Buka-Bukaan Data Pajak Capres dan Caleg

Oleh: Riono Asnan Genda, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas adalah sebuah isu yang terus muncul dalam berbagai hal, termasuk dalam urusan perpajakan. Ini karena dapat membantu meningkatkan penerimaan pajak, memperkuat integritas sistem perpajakan, dan meminimalkan risiko pelanggaran pajak.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dan Mendagri Dalam negeri Tito Karnivian saat menghadiri acara Dialog Kebangsaan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Partai Politik dalam rangka Persiapan Pemilu Tahun 2024 di The St. Regis Hotel Jakarta, Senin (13/03/2023).
Dalam acara tersebut, keduanya meminta agar data kepatuhan pajak para capres dan caleg dibuka secara transparan dan juga meminta Direktorat Jenderal Pajak dapat membuka data kepatuhan pajak dari para capres ataupun caleg. Dengan ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta membangun kepercayaan publik yang nantinya bisa menjadi inspirasi masyarakat agar patuh dan taat dalam urusan perpajakan.
Di Amerika, tradisi membuka pelaporan pajak ke publik oleh kandidat presiden sudah menjadi hal yang biasa dilakukan. Tujuannya adalah untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap para kandidat bahwa mereka telah melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar.
Transparansi seperti ini diharapkan dapat memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa calon pemimpin yang dipilih sudah terlebih dahulu memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan baik. Hal ini sangat penting karena para pemimpin yang dipilih harus menjadi contoh yang baik dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat membantu mencegah terjadinya tindakan korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan.
Sedangkan di Indonesia sendiri menganut sistem perpajakan self assessment. Dalam sistem ini, wajib pajak memiliki kewajiban untuk mendaftar, menghitung, membayar dan melaporkan pajak secara mandiri tanpa adanya campur tangan dari pihak fiskus. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta mendorong ketaatan wajib pajak terhadap kewajiban perpajakan.
Untuk melaporkan pajak, wajib pajak menggunakan dokumen SPT (Surat Pemberitahuan) yang berisi informasi tentang penghasilan yang telah dipotong pajak oleh pihak lain atau yang disetor sendiri, informasi harta dan kewajiban/hutang dalam satu periode tertentu.
Selain itu, SPT dapat berfungsi sebagai alat kontrol bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk memastikan kepatuhan wajib pajak telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Sehingga sesuai dengan amanah undang-undang, maka SPT harus dilaporkan oleh wajib pajak dengan benar, lengkap dan jelas sesuai dengan keadaan sebenarnya.
Sesuai dengan Pasal 34 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, kerahasiaan data SPT dilindungi. Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain: data SPT, laporan keuangan, data yang diperoleh dalam pemeriksaan pajak, data yang diperoleh dari pihak ketiga dan dokumen wajib pajak lainnya.
Kecuali untuk kepentingan pemeriksaan dalam sidang di pengadilan, Menteri Keuangan dapat memberikan data tersebut atas permintaan hakim secara tertulis. Namun, lain hal apabila secara sukarela data perpajakan dibuka sendiri oleh para capres dan caleg, maka tentunya hal ini tidak melangggar UU tersebut.
Wacana untuk membuka data pajak melalui usulan dari berbagai pihak, memang sudah sejak lama digaungkan, apalagi menjelang masa-masa pemilu seperti saat ini. Namun, hingga saat ini hal tersebut belum terlaksana. Berdasarkan aturan pemilu, para capres harus melengkapi fotokopi NPWP, bukti pelaporan SPT dan telah membayar pajak selama lima tahun terakhir melalui SPT. Namun, hal tersebut seakan hanya merupakan kepatuhan formal saja dan tidak diketahui bagaimana dengan kebenaran material dari kewajaran harta, penghasilan yang diperoleh, serta pajak yang selama ini telah dibayarkan.
Para capres dan caleg dapat menjadi teladan bagi masyarakat dengan melaporkan dan melaksanakan kewajiban pajak dengan baik dan benar. Mengingat pentingnya peran pajak sebagai sumber penerimaan terbesar dalam penerimaan negara, para calon pemimpin dan wakil rakyat yang berani memperlihatkan kewajaran harta yang dimiliki serta pajak yang telah dibayar akan memperlihatkan kesadaran mereka terhadap pentingnya pajak bagi negeri.
Dengan berani membuka data pajak mereka, mereka akan menunjukkan bahwa selama ini secara formal telah patuh pajak dengan melakukan pelaporan SPT dan secara material berani mempertanggungjawabkan daftar harta dan pajak yang telah dibayar. Sehingga akan membangun kepercayaan publik sebagai calon pemimpin dan wakil rakyat yang memiliki kredibilitas dan integritas yang baik.
Sebagai penutup, slogan "kalau bersih, kenapa takut?" mungkin sangat tepat untuk disematkan dalam konteks ini. Bagi capres dan caleg yang selama ini memang patuh pajak, membuka data kepatuhan pajak mereka tidak akan menjadi suatu masalah. Bahkan, hal itu bisa menjadi nilai plus dan memberikan kepercayaan tambahan kepada masyarakat untuk memilih mereka sebagai pemimpin dan wakil rakyat.
Jadi, tidak ada alasan untuk takut membuka data kepatuhan perpajakan, selama semuanya memang benar-benar bersih dan transparan. Semoga transparansi dan akuntabilitas dapat terus ditingkatkan di Indonesia demi terwujudnya negara yang lebih baik.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 339 kali dilihat