Dividen, Hari Raya, dan Coretax

Oleh: Dony Katra Lubis, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“Don, ikut RUPS BBRI gak?” tanya Mas Hendri lewat pesan Whatsapp. Pertanyaan itu sontak mengingatkanku bahwa di awal tahun, biasanya banyak emiten saham rajin yang bagi-bagi dividen. Kebetulan kami menyisihkan pendapatan untuk investasi dalam bentuk saham. RUPS yang dimaksud adalah rapat umum pemegang saham.
“Aku daftar dulu aja, Mas. Nanti kalau lagi gak sibuk, aku ikut,” balasku sembari membuka aplikasi Stockbit.
Benar saja, banyak emiten saham yang kubeli yang rajin membagi dividen di awal tahun, seperti emiten sektor tambang, seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) dan PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), serta sektor perbankan, seperti Bank BRI (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank BNI (BBNI), dan Bank BCA (BBCA).
Pembagian dividen pada tahun ini cukup unik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kenapa tidak, pembagian dividen pada awal tahun ini sangat berdekatan dengan Idulfitri, sehingga bisa dianggap kalau pembagian dividen tahun ini serasa tunjangan hari raya (THR) yang diberikan emiten kepada kita.
Pada tahun 2024, ITMG membagi dividen sebesar Rp1.747 per lembar saham yang dibayarkan pada tanggal 25 April 2024, BBRI sebesar Rp235 pada tanggal 28 Maret 2024, BMRI sebesar Rp315 pada tanggal 21 Maret 2024, BBNI sebesar Rp280 pada tanggal 2 April 2024, dan BBCA sebesar Rp227,5 pada tanggal 26 Maret 2024.
Pada tahun 2025, berdasarkan RUPS BBCA yang dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2025, dividen yang akan dibagikan adalah sebesar Rp250 per lembar saham, dengan recording date tanggal 20 Maret 2025, dan akan dibayarkan pada tanggal 11 April 2025. Sedangkan emiten-emiten seperti BBRI baru akan melaksanakan RUPS pada tanggal 24 Maret 2025, BMRI pada tanggal 25 Maret 2025, BBNI 26 Maret 2025, dan ITMG pada tanggal 9 april 2025.
Sebagai perbandingan, apabila pada tahun 2025 seseorang membeli saham BBCA sebanyak 100 lot (10.000 lembar) saham dengan harga Rp8.500 per lembar, dengan total pembelian Rp85.000.000, maka orang tersebut akan mendapatkan dividen sebesar Rp2.500.000.
Bagi wajib pajak yang ingin diberikan THR oleh emiten-emiten di atas, masih ada waktu untuk membeli saham atas emiten tersebut, dan mendapatkan THR yang dapat dibagikan kepada anak, keponakan, saudara, tetangga, atau kerabat.
Yang perlu menjadi pertimbangan wajib pajak adalah dividen yang ditarik, akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) atas dividen sebesar 10% dari nilai dividen yang ditarik. Hal ini diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan cluster Pajak Penghasilan (UU PPh). Klausul tersebut menyebutkan bahwa tarif yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling tinggi sebesar 10% dan bersifat final.
Pembuatan billing untuk pembayaran PPh atas dividen untuk tahun pajak 2025 dapat dilakukan dengan cara login ke akun Coretax DJP melalui laman coretaxdjp.pajak.go.id, dan memilih menu eBupot – Penyetoran sendiri, kemudian memilih objek pajak “Dividen yang Diterima/Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi”, dan menginput nilai dividen yang ditarik pada kolom “Dasar Pengenaan Pajak”. Setelah mendapatkan billingnya, Wajib Pajak dapat melakukan penyetoran pajak melalui bank persepsi terdekat, atau dengan menggunakan mobile banking.
The saving grace in this legislation terkait dividen terdapat pada Pasal 4 ayat (3) huruf f angka 1 poin a) UU PPh jo. UU HPP, bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sepanjang dividen tersebut diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Ketentuan investasi ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahaan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serte Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (PMK-18), yang menyatakan bahwa investasi atas dividen tersebut harus dilakukan paling singkat selama tiga tahun pajak terhitung sejak tahun pajak dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh, dan investasi harus dilakukan paling lambat akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir.
Instrumen investasi yang dapat dipilih oleh wajib pajak sebagaimana diatur pada PMK-18, sangat beragam. Beberapa instrumen investasi yang dapat dipilih wajib pajak, antara lain sukuk, saham, deposito, giro, investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha, dan emas. Kawan Pajak dapat memilih instrumen investasi yang diinginkan sesuai referensi.
Selain melakukan investasi, Kawan Pajak juga harus menyampaikan laporan realisasi investasi secara berkala kepada Direktorat Jenderal Pajak secara elektronik. Laporan realisasi investasi dilakukan secara berkala setiap tahun, paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tahun pajak berakhir, sampai dengan tahun ketiga sejak tahun pajak diterima atau diperolehnya dividen. Untuk tahun pajak 2025, laporan realisasi investasi dapat dilakukan melalui laman coretaxdjp.pajak.go.id.
Keputusan apakah dividen tersebut akan diinvestasikan kembali demi long-term investment, atau take profit, untuk short-term profit, sepenuhnya ada di tangan Kawan Pajak. So, reader, will you reinvest? Or take profit? Choose wisely.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 1903 kali dilihat