Oleh: Muhammad Rifqi Saifudin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Info terbaru, masyarakat tidak perlu lagi fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP). Untuk administrasi kependudukan, KTP elektronik (KTP-el) sudah digantikan oleh Identitas Kependudukan Digital (IKD). Tidak ada lagi berkas yang harus dilampirkan secara fisik, semuanya serba digital di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Ini membawa babak baru dalam digitalisasi pemerintahan Indonesia. 

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah menyediakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) digital yang bisa diakses melalui akun wajib pajak di laman pajak.go.id. Wajib pajak yang sudah melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bahkan bisa masuk ke laman tersebut menggunakan NIK dengan kata sandi yang sama saat mendaftarkan akun menggunakan NPWP (password DJP Online). Tahun 2024, masyarakat tidak perlu lagi membawa fotokopi KTP ke mana-mana, cukup tunjukkan QR Code, yang ada di aplikasi IKD pada petugas.

Digitalisasi Sesungguhnya

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan digitalisasi sebagai proses pemberian atau pemakaian sistem digital. Hal ini sering dipahami sebagai pendigitalan berbagai dokumen, misalnya pada IKD. KTP yang dulunya berbentuk fisik dan harus digandakan sebagai syarat administrasi, sekarang ada di dalam gawai sehingga proses transfer data lebih cepat tanpa harus ada serah terima secara fisik.

IKD memudahkan proses administrasi, misalnya saat membuat rekening di bank, masyarakat tinggal menunjukkan QR Code alih-alih membawa fotokopi KTP. Hal yang sama terjadi saat verifikasi data kependudukan, cukup menunjukkan kode untuk dipindai tanpa perlu membuka dompet mengambil kartu atau menyerahkan fotokopi kepada petugas.

Contoh lain adalah pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Aplikasi e-filing dan e-form membuat wajib pajak dapat melaporkan SPT Tahunan tanpa mengetik di kertas, laporan dan buktinya pun dilakukan secara daring. SPT Tahunan dan bukti lapor berupa Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) berbentuk fail digital yang tidak wajib diunduh apalagi dicetak karena semua tersimpan otomatis di akun wajib pajak. Tapi, apakah digitalisasi hanya sebatas ini?

Era digital hadir untuk memudahkan hidup manusia, salah satunya di pemerintahan terkait dengan administrasi. Saat semuanya berbentuk kertas, proses akan lebih lama karena serba manual. Masyarakat harus mengetik dan petugas harus mengarsipkan atau bahkan di beberapa proses bisnis harus menulis ulang. Digitalisasi mempersingkat proses ini.

Digitalisasi dapat mempermudah proses perekaman berbagai data yang selama ini tercecer di tumpukan berkas pada ruang arsip. Sekarang semuanya dapat diakses dengan mudah tanpa harus membongkar lemari dan mencari satu per satu. Digitalisasi juga menghilangkan proses administrasi yang berulang (redundansi). Misalnya saat pelaporan harta pada SPT Tahunan, wajib pajak yang sudah mengisi data harta pada tahun pajak sebelumnya tinggal memperbarui data tersebut, tidak perlu mengisi dari awal.

Contoh hilangnya redundansi lain adalah pengisian bukti potong (bupot) pada SPT Tahunan. Penghasilan dan pajak dari pemberi kerja yang menggunakan e-bupot akan langsung muncul di e-filing atau e-form pegawai bersangkutan sehingga tidak perlu mengisi ulang. Ini mengurangi kemungkinan salah menginput data. Di sisi lain, walaupun wajib pajak lupa menyimpan bupot maka pelaporan SPT Tahunan tidak mengalami kendala.

Digitalisasi sesungguhnya hadir ketika semuanya terhubung. Contohnya ketika wajib pajak yang melakukan transaksi lalu terekam di sistem perbankan akan dipertukarkan datanya dengan DJP sehingga langsung tampil pada sistem perpajakan. Contoh lain adalah saat NIK yang sudah menggantikan NPWP ditambah hadirnya IKD diharapkan membuat data tanggungan otomatis diperbaharui dan langsung muncul saat pelaporan SPT Tahunan. NIK dan NPWP sudah dipadankan sehingga data perpajakan seharusnya dapat diakses melalui IKD.

Dampak Perpajakan

IKD akan berdampak terhadap pola perpajakan ke depan. Saat ini wajib pajak sudah dapat mengakses NPWP digital yang juga mempunyai QR Code pada tampilannya. Semoga IKD dan aplikasi perpajakan dapat saling terintegrasi sehingga masyarakat cukup membuka satu aplikasi baik untuk urusan kependudukan maupun perpajakan.

Administrasi perpajakan akan lebih mudah ketika IKD sudah diterapkan penuh. NIK sudah menjadi NPWP sehingga semua transaksi wajib pajak yang menggunakan dokumen kependudukan dapat tercatat. Misalnya ketika wajib pajak membeli kendaraan atau tanah, maka datanya tercatat, pun sebaliknya ketika menjual. Ini akan memudahkan pengisian data harta, wajib pajak tidak perlu lagi mencatat pergerakan hartanya tiap tahun karena sudah muncul otomatis.

Wajib pajak tidak perlu takut bahwa hal ini membuat petugas pajak lebih ganas dalam menagih pajak karena data yang diketahui lebih banyak. Petugas pajak hanya akan mengenakan pajak sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini malah menjadi kemudahan bagi wajib pajak karena tinggal mengonfirmasi data, bukan memasukkan data sendiri. Risiko sengketa wajib pajak dan petugas pajak juga dapat dikurangi karena sumber data yang digunakan sama.

Akhirnya, wacana Single Identity Number (SIN) makin terbuka melalui IKD. Semoga di masa depan semua data masyarakat dapat terangkum dalam satu aplikasi sehingga tidak ada lagi yang kesulitan mendapatkan akses fasilitas publik.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.