Bangun Rumah Sendiri Lebih Mahal Gara-Gara PPN, Benarkah?

Oleh: Dewi Setya Swaranurani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“Bangun rumah atau beli rumah jadi aja ya, Ma?” tanyaku pada Mama sembari membantu Mama memotong sayuran di dapur. Pagi itu matahari cerah. Di balik jendela dapur itu aku dan Mama sedang menyiapkan bahan masakan untuk memasak soto betawi kesukaan adik.
“Ya terserah kamu, kalau mau simpel ya beli aja, tapi kalau mau desain sendiri ya mending bangun rumah sendiri, Kak,” jawab Mama sembari mengaduk kuah kaldu soto betawi, yang sebenarnya sudah direbus dari semalam.
Tak ada lima menit, Mama menarik ucapannya. “Eh.. bentar Kak, Mama baru inget kemarin baca berita, kalau rumah bangun sendiri itu kena PPN Kak. Apalagi katanya tahun 2025 bakal naik jadi 2,4%. Mending beli rumah jadi aja, Kak, pasti lebih murah,” ungkap Mama. PPN yang dimaksud adalah pajak pertambahan nilai.
“Bukan begitu, Ma.. pengenaan PPN Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) itu ada kriterianya kok,” jawabku.
“Memang kriterianya gimana, Kak? Mama cuma baca headline aja sih kalau rumah bangun sendiri bakal dikenakan PPN. Malah bakal naik tahun depan,” keluh Mama.
“Sini Ma, aku jelasin.”
Mengenal PPN KMS
Rumah yang dibangun sendiri memiliki kemungkinan untuk dikenakan PPN KMS. Namun, tidak semua rumah yang dibangun sendiri dikenakan PPN KMS. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri (selanjutnya disebut PMK-61). Kegiatan membangun sendiri dapat dikenakan PPN apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Luas bangunan minimal 200 meter persegi;
- Bangunan yang dibangun digunakan untuk tempat tinggal atau tempat usaha;
- Konstruksi utama terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
- Pembangunan dilakukan secara sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu atau bertahap sepanjang tidak lebih dari dua tahun.
Wajib pajak yang memiliki kriteria sebagaimana disebutkan di atas dapat dikenakan PPN PMS dengan tarif efektif 2,2%. Tarif ini berasal dari 20% tarif PPN yang berlaku saat ini yaitu 11%. Kemudian tarif efektif PPN KMS 2,2% ini dikalikan dengan total biaya pembangunan di luar biaya perolehan tanah.
Jadi, tak semua wajib pajak yang membangun rumah sendiri dikenakan PPN KMS. Apabila luas bangunan tidak lebih dari 200 meter persegi, maka atas bangunan tersebut tidak dikenakan PPN KMS.
Perhitungan 200 meter persegi ini juga berlaku untuk rumah bertingkat. Apabila luas rumah pada lantai pertama kurang dari 200 meter persegi, namun apabila ditotal dengan luas lantai kedua dan seterusnya lebih dari 200 meter persegi maka pembangunan sendiri atas rumah tersebut dikenakan PPN KMS.
Pembelian Rumah Baru
Penjelasan di atas adalah soal pengenaan PPN KMS jika kita membangun sendiri. Nah, kalau kita beli dari pihak pengembang, bagaimana? Pembelian rumah baru bisa dikenakan PPN apabila rumah tersebut berstatus primary—dalam artian rumah tersebut baru dan dijual langsung dari developer kepada calon penghuni rumah. Namun, apabila rumah tersebut berstatus secondary atau bukan rumah baru, maka atas pembelian rumah tersebut tidak dikenakan PPN.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPN/PPnBM) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Mulai April 2022, tarif yang dibebankan kepada pembeli adalah 11% dari harga rumah. Namun terkait hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah membuat kebijakan baru terkait pemberian insentif terhadap PPN hunian baru tersebut. Hal ini diatur dalam PMK Nomor 7 Tahun 2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024 (selanjutnya disebut PMK 7/2024). Menurut PMK ini, penyerahan rumah periode 1 Januari hingga 30 Juni 2024 diberikan insentif sebesar 100% dari PPN terutang dan penyerahan rumah periode 1 Juli hingga 31 Desember 2024 diberikan insentif sebesar 50% dari PPN yang terutang dari bagian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sampai dengan Rp2 miliar dengan harga jual maksimal Rp5 miliar. Kabar baiknya, melalui PMK Nomor 61 Tahun 2024 tentang Insentif Tambahan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024 (selanjutnya disebut PMK 61/2024, agar tak rancu dengan PMK 61/PMK.03/2022 yang mengatur soal PPN KMS), pemerintah memperpanjang insentif 100% hingga 31 Desember 2024.
Dalam PMK 61/2024 tersebut, PPN atas hunian baru dapat ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan berikut :
- Diberikan sebesar 100% dari PPN yang terutang atas bagian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sampai dengan Rp2.000.000.000,00 dengan harga jual paling banyak Rp5.000.000.000,00 untuk penyerahan dengan tanggal berita acara serah terima mulai 1 September 2024 sampai dengan 31 Desember 2024;
- Hanya dapat dimanfaatkan oleh satu orang pribadi atas perolehan satu rumah tapak atau satu satuan rumah rusun;
- Diberikan untuk penyerahan rumah tapak atau satuan rumah rusun yang dilakukan pada Masa Pajak September 2024 sampai dengan Masa Desember 2024;
- Pembayaran uang muka atau cicilan pertama kali kepada Pengusaha Kena Pajak penjual paling cepat 1 September 2024.
Penyesuaian Tarif PPN
Penyesuaian tarif PPN KMS menjadi 2,4% sempat menjadi perbincangan hangat di media masa. Pasalnya, paling lambat 1 Januari 2025 nanti besaran tarif PPN akan naik 1%. Tentunya, hal ini akan mempengaruhi besaran tarif efektif PPN KMS yang berasal dari 20% dari tarif PPN. Apabila tarif PPN naik 1%, maka tarif PPN KMS akan naik 0,2% --atau menjadi 2,4%.
Namun kembali lagi, wajib pajak tak perlu khawatir dengan kenaikan tarif ini karena tidak semua kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN KMS. DJP telah memberikan kriteria objek PPN KMS yang telah dituangkan dalam PMK 61/PMK.03/2022.
Kesimpulan
Membangun hunian sendiri ataupun membeli hunian baru dari developer dapat dikenakan PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, pengenaan PPN tersebut memiliki kriteria tertentu. Jadi, tak semua kegiatan membangun sendiri dan pembelian hunian baru dikenakan pajak. Saat ini, pemerintah telah memberikan keringanan kepada masyarakat dengan pemberian insentif pembelian hunian baru yang dituangkan dalam PMK 61/2024.
Apabila PMK 61/2024 sudah tidak berlaku lagi atau hunian yang ingin dibeli wajib pajak tidak termasuk dalam kriteria yang disebutkan dalam PMK 61/2024, maka tarif PPN pembelian hunian baru menjadi 11%. Oleh dari itu, membangun hunian sendiri akan jauh lebih murah dibanding membeli rumah dari developer mengingat besaran tarif PPN KMS saat ini adalah 2,2%.
“Oh jadi gitu. Kalau gitu tergantung kamu mau rumah yang kayak gimana dong. Luas rumahnya mau lebih dari 200 meter persegi, nggak, kalau mau bangun sendiri? Terus kalau mau beli di developer, mending rumah bekas aja supaya nggak kena PPN,” ungkap Mama setelah mendengar penjelasanku.
Aku tersenyum karena Mama jadi melek pajak soal membeli atau membangun rumah. Aku harap, kamu juga paham seperti Mamaku.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 539 kali dilihat