Oleh: Catur Sugiarto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Tahukah Anda, Undang Undang Cipta Kerja mempermudah selamat dari pidana pajak.

 

Pidana Pajak

Pidana Pajak, atau lebih gampangnya masuk bui karena pajak, bukanlah hal yang jarang di Indonesia.  Misalnya saja, menurut Siaran Pers DJP pada tanggal 5 Maret 2021 kemarin, Pengemplang pajak di Manado divonis 2 tahun penjara dan denda Rp7,6 milyar rupiah.

Penegakan hukum pidana di bidang perpajakan bersifat ultimum remedium alias upaya terakhir. Upaya ini akan dilakukan jika wajib pajak tetap tidak patuh meskipun sudah diberi upaya lain, seperti edukasi, konsultasi, himbauan, dan hak untuk pengungkapan ketidakbenaran perbuatan. 

Penegakan hukum di DJP dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) DJP melalui proses penyidikan. Mereka bisa bekerja sama dengan penegak hukum lain untuk menuntaskan perkara pidana. Selain itu, PPNS juga berhak memanggil saksi dan para ahli untuk memperoleh bukti yang sesuai KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana).

Sebelum dilakukan penyidikan, wajib pajak biasanya dilakukan pemeriksaan bukti permulaan (bukper). Kegiatan tersebut seperti penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian.

DJP melakukan pemeriksaan bukti permulaan berdasarkan hasil analisis IDLP (Informasi, Data, laporan, dan Pengaduan) yang diterima.

Fakta yang mencengangkan adalah kenyataan bahwa semua orang di dunia ini bisa mengirim IDLP ke DJP. Tetangga, karyawan, kompetitor bisnis, pegawai pemerintah, dan bahkan orang-orang yang tidak Anda sadaripun bisa mengirim IDLP.

 

Cara Selamat dari Pidana Pajak

Sekarang kita akan ulas cara selamat dari pidana pajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  1. Patuh

Ini adalah cara paling gampang. Anda cukup membayar pajak sesuai aturan yang berlaku dan melaporkannya tepat waktu.

Hindari menjadi pengemplang pajak. Mungkin Anda bisa menyembunyikannya dari pegawai DJP, tetapi orang lain bisa saja mengirimkan Informasi, Data, laporan, dan Pengaduan (IDLP) ke aparat pajak.

  1. Menjalankan hak dan kewajiban yang benar jika diperiksa

Berdasarkan Pasal 39 ayat 1 huruf e Undang-Undang KUP (Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan), wajib pajak yang menolak diperiksa sebagaimana ketentuan Pasal 29 akan bisa dipidana.

Jadi, saat diperiksa, wajib pajak harus menjalankan hak dan kewajiban sesuai peraturan yang berlaku. Misalnya mengijinkan pemeriksa memasuki suatu ruangan dan meminjamkan dokumen yang berhubungan dengan penghasilan saat tahun diperiksa.

  1. Melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan

DJP melakukan pemeriksaan bukti permulaan terhadap dugaan tindak pidana di bidang perpajakan.

Kabar baiknya, wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan terbukti, tetap bisa selamat dari penyidikan pajak, tetap bisa selamat dari dinginnya penjara.

Wajib pajak tersebut bisa melakukan pengungkapan ketidakbenaran disertai dengan membayar sanksi. Kabar yang lebih baik lagi, Undang-Undang Cipta Kerja telah menurunkan tarif pengungkapan ketidakbenaran dari yang sebelumnya 150% menjadi 100%.

  1. Mengirimkan permohonan penghentian penyidikan

Meskipun telah dilakukan penyidikan, tersangka pelaku pidana perpajakan dapat lolos dari jerat penjara. Caranya dengan memanfaatkan Pasal 44B Undang-Undang KUP yaitu dengan mengirim permohonan kepada Kementerian Keuangan agar penyidikannya dihentikan.

Permohonan ini bisa dikirimkan setelah si tersangka melunasi pajak terutang ditambah sanksi. Kabar baiknya, Undang-Undang Cipta Kerja telah menurunkan besaran sanksi tersebut dari empat kali pajak terutang menjadi tiga kali pajak terutang.

Ini adalah kabar baik bagi para tersangka pidana pajak yang ingin selamat dari jerat pidana.

Jika permohonannya lengkap dan sesuai peraturan yang berlaku maka Menteri Keuangan bisa meminta Jaksa Agung agar penyidikan tersebut dihentikan. Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tersebut paling lama enam bulan sejak tanggal surat permintaan.

 

Cara PPNS melakukan penyidikan

Kegiatan penyidikan menurut Undang-Undang KUP bertujuan untuk membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan dan menemukan tersangkanya.

PPNS tentu punya banyak sekali cara untuk menuntaskan suatu kasus pidana perpajakan yang sedang mereka sidik. Saya tidak bisa menyebutkan satu persatu disini. Namun demikian, saya akan menuliskan beberapa yang umum saja. Cara-cara tersebut meliputi hal berikut.

  1. PPNS DJP bisa bekerja sama dengan penegak hukum lain. Misalnya saja bekerja sama dengan Kepolisian untuk menemukan dan atau menangkap tersangka, meminta bantuan PPATK guna menemukan aliran keuangan, meminta bantuan BPN untuk melakukan pelacakan asset dan pemblokiran aset, bekerja sama dengan Samsat untuk menemukan aset kendaraan tersangka, dan banyak lagi lainnya.
  2. Penyidik dapat mengakses informasi keuangan wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan. PPNS mengirim permintaan informasi, bukti, dan keterangan (IBK) ke lembaga keuangan seperti bank atau koperasi, kemudian lembaga tersebut mengirimkan data yang diperlukan oleh DJP.
  3. Permintaan bantuan dan pendapat ahli. Jelas, PPNS bisa meminta bantuan tenaga ahli yang kompeten untuk membuat terang tindak pidana. Keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti dalam hukum acara pidana.
  4. Meminta keterangan saksi. Saksi di sini bisa para karyawan wajib pajak, rekan bisnis, pemasok, konsumen, perbankan, dan siapa saja. Mereka yang bersaksi akan disumpah terlebih dahulu agar memberikan kesaksian dengan benar. Sumpah saksi juga dilakukan saat persidangan di pengadilan nanti.
  5. Menyita aset. PPNS DJP bisa menyita aset tersangka. Ini karena DJP juga berhak melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang pidana asalnya adalah perpajakan, sehingga kewenangan TPPU termasuk menyita aset dan memblokir aset bisa dilakukan oleh DJP. Contoh yang pernah terjadi adalah penyitaan rumah di Jakarta Utara oleh PPNS Direktorat Penegakan Hukum. 
  6. Menyegel ruangan, menyita dokumen, dan banyak hal lain bisa dilakukan oleh PPNS.

Masih bingung cara selamat dari pidana pajak? Tenang saja, sekarang DJP punya banyak saluran untuk berkomunikasi dengan wajib pajak. Mulai dari Account Representative yang bisa Anda ajak bicara secara langsung, Kring Pajak yang bisa Anda telepon, bahkan media sosial yang sangat representatif seperti Youtube, Instagram, dan Twitter Ditjen Pajak RI. 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.