sebagai kendaraan yang berhak atas insentif PPN DTP atau penjualan yang terjadi pada Januari 2026 dilaporkan sebagai penjualan bulan Desember 2025 yang berhak atas insentif sesuai PMK 12/2025.
Oleh karena itu, dealer atau pabrikan perlu memastikan bahwa penjualan yang dilakukan benar-benar penjualan yang berhak atas fasilitas pajak dan kewajiban formal pelaksanaan pemberian insentif telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Kelalaian atas hal tersebut akan menimbulkan risiko ditagihnya kembali pajak yang terutang serta risiko sanksi administrasi. Tentu saja hal ini bisa menjadi hal yang rumit bagi pengusaha karena pembayaran kembali pajak tersebut kemungkinan terjadi setelah transaksi penjualan terjadi atau dengan kata lain kendaraan telah diserahkan dan konsumen telah membayar seluruh tagihannya.
Pemberian insentif pajak PPN dan PPnBM DTP melalui PMK 12/2025 merupakan pelaksanaan salah satu fungsi pajak sebagai sarana untuk mengatur yaitu mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan rendah emisi karbon sehingga Indonesia dapat memenuhi komitmen net zero emission sesuai Persetujuan Paris. Kebijakan ini juga diharapkan menjadi salah satu stimulus belanja masyarakat yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ditengah suasana ekonomi global di tahun 2025 yang masih tidak menentu serta melengkapi insentif PPnBM DTP untuk impor KBL berbasis baterai CBU roda empat tertentu dan penyerahan KBL berbasis baterai CBU roda empat tertentu yang juga berlaku untuk transaksi dari masa Januari 2025 sampai dengan Desember 2025 berdasarkan PMK Nomor 135 Tahun 2024.
Tak hanya untuk kendaraan pribadi, perusahaan swasta, dan kantor pemerintahan, PMK 12/2025 juga memberikan ruang insentif PPN untuk pembelian KBL bus tertentu yang dapat digunakan untuk transportasi massal.
[1] https://iesr.or.id/kendaraan-listrik-bisa-jadi-solusi-reduksi-emisi-karbon-di-sektor-transportasi/
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 151 kali dilihat