Back to the Future : Dari Kurikulum Pajak Menuju Masa Depan

Oleh: Andi Zulfikar, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Ketika penulis berbincang-bincang dengan Wajib Pajak berkaitan dengan tugas, tiba-tiba terdengar sebuah argumentasi. Dia merasa belum pernah mendapatkan manfaat pajak. Bahkan ketika dia merintis usahanya dari nol sampai sekarang, dia merasakan tak mendapatkan bantuan apapun dari negara. Dengan nada yang agak naik, dia bertanya. Mengapa dia harus membayar pajak? Sebuah pertanyaan yang sederhana, namun seringkali didengar oleh petugas pajak.

Hal ini cukup menggelitik, karena sebenarnya, kita semua sudah merasakan manfaat pajak baik secara langsung maupun tidak langsung. Sejak kita keluar dari rumah, kita sudah merasakan manfaat pajak. Pembangunan jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, bandara, adalah beberapa contohnya. Hal lain yang tidak secara langsung dirasakan adalah kondisi keamanan yang terwujud melalui aparat negara yang ditugaskan untuk hal tersebut. Melalui pajak, maka negara dapat memberikan gaji kepada aparat negara. Dengan keamanan, maka kesempatan untuk berusaha semakin luas. Kondisi perekonomian pun semakin membaik bila keamanan terjamin. Hal ini adalah beberapa contoh saja, masih banyak manfaat pajak yang sesungguhnya memegang peranan penting bagi pembangunan bangsa.

Pertanyaan Wajib Pajak adalah hal yang wajar, karena setiap manusia ingin mengetahui manfaat ketika dia melakukan sesuatu. Namun dalam perspektif kebangsaan, maka pertanyaan itu tentu menggambarkan ada hal penting yang perlu dibenahi mengenai kesadaran tentang pentingnya pajak. Hal ini memerlukan upaya nyata karena penerimaan pajak penting dan bermanfaat bagi negara kita.

Pajak, Kini dan Masa Depan

Marty Mc Fly adalah seorang remaja biasa di tahun 1985. Remaja ini menjalani hari-harinya dengan bersekolah dan bermain skateboard, olahraga kesukaannya. Namun di balik penampilannya yang biasa, dia mempunyai kisah yang luar biasa. Pertemanannya dengan Doktor Emmett "Doc" Brown mengubah hidupnya. Persahabatan yang membawanya ke kisah-kisah perjalanan yang di luar nalar, yaitu kisah perjalanan ke masa depan.

Kisah ini memang hanya imajinasi belaka di dalam film lama yang berjudul “Back to the Future”. Walaupun demikian menariknya, dalam salah satu sekuelnya, “Back to the Future II”, terdapat beberapa imajinasi di film tersebut yang terbukti bisa diwujudkan di masa sekarang. Dalam film yang menceritakan perjalanan Marty dari tahun 1985 menuju tahun 2015, terdapat beberapa teknologi yang terbukti digunakan sekarang, misalnya saja drone, TV layar datar, pemindai wajah dan beberapa teknologi lainnya.

Penulis mengambil filosofi sederhana dari film tersebut bahwa masa depan adalah kisah dari harapan-harapan di masa lalu. Manusia membangun harapan-harapan di masa kini, dan melalui usaha (sebagai pintu ke masa depan), maka, dengan izin Tuhan, akan terwujud masa depan yang kita impikan.

Demikian juga dengan peran pajak bagi bangsa ini. Selain melalui konsep kekinian, pajak juga mengambil peran dalam visi masa depan. Jika kita mengambil ukuran dari masa lalu, maka penerimaan pajak sangat memberikan manfaat bagi visi bangsa di masa lalu. Beberapa ukuran kemajuan ekonomi yang merupakan impian di masa lalu, kini bisa menjadi kenyataan. Misalnya saja pemerataan pembangunan dan infrastruktur, kini terus dilakukan di beberapa daerah. Hal ini untuk memberikan kesempatan kesempatan yang sama bagi bangsa Indonesia di wilayah mana pun untuk menikmati kemajuan.

Generasi Emas, Masa Depan Teratas

Bila Marty Mc Fly bisa bercerita kepada teman-temannya di tahun 1985, dia tentu dapat menceritakan betapa jauh perbedaan tahun 2015 dan tahun 1985. Pembangunan yang pesat, dengan teknologi yang berkembang, serta taraf kehidupan masyarakat yang membaik, adalah dampak dari pajak yang dibayarkan di negaranya. Hal-hal yang dulunya hanya menjadi harapan, ternyata bisa terwujud.

Marty hanyalah tokoh imajinatif. Kisah dalam filmnya pun tak bercerita tentang pajak. Namun mengetahui bagaimana gambaran bangsa kita masa depan, dapat dilakukan melalui visi dan langkah yang terukur. Masa depan memerlukan suatu gerbang untuk melangkah, salah satunya melalui kesadaran pajak.

Pemerintah saat ini melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan pembelajaran pajak masuk dalam dalam kurikulum perguruan tinggi Indonesia pada tahun 2018. Ibarat gerbang ke masa depan, hal ini bertujuan untuk mewujudkan bangsa Indonesia menjadi negara yang mempunyai daya saing tinggi hingga tujuan untuk menjadi negara maju bisa terwujud. Hal ini bisa terwujud bila penerimaan pajak bisa ditingkatkan. Bila penerimaan pajak meningkat, kualitas pembangunan dapat terus ditingkatkan, salah satunya melalui pembangunan infrastruktur.

Program inklusi kesadaran pajak ini menjadi penting, karena generasi muda inilah yang kelak akan menjadi pemimpin, pengusaha atau mempunyai pekerjaan. Dengan adanya kesadaran pajak sejak usia muda, diharapkan lahir generasi emas yang sadar pajak pada tahun 2045. Pemahaman akan pentingnya pajak sangat perlu untuk membangun negara ini.

Langkah kita di masa sekarang berpengaruh pada keadaan masa depan kita!(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.