Coretax Bukan Sistem untuk Buka Saldo dan Mutasi

Oleh: Muhammad Rifqi Saifudin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tax – Warning, sehubungan dengan adanya implementasi Coretax, maka dengan ini disampaikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tidak memiliki sistem yang dapat mengakses data rekening dan kartu kredit wajib pajak. Pernyataan tersebut adalah benar adanya dan dapat dipertanggungjawabkan. Berikut penjelasannya.
Beberapa waktu lalu, publik sempat dihebohkan dengan penyebaran hoaks mengatasnamakan DJP yang mengatakan bahwa kantor pajak dapat melihat saldo bahkan mutasi rekening wajib pajak. Sekali lagi, itu tidaklah benar. Faktanya, hal yang benar adalah kalimat pembuka pada tulisan ini.
Data Kerahasiaan Nasabah
DJP menyatakan bahwa data mutasi baik rekening atau kartu kredit merupakan data pribadi pemilik rekening bersangkutan dan tidak bisa diakses DJP. Undang-Undang Perbankan (UU Perbankan) menyatakan bahwa bank memiliki kewajiban untuk merahasiakan data nasabah, ini artinya bank tidak dapat sembarangan memberikan data apalagi dapat dilihat secara terbuka oleh pihak lain termasuk DJP.
Tetapi dalam UU Perbankan disebutkan bahwa pihak bank dapat memberikan data nasabah, salah satunya apabila terdapat permintaan informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apakah ini celah DJP untuk dapat melihat semua saldo dan mutasi wajib pajak? Tentu saja tidak. Ada frasa “berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan” yang mengikat bahwa data yang diminta DJP hanya yang diatur oleh peraturan, bukan semua saldo dan mutasi rekening.
Sebentar, berarti DJP memang bisa melihat data wajib pajak, ya?
Kerjasama Pertukaran Data
DJP memiliki kerja sama pertukaran data dengan berbagai pihak, salah satunya bank. Aturan yang mengatur hal tersebut ada pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228 Tahun 2017 yang mengatur kewajiban Instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi, dan Pihak lain (ILAP) untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP.
Perlu diingat bahwa ini adalah pertukaran data, bukan berarti DJP memiliki sistem yang dapat melihat semua data tersebut. Pun ILAP tidak memberikan semua data yang mereka miliki kepada DJP, hanya data yang berkaitan dengan perpajakan. Selain itu, data yang dipertukarkan tidak bisa serta-merta dilihat oleh semua pegawai pajak.
Pegawai pajak hanya dapat melihat data wajib pajak yang berkaitan dengan tugas dan fungsinya. Misalnya Account Representative (AR) atau Juru Sita Pajak Negara (JSPN) hanya dapat melihat data wajib pajak yang mereka ampu. Ini disebut dengan jenjang otorisasi yang merupakan bentuk perlindungan data wajib pajak yang diberikan DJP.
Pegawai pajak juga terikat dengan kerahasiaan jabatan, dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) disebutkan, “Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh wajib pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.”
Data yang dapat dilihat pun terbatas data yang diberikan oleh wajib pajak secara self-assessment melalui SPT atau data yang dipertukarkan oleh ILAP. Jenjang otorisasi pegawai dan kerahasiaan jabatan menjadi jaminan bahwa data yang dilihat oleh pegawai pajak dapat dipertanggungjawabkan, apabila melanggar ketentuan tentunya ada konsekuensi yang akan didapatkan. Masyarakat yang melihat atau merasa pegawai pajak menyalahgunakan wewenang atas data yang didapatkan dapat melaporkan hal tersebut melalui kanal pengaduan yang tersedia.
Kepercayaan melalui Self-Assessment
DJP memberikan kepercayaan kepada wajib pajak melaporkan data perpajakan secara mandiri, termasuk harta berupa rekening bank di SPT. Ini disebut prinsip self-assessment. Implementasi Coretax tidak mengubah konsep tersebut.
DJP juga tidak memiliki sistem untuk mengecek saldo dan mutasi rekening wajib pajak. Pertukaran data dari ILAP yang diterima DJP tidak berisi keseluruhan data nasabah dan hanya digunakan untuk kepentingan perpajakan oleh pegawai pajak yang berhak dan dilindungi peraturan perundang-undangan.
Salah satu data tersebut dapat dipergunakan oleh pegawai pajak dalam menerbitkan Surat Permintaan Penjelasan Data dan/atau Informasi (SP2DK). SP2DK menjadi bukti bahwa kepercayaan kepada wajib pajak selalu dipegang karena segala bentuk ketetapan yang diterbitkan berdasarkan dengan keterangan yang diberikan oleh wajib pajak.
Perlu dipahami, Coretax hadir untuk memudahkan administrasi perpajakan, bukan sistem yang membuat DJP memiliki akses ke semua hal yang dimiliki wajib pajak. Bukan hanya bank, DJP juga tidak memiliki data kependudukan wajib pajak. Ini sebabnya dilakukan validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk sinkronisasi data DJP dan Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil).
Kantor pajak hanya menyimpan data yang dilaporkan wajib pajak melalui SPT, sisanya didapatkan melalui pertukaran data yang memiliki dasar hukum. Ini salah satu bentuk digitalisasi, hanya ada satu sumber data sehingga tumpang tindih apalagi pengisian ulang data untuk administrasi tidak terjadi lagi.
Tax – Warning, sehubungan dengan adanya implementasi Coretax, maka dengan ini disampaikan bahwa wajib pajak akan mendapatkan banyak kemudahan terkait administrasi perpajakan. Demikian informasi ini disampaikan sebagai bentuk apresiasi kami kepada pembayar pajak yang berkontribusi kepada negeri.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 5903 kali dilihat