bukti potong

Oleh: Bayu Arti Nugraheni, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

“Kami Beri Bukti, Bukan Janji!” begitu jargon yang sering muncul pada alat peraga kampanye ketika mendekati masa-masa pemilihan kepala daerah maupun anggota legislatif. Jargon tersebut  menggambarkan bahwa masyarakat lebih membutuhkan bukti karya nyata yang dilakukan oleh tokoh-tokoh tersebut dibandingkan hanya sekadar janji yang belum tentu diwujudkan.

Begitu pula dengan ketentuan perpajakan. Wajib pajak juga memerlukan bukti, bukan janji. Berbicara tentang bukti, terdapat istilah bukti potong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Mari kita bahas!

Bukti Potong PPh Pasal 21

Bukti Potong PPh Pasal 21 merupakan dokumen yang wajib dibuat oleh Wajib Pajak Pemotong (pemberi kerja) sebagai bukti atas pemotongan PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan. Bukti Potong PPh Pasal 21 harus disampaikan kepada penerima penghasilan dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 oleh Wajib Pajak Pemotong.

Ketentuan pelaksanaan mengenai pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan orang pribadi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.

Bagi pemberi kerja, pembuatan Bukti Potong PPh Pasal 21 pada aplikasi Coretax Direktorat Jenderal Pajak (Coretax DJP) dapat dilakukan melalui tiga skema. Pemberi kerja dapat melakukan perekaman data secara manual untuk setiap bukti potong (key in) pada Coretax DJP. Bagi pemberi kerja yang memiliki banyak pegawai, pembuatan bukti potong dapat dilakukan secara massal dengan mengunggah file berekstensi *.xml. Pengunggahan tersebut dapat dilakukan baik melalui menu pembuatan bukti potong akun wajib pajak maupun melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP).

Dengan berlakunya sistem Coretax DJP, bukti potong yang diterbitkan pemberi kerja dapat terkirim secara otomatis ke akun wajib pajak penerima penghasilan. Selain itu, data bukti potong yang mencakup informasi jumlah PPh yang dipotong/dipungut juga akan terisi dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan penerima penghasilan (prepopulated). Hal ini dapat mempermudah proses pengisian dan pelaporan SPT Tahunan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan.

Pasalnya, data bukti potong dapat secara otomatis terintegrasi dalam formulir SPT Tahunan  penerima penghasilan. Transparansi pemotongan PPh bagi penerima penghasilan menjadi salah satu manfaat yang bisa dirasakan karena bukti potong dapat langsung diterima dan dilihat melalui akun Coretax DJP wajib pajak penerima penghasilan.

Namun, untuk dapat memperoleh manfaat tersebut, penerima penghasilan yang memenuhi kriteria wajib pajak diharapkan telah terdaftar dalam basis data Coretax DJP. Adapun kriteria wajib pajak meliputi: 1) memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan 2) menerima atau memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu sebesar Rp4.500.000 per bulan. Di samping itu, apabila penerima penghasilan belum melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan NPWP, yang bersangkutan dapat mendaftarkan diri melalui laman https://coretaxdjp.pajak.go.id dan klik “Daftar disini.

Pada saat membuat bukti potong, pemberi kerja sebagai pihak pemotong wajib mengisi NPWP penerima yang sesuai dengan NIK yang terdaftar pada Coretax DJP. Apabila NIK penerima penghasilan yang diinput belum terdaftar di Coretax DJP, sistem akan meminta konfirmasi untuk menggunakan NPWP sementara (temporary Tax Identification Number/TIN) yang disediakan oleh sistem. Ketika pihak pemotong menyetujui penggunaan NPWP sementara dengan menekan pilihan “ya” pada tampilan konfirmasi, nama penerima penghasilan yang tercantum pada bukti potong akan ditampilkan sebagai “PENERIMAPENGHASILAN#NIK16digit”.

Penggunaan NPWP sementara pada bukti potong mengakibatkan bukti potong yang diterbitkan pemberi kerja tidak dapat terkirim dan diterima langsung pada akun wajib pajak penerima penghasilan. Bukti potong yang diterbitkan menggunakan NPWP sementara ini juga tidak dapat secara otomatis terisi dalam SPT Tahunan PPh penerima penghasilan.

Jika karyawan sebagai penerima penghasilan telah menerima Bukti Potong PPh 21 dari pemberi kerja, kini saatnya untuk segera menyampaikan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Kewajiban penyampaian SPT Tahunan merupakan kewajiban setiap karyawan, bukan kewajiban pemberi kerja.

Karyawan wajib menyampaikan SPT Tahunan dengan melaporkan semua penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun, termasuk jika ada penghasilan lain selain yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja yang menerbitkan Bukti Potong PPh Pasal 21. Penghasilan lain tersebut dapat berupa penghasilan dari pekerjaan bebas, penghasilan lainnya, penghasilan yang dikenakan PPh Final, dan juga penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

Dalam hal ini, Bukti Potong PPh Pasal 21 yang diterima dari pemberi kerja akan bermanfaat sebagai bukti atau dokumen agar Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan dapat mengurangkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh yang dilaporkan.

Mari tunjukkan bukti cinta kita kepada negeri ini dengan menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu!

Mari kita beri bukti, bukan janji!

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.