Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Jam tanganku menunjukkan pukul 05.39 WIB ketika aku menuntun motor hitam kesayanganku keluar dari garasi rumah. Rutinitas ini kulakukan setiap kali hendak berangkat kerja. Lokasi kantor yang berjarak sekitar 25 km dari rumah mengharuskanku berangkat kerja lebih awal. Berangkat jam segini pun aku masih akan menghadapi ramai dan padatnya jalan raya. Jalan yang kulintasi sudah mulai disesaki orang-orang yang berangkat kerja maupun anak-anak yang pergi ke sekolah. Semua memulai rutinitas pagi melewati jalanan yang sepertinya lebarnya segitu-gitu saja sejak (mungkin) lebih dari 10 tahun lalu.

Memacu motor dengan kecepatan sedang, membelah sesaknya jalan sembari memandangi aktivitas orang di pinggir jalan ternyata menimbulkan keasyikan tersendiri. Pedagang bubur ayam sudah mangkal di tempat yang menjadi "kantor"-nya setiap pagi. Mang Asep, biasa aku memanggilnya, sudah dikelilingi pembeli yang menunggu pesanannya selesai diracik. Di sebelahnya ada penjual ketupat sayur Padang langgananku. Pembelinya tak kalah ramai berkumpul di sekitar gerobak warna coklat itu. Tiba di perempatan lampu merah, penjaja koran, pedagang asongan yang berjualan rokok, tisu, permen, dan lain-lain dengan sigap menawarkan dagangan mereka ke pengendara yang sedang menunggu warna hijau di lampu lalu lintas.

Mendekati pusat kota, tampak beberapa toko kelontong sudah buka dan melayani pelanggan. Tidak jauh dari situ, tangan tukang tambal ban sedang sigap menunaikan jasa menambal ban motor. Si pemilik motor menanti sambil harap-harap cemas semoga bocornya ban tidak parah dan masih bisa ditambal. “Repot juga ini kalau harus ganti ban,” mungkin itu yang ada di dalam pikirannya.

Beberapa warung Tegal juga sudah buka dan mulai banyak didatangi pembeli. Kaki-kaki pembeli yang sedang duduk menyantap sarapan terlihat dari balik tabir yang menutupi warung. Melewati warung, ada sekelompok siswa sekolah menengah yang berjalan masuk ke gerbang sekolah. Di belakangnya, beberapa siswa tampak mengayuh ringan sepeda mereka ke arah gerbang sekolah.

Aktivitas kota seperti ini menjadi pemandangan biasa setiap pagi. Dan kesibukan kota dengan segala aktivitasnya terus berlangsung di siang sampai matahari kembali ke peraduan. Bahkan di saat banyak orang yang sudah terlelap, masih ada orang-orang yang terjaga demi mengais rezeki untuk anak dan istri.

Aktivitas ini menggambarkan ekonomi yang bergerak. Ada yang menjual barang atau jasa. Ada yang membeli atau menerima barang atau jasa yang diperjualbelikan. Ada kendaraan bermotor yang lalu lalang di jalan pertanda aktivitas masyarakat yang seakan tidak pernah berhenti.

Coba lihat sibuknya kegiatan yang ada di pasar tradisional setiap pagi. Tidak peduli hari kerja atau akhir pekan, pasar biasanya selalu dipadati pembeli. Bahkan ketika harga bahan makanan sedang meroket, pasar juga tidak berkurang tingkat keramaiannya. Ini karena kebutuhan pokok masyarakat yang tetap harus dipenuhi.

Di balik bergeraknya ekonomi, ada peran dan tanggung jawab pemerintah dalam menjamin kesejahteraan seluruh warga negara. Stabilisasi dan pemerataan ekonomi menjadi harapan seluruh masyarakat. Dan harapan ini tertumpu pada kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi yang pro rakyat.

Berbagai infrastruktur, fasilitas publik, sarana, dan prasarana perlu disiapkan pemerintah dalam menjamin kemudahan berusaha bagi warga. Pelayanan publik juga harus diberikan. Pastinya tidak semua warga memiliki keberuntungan yang sama dalam hal menjalankan usaha dan memperoleh penghasilan. Oleh karena itu ada peran pemerintah dalam memberikan insentif dan bantuan sosial kepada warga negara yang membutuhkan.

Bergeraknya ekonomi masyarakat berarti ada perputaran uang. Ini baik bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bergeraknya ekonomi masyarakat berarti penghasilan masyarakat meningkat dan hal ini (biasanya) berbanding lurus dengan meningkatnya penerimaan negara dari sektor perpajakan. Artinya negara dapat melaksanakan pembangunan dari pajak yang dibayarkan warga negara. Kembali, harapan penerimaan negara sebagian besar (masih) bersumber dari penerimaan pajak.

Satu konsep pemikiran yang sebaiknya dimiliki oleh setiap warga negara adalah bahwa pajak yang dibayarkan bukan merupakan “upeti” kepada negara, melainkan cara setiap warga negara untuk menunjukkan sikap patriotisme dan nasionalisme sebagai warga negara. Melalui pajak yang dibayarkan, mereka telah membantu sesama yang (mungkin) ekonominya tidak seberuntung mereka.

Dari penerimaan pajak, negara dapat membiayai fasilitas yang diberikan kepada warga negara. Contohnya adalah kesempatan memperoleh pendidikan dan kesehatan. Pemenuhan pendidikan dan kesehatan adalah hak setiap warga, tanpa membedakan tingkat ekonomi. Sehingga negara harus bisa menjamin setiap warganya memperoleh layanan pendidikan dan kesehatan tanpa diskriminasi. Pun juga dalam hal bantuan sosial kepada masyarakat yang membutuhkan.

Memasuki 79 tahun kemerdekan Indonesia, sudah selayaknya seluruh warga negara merasa dilindungi oleh negara. Rakyat akan merasa terlindungi ketika negara mampu memberikan kesejahteraan pada setiap warganya. Melalui penerimaan pajak, negara harus mampu mengalokasikan dengan bijak pengeluaran dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat. Pajak yang dibayarkan kepada negara adalah sumbangsih warga negara, sehingga sudah seharusnya kembali dapat dinikmati hasil penggunaannya oleh seluruh warga negara.

Rasa memiliki negara ini harus ada dalam sanubari segenap bangsa. Ini adalah tanggung jawab pemerintah. Sejarah kelam penyelewengan, penodaan integritas, dan kasus korupsi seharusnya menjadi pelajaran berharga yang jangan sampai terulang kembali. Hari kemerdekaan dapat dijadikan momentum persatuan dan kesatuan menuju Indonesia maju.

Kemajuan Indonesia harus dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya golongan tertentu. Semua harus bergandeng tangan mewujudkannya tanpa mengedepankan agenda pribadi dan golongan. Semua energi dikerahkan untuk kemajuan tanah air tercinta. Harapan itu selalu ada. Mari bersama kita songsong Indonesia maju.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.