Oleh: Ilham Agista Putranto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Timnas Indonesia kembali memperpanjang tren positifnya setelah sukses meraih kemenangan dalam pertandingan Kualifikasi Piala Dunia kontra Brunei Darussalam. Dalam laga tersebut, Pasukan Garuda yang banyak bertaburan pemain U-21 sukses menumbangkan Pasukan Tawon (julukan Timnas Brunei Darussalam) dengan agregat 12-0 yang notabene dihuni pemain-pemain senior (Jawapos.com).

Selain itu, tentunya masih hangat dalam ingatan kita di mana untuk pertama kalinya, masyarakat Indonesia dapat tersenyum bangga menyambut keberhasilan timnas Indonesia lolos ke Piala Asia di tiga kelompok umur. Pasukan Garuda berhak berlaga di Piala Asia Senior 2024 (Qatar) sebagai salah satu dari 5 runner up terbaik, Piala Asia U-20 2023 (Uzbekistan) sebagai juara grup F fase kualifikasi, dan Piala Asia U-23 2024 (Qatar) sebagai juara grup K fase kualifikasi.  Hal yang menarik ialah di era kepelatihan Shin Tae Yong, potensi generasi muda sangat dimaksimalkan. Dampaknya tidak diragukan, dimana perlahan namun pasti peringkat timnas Sepakbola Indonesia naik secara cukup signifikan. Tentunya, dibarengi dengan evaluasi secara berkala, di tangan para generasi mudanya, target timnas Indonesia berlaga dalam Olimpiade Paris 2024 dan Piala Dunia 2026 menjadi sesuatu yang tidak mustahil untuk diwujudkan. Lantas hal apa yang dapat diteladani jika dikaitkan dengan perpajakan di Indonesia?

Mengenal Kepatuhan Perpajakan

Perpajakan Indonesia juga memiliki sebuah target besar yang hendak dicapai. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam visinya ingin menjadi mitra terpercaya pembangunan bangsa untuk menghimpun penerimaan negara. Demi mewujudkan hal tersebut, salah satu misi yang digagas oleh DJP ialah meningkatkan kepatuhan pajak melalui pelayanan berkualitas dan terstandarisasi, edukasi dan pengawasan yang efektif dan pengawasan yang efektif, serta penegakan hukum yang adil.

Indonesia sendiri menganut sistem perpajakan self assessment dimana kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku menjadi suatu indikator keberhasilan. Karena dalam sistem ini, otoritas pajak memberikan kepercayaan kepada para wajib pajak untuk menghitung, menyetor, serta melaporkan sendiri kewajiban perpajakan yang terutang. Sehingga jelas bahwa kepatuhan wajib pajak layak dianggap sebagai kunci tercapainya target penerimaan pajak.

Kepatuhan pajak (tax compliance) menurut OECD Glossary of Tax Term dapat dijabarkan sebagai sejauh mana seorang wajib pajak mematuhi (atau gagal mematuhi) peraturan perpajakan di negaranya. Lebih lanjut Normantu dalam Cahyonowati (2016) menambahkan bahwa terdapat dua macam kepatuhan, yakni kepatuhan formal dan kepatuhan materiil. Kepatuhan formal berfokus kepada situasi dimana wajib pajak berupaya memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan formal dalam undang-undang perpajakan. Sedangkan kepatuhan materiil didefinisikan sebagai situasi dimana wajib pajak secara substantif memenuhi semua ketentuan materiil perpajakan, yakni menyangkut isi dan jiwa undang-undang perpajakan.

Salah satu indikator kepatuhan wajib pajak formal ialah penyampaian laporan pajak melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Berdasarkan data DJP, rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan menyentuh angka 73,06% pada tahun 2019.  Dua tahun berikutnya menunjukkan tren positif yakni meningkat 4,57% menjadi 77,63% pada tahun 2020 dan mencapai titik 84,07% pada tahun 2021. Meskipun rasio kepatuhan ini sempat mengalami penurunan menjadi 83,2% pada tahun 2022, kabar baiknya per tanggal 10 Oktober 2023, rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan telah menembus angka 90,23%. Besar harapan, kita dapat terus meningkatkan dan menjaga tren positif rasio kepatuhan perpajakan kedepannya. Berangkat dari hal tersebut, wawasan perpajakan wajib ditanamkan pada generasi muda sebagai calon wajib pajak masa depan.

Buah dari Pembinaan

Menurut salah satu artikel dalam kominfo.go.id, Indonesia diperkirakan akan dilimpahi bonus demografi di tahun 2030-2040 karena 65% jumlah penduduk adalah usia produktif yang potensial menjadi wajib pajak masa depan. Mengingat sebagian besar dari mereka saat ini masih duduk di bangku-bangku sekolah, penanaman nilai-nilai kesadaran pajak dalam proses pembelajaran menjadi sebuah angin segar dalam menumbuhkan sikap sadar dan taat pajak pada generasi muda. DJP sendiri telah menerapkan beberapa program unggulan seperti Kemenkeu Mengajar, Pajak Bertutur, dan Tax Goes to School yang sudah tak asing lagi di telinga para pelajar.

Tindakan nyata yang dilakukan pihak otoritas perpajakan di Indonesia ini tidak akan mencapai sasaran tanpa dukungan dari kalangan sivitas akademika ataupun oleh masyarakat pada umumnya. Yups benar, kita semua memegang andil dalam penguatan perpajakan di Indonesia. Saling mengingatkan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan melaporkan ketika terjadi penyelewengan bukanlah hal tabu untuk dilakukan. Kuatnya kesadaran pajak di masyarakat untuk bergotong royong membangun negeri melalui pemenuhan kewajiban perpajakan mampu menjadi motor penggerak untuk menuju kemandirian bangsa dalam menyambut Indonesia Emas 2045.

Tingginya tingkat kesadaran pajak pada para calon wajib pajak masa depan, masuk menjadi salah satu upaya intensifikasi yang berpotensi mendongkrak penerimaan perpajakan di masa depan. Selayaknya kita yang bangga melihat timnas sepakbola yang perlahan mencapai targetnya sebagai dampak pengoptimalan potensi generasi muda, keberhasilan tersebut dapat kita aplikasikan untuk mendorong generasi muda Indonesia mengambil peran dalam penguatan perpajakan demi mendukung kemajuan Ibu Pertiwi.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.