Bersiap Sambut Era Tanpa NPWP Cabang

Oleh: Windah Ferry Cahyasari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Berdasarkan Pengumuman yang diterbitkan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Nomor PENG-4/PJ.09/2024 tanggal 6 Februari 2024, DJP akan melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terutang secara jabatan pada tempat tinggal atau tempat kedudukan per tanggal 1 Juli 2024 terhadap Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak menyampaikan pemberitahuan pemusatan tempat PPN terutang sampai dengan 30 April 2024. Hal ini salah satunya merupakan imbas dari implementasi sistem baru DJP.
Saat ini DJP sedang mempersiapkan Core Tax Administration System (CTAS, atau lebih populer dengan sebutan Coretax) untuk mendukung transformasi layanan perpajakan di Indonesia. Banyak hal yang akan berubah dalam implementasi Coretax. Perubahan tersebut di antaranya mencakup proses bisnis pendaftaran, pelaporan, pembayaran, Tax Account Management (TAM), dan layanan perpajakan. Proses bisnis yang mulai sudah dirasakan perubahannya oleh wajib pajak pada saat ini adalah probis pendaftaran. Proses bisnis ini tidak hanya mencakup perubahan proses registrtasi namun juga pengadministrasian nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Sejak tahun 2023 DJP sudah mengimbau wajib pajak agar segera melakukan pemadanan nomor induk kependudukan (NIK) dan NPWP. Nantinya, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136/PMK.03/2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah, mulai pertengahan 2024, wajib pajak menggunakan NIK sebagai NPWP dan NPWP dengan format 16 (enam belas) digit dalam layanan administrasi yang diselenggarakan oleh DJP dan pihak lain.
Bagi wajib pajak badan usaha maka akan diberikan NPWP dengan konsep 16 digit dengan menambahkan angka 0 (nol) di depan NPWP 15 digit (NPWP saat ini). Sedangkan untuk wajib pajak cabang atau wajib pajak yang identitas memiliki tempat kegiatan usaha yang terpisah dari tempat tinggal atau tempat kedudukan, akan diberikan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) untuk masing-masing lokasi cabang usaha. NITKU ini akan diberikan kepada NPWP cabang baik Orang Pribadi maupun Badan Usaha. Selama masa peralihan hingga pertengahan 2024 nanti, wajib pajak masih diperkenankan untuk menggunakan konsep NPWP lama 15 digit.
Perubahan dalam sisi penggunaan NPWP ini mengusung konsep Satu NPWP untuk Satu Entitas (pusat dan cabang). Artinya, tidak ada lagi penggunaan NPWP cabang mulai 1 Juli 2024. Bagi Wajib Pajak yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) baik pusat maupun daerah juga mengalami perubahan proses bisnis dalam PPN. Karena tidak ada lagi penggunaan NPWP cabang, maka pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pelaporan dan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya akan menggunakan NPWP Pusat. Hal inilah yang menjadi latar belakang terbitnya pengumuman nomor PENG-4/PJ.09/2024.
Pengumuman tersebut memberikan kesempatan bagi PKP untuk mengajukan pemusatan PPN sebelum dilakukan pemusatan PPN secara jabatan di tanggal 1 Juli 2024. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam proses administrasi. Pemusatan PKP secara jabatan dengan mencabut PKP NPWP Cabang tentunya akan memberikan perubahan besar bagi perusahan yang berstatus PKP. Untuk itu, kesempatan untuk melakukan pemusatan PKP lebih awal dilakukan agar wajib pajak memiliki kesempatan untuk mempersiapkan perubahan terkait administrasi PPN.
Dengan adanya pemusatan PPN ini, penerbitan faktur pajak yang terjadi di setiap cabang usaha, akan dilakukan secara terpusat oleh NPWP pusatnya. Begitupula dengan pelaporan PPN, harus mencakup seluruh penyerahan seluruh cabang. Hal ini tentunya membutuhkan kesiapan dari perusahaan induk dalam mempersiapkan sistem administrasi perusahaan. Manfaat pemusatan PPN diantaranya adalah memudahkan PKP untuk mengadministrasikan PPN nya baik dari penerbitan hingga pelaporan karena berada dalam koordinasi yang dipusatkan, efisiensi biaya bagi PKP, serta meminimalisir kesalahan baik kesalahan penghitungan maupun pelaporan SPT masa PPN.
Proses pengajuan pemusatan PPN mengikuti ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2020 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih Sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang. Permohonan dapat diajukan oleh PKP Pusat secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak Terdaftar maupun secara daring. Dengan mengajukan pemusatan PPN lebih awal, maka pengusaha semakin dini bersiap menghadapi perubahan pada proses perpajakan di Indonesia.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 4191 kali dilihat