Dana Perlindungan Sosial, Lindungi Masyarakat dari Tekanan Global

Oleh: Malik Abdul Aziz, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan harga produk Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan, subsidi, hingga nonsubsidi pada Sabtu (3/9) pukul 13.30 WIB dan langsung berlaku satu jam setelah pengumuman disampaikan.
Kenaikan harga minyak mentah dunia menjadi alasan utama kebijakan pemerintah ini. Perlu diketahui bahwa harga minyak telah jatuh dalam tiga bulan terakhir berturut-turut, setelah sebelumnya sempat menyentuh harga tertinggi dalam puluhan tahun.
Merespons hal ini, organisasi negara-negara pengekspor minyak dan sekutunya yang dikenal sebagai OPEC+ telah melaksanakan pertemuan pada Senin, 5 September 2022. Dalam sidang tersebut seluruh anggota OPEC+ menyetujui adanya pengurangan produksi kecil sebesar 100.000 barel per hari untuk meningkatkan harga. Harga minyak melonjak sekitar 3% pada Selasa pagi WIB (6/9), minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November yang awalnya sebesar US$93,02 per barel naik menjadi US$95,74 per barel atau melonjak 2,92%.
Kenaikan ini tentu berdampak kepada harga produksi energi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pajak sebagai sumber utama APBN hadir menjadi shock absorber sehingga harga energi domestik tetap terkendali. Selain kenaikan harga minyak, adanya pelemahan kurs (nilai tukar) rupiah dan konsumsi yang lebih tinggi akan membuat subsidi dan kompensasi energi 2022 menjadi lebih tinggi daripada alokasi.
Saat ini jenis bahan bakar yang mendapat subsidi APBN adalah solar, Pertalite, Pertamax dan LPG 3kg. Secara rinci solar yang seharunya seharga Rp13.850 per liter dijual dengan harga Rp5.150 per liter, artinya terdapat selisih harga Rp8.800 per liter atau mendapatkan subsidi sebesar 63,1%.
Jenis bahan bakar Pertalite yang seharusnya dijual dengan harga Rp14.450 per liter di jual dengan harga Rp7.650 per liter, terdapat selisih harga Rp6.800 per liter atau mendapatkan subsidi sebesar 47,1%.
Untuk jenis Pertamax yang seharusnya dijual dengan harga Rp17.300 per liter dijual dengan harga Rp12.500 per liter, terdapat selisih harga Rp4.800 per liter atau mendapat subsidi sebesar 27,7%. Sedangkan untuk LPG 3 kg yang seharusnya dijual seharga Rp18.500 per kg dijual dengan harga Rp4.250 per kg, artinya terdapat selisih sebesar Rp14.250 per kg atau mendapatkan subsidi sebesar 77%.
Pada awal 2022, APBN mengalokasikan belanja subsidi dan kompensasi BBM sebesar Rp152,5 triliun. Pada 27 Juni 2022 pemerintah melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 tahun 2022 melakukan penyesuaian belanja subsidi dan kompensasi BBM menjadi sebesar Rp502,4 triliun.
Apabila harga BBM dan LPG tidak naik atau subsidi tidak dikurangi maka diperkirakan kebutuhan belanja subsidi dan kompensasi BBM akan menjadi Rp698 triliun. Terdapat kekurangan sebesar Rp195,6 triliun dari belanja subsisi dan kompensasi BBM yang dianggarkan. Kondisi saat ini, konsumsi BBM bersubsidi khususnya Pertalite dan solar meningkat tajam seiring dengan pemulihan ekonomi. Efeknya kuota solar dan Pertalite bersubsidi diperkirakan akan habis pada Oktober 2022.
Sayangnya, penggunaan energi yang disubsidi ini tidak sepenuhnya dirasakan masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2021, 89% penerima subsidi solar dinikmati oleh dunia usaha dan 11% dinikmati oleh sektor rumah tangga. Dari yang dinikmati sektor rumah tangga, 95% dinikmati rumah tangga dengan kategori mampu dan hanya 5% saja yang dinikmati oleh rumah tangga miskin (petani dan nelayan).
Untuk Pertalite sendiri, 14% jumlah penerima subsidi Pertalite berasal dari dunia usaha dan 86% berasal dari sektor rumah tangga. Dari yang dinikmati sektor rumah tangga, 85% dinikmati rumah tangga mampu dan hanya 20% yang dinikmati oleh rumah tangga miskin. Sedangkan untuk subsidi LPG 3 kg sebesar 68% dinikmati oleh sektor rumah tangga mampu.
Hal-hal diatas menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk mengambil keputusan sulit: menaikkan harga BBM. Keputusan ini menimbulkan polemik, meski sudah beberapa kali disinggung sebelumnya terkait bengkaknya subsidi BBM, tetap saja gejolak di masyarakat muncul. Salah satu hal yang dikhawatirkan dari kenaikan harga BBM adalah memicu kenaikan harga-harga bahan pokok. Alhasil laju inflasi akan semakin kencang.
Sebagai langkah cepat dan efektif, pemerintah melakukan pengalihan sebagian subsidi dan kompensasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan. Dana perlindungan sosial telah disiapkan dan ditambah oleh pemerintah untuk membantu masyarakat yang paling rentan dan miskin. Tambahan dana sebesar Rp24,17 triliun disiapkan untuk meningkatkan daya beli masyarakat di tengah tekanan kenaikan harga akibat pengaruh global.
Terdapat tiga skema penyaluran dana perlindungan sosial ini yaitu bantuan langsung tunai, bantuan subsidi upah, dan perlindungan sosial. Bantuan langsung tunai sebesar Rp12,4 triliun akan diberikan kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) masing-masing sebesar Rp150.000/bulan selama empat bulan.
Bantuan subsidi upah sebesar Rp9,6 triliun akan diberikan kepada 16 juta pekerja (dengan gaji maksimum Rp3,5 juta per bulan) masing-masing sebesar Rp600 ribu selama satu bulan dan dibayarkan satu kali. Sedangkan perlindungan sosial dari 2% dana transfer umum sebesar Rp2,17 triliun akan dibayarkan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan 2% dari dana transer umum meliputi dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH).
Penambahan dana perlindungan sosial dengan proporsi yang telah disesuaikan ini diharapkan mampu memberikan rasa aman dan melindungi masyarakat di tengah gejolak tekanan global.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 165 kali dilihat