Oleh: Muhamad Satya Abdul Aziz, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Pengesahan Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi Undang-Undang, yakni UU Nomor 7 Tahun 2021 (UU HPP), menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Banyak pengusaha yang menilai bahwa pengesahan ini terlalu terburu-buru. Sebagian masyarakat pun cukup menyayangkan keputusan tersebut mengingat kondisi akibat pandemi Covid-19 masih memporak-porandakan perekonomian di berbagai negara, termasuk Indonesia sendiri. Di sisi lain, beberapa masyarakat menilai keputusan tersebut tepat untuk dilakukan karena banyaknya subsidi yang dikeluarkan pemerintah untuk menangani dampak dari pandemi Covid-19 sudah terlalu membebani keuangan negara.

Salah satu perubahan pajak dalam UU HPP adalah kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari sebelumnya 10% menjadi 11% yang mulai berlaku secara resmi pada April 2022, kemudian kembali terkerek menjadi 12% pada tahun 2025. Perubahan ini menuai banyak respons dari masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. Hal tersebut lantaran kenaikan tarif tersebut menyebabkan terkatrolnya harga-harga bahan pangan pokok dan harga barang lainnya.

Di sisi lain, dari sudut pandang pemerintah, kenaikan PPN telah dipertimbangkan secara matang dengan memperhatikan beberapa hal. Pertama, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun membutuhkan sumber penerimaan yang semakin besar, sehingga kenaikan PPN ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara. Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa tarif PPN tersebut masih terbilang rendah dari negara lain yang mencapai 15%. Selanjutnya, kenaikan tarif pajak tersebut dinilai sebagai upaya untuk mendudukkan kembali fungsi PPN sebagai pajak atas transaksi barang dan jasa yang sifatnya umum serta menjadi penyeimbang penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dari 25% ke 22% dan pada 2022 menjadi 20%.

Meskipun terdapat pro dan kontra di kalangan masyarakat, penerapan kenaikan tarif PPN memiliki sejumlah dampak yang menguntungkan bagi masyarakat dan pemerintah. Kenaikan tarif PPN akan membantu mengoptimalkan penerimaan perpajakan yang lebih pasti dibandingkan dengan pajak penghasilan dikarenakan pengendaliannya lebih mudah. Oleh karena itu, adanya kenaikan tersebut dapat memicu peningkatan penerimaan negara sehingga pemerintah dapat menyiapkan APBN  dengan lebih ideal. Di mana kondisi tersebut pada akhirnya akan menguntungkan masyarakat sebab pemerintah tentunya menyusun APBN dengan orientasi untuk menyejahterakan masyarakat.

Dampak positif lainnya yaitu kenaikan tarif PPN dapat digunakan sebagai langkah untuk menstabilkan ekonomi negara. Hal tersebut dapat dicapai karena kenaikan tarif tersebut akan mendorong peningkatan penerimaan perpajakan sehingga secara langsung akan menaikkan tax ratio negara. Rasio pajak menunjukkan jumlah pajak yang diterima sebagai persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Semakin tinggi tax ratio, semakin kokoh pula sumber pendanaan yang dimiliki suatu negara. Negara-negara maju biasanya memiliki tax ratio yang tinggi. Dengan fondasi perpajakan yang kuat tersebut dapat mendorong stabilitas ekonomi negara.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dengan adanya kenaikan tarif PPN ini. Hasilnya, pembangunan infrastruktur dan program perencanaan pembangunan jangka panjang lainnya dapat terimplementasi dengan baik. Hal tersebut dapat membuka lapangan kerja dan fasilitas yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kenaikan tarif pajak tersebut dapat mendorong kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan tarif PPN memiliki dampak-dampak positif yang menguntungkan bagi masyarakat. Di antaranya adalah meningkatkan pendapatan negara, menstabilkan ekonomi negara, serta mendorong kesejahteraan negara dengan adanya APBN yang sehat dan implementasi pembangunan infrastruktur atau program pembangunan jangka panjang lainnya. Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk mendukung keputusan pemerintah dalam mengesahkan UU HPP karena pada akhirnya penerimaan pajak tersebut akan kembali ke masyarakat.

Namun, perlu untuk dicatat bahwa implementasi kebijakan ini harus diiringi dengan langkah-langkah yang bijak dalam mengelola penggunaan dana yang terkumpul dari kenaikan PPN. Pengawasan yang ketat diperlukan untuk memastikan bahwa alokasi dana yang lebih besar tidak disalahgunakan atau disia-siakan. Selain itu, pemerintah perlu memperhatikan keseimbangan antara kebijakan fiskal yang menguntungkan pertumbuhan ekonomi dan perlindungan terhadap kelompok masyarakat yang rentan terhadap dampak negatif dari kebijakan ini.

Dengan memperhatikan berbagai aspek ini, diharapkan kenaikan PPN menjadi instrumen yang efektif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menciptakan kondisi yang lebih stabil bagi perekonomian dalam jangka panjang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini secara berkala, dengan menggabungkan umpan balik dari berbagai pemangku kepentingan, sehingga dapat diadopsi langkah-langkah korektif yang diperlukan. Dengan demikian, kebijakan ini dapat memperkuat fondasi ekonomi negara, menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak, dan memperbaiki kualitas hidup bagi masyarakat secara keseluruhan. Melalui kerjasama antara masyarakat dan pemerintah, potensi manfaat jangka panjang dari kenaikan PPN dapat direalisasikan untuk kepentingan bersama.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.