Aturan Baru Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah: SKF, Nasibmu Kini
Oleh: Riky Rapasyiwih, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Bulan Juni lalu, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menerbitkan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia. Peraturan tersebut mengganti peraturan sebelumnya yaitu Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018.
Salah satu perubahan yang terdapat dalam peraturan ini adalah menyangkut syarat kualifikasi administrasi/legalitas penyedia. Dalam peraturan terdahulu, penyedia barang/jasa yang memenuhi kualifikasi adalah penyedia yang antara lain telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun pajak terakhir (Surat Pemberitahuan Tahunan). Syarat tersebut kemudian diubah menjadi mempunyai status valid keterangan wajib pajak berdasarkan hasil Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP).
Dari Masa ke Masa
Adanya unsur pemenuhan kewajiban perpajakan sebagai syarat untuk menjadi penyedia telah ada sejak tahun 1984. Hal tersebut merupakan tonggak awal perpajakan modern di Indonesia dengan disahkannya paket undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan formal dan materiel perpajakan di Indonesia. Menteri Keuangan yang saat itu dijabat oleh Radius Prawiro memerintahkan seluruh pimpinan departemen/lembaga agar mewajibkan pemborong/rekanan pemerintah yang mengikuti lelang untuk melampirkan rekaman ketetapan NPWP.
Begitu lekatnya unsur pemenuhan kewajiban perpajakan pada kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Hal tersebut merupakan upaya pemerintah untuk memastikan bahwa penyedia, yang menerima amanat dan tambahan kemampuan ekonomis dari kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh uang rakyat, adalah penyedia yang sadar dan patuh pajak dan bukan merupakan penumpang gelap (free rider) yang tidak memberi kontribusi kepada negara.
Memasuki era reformasi, pemerintah melakukan pembenahan tata kelola termasuk tata cara pengadaan barang/jasa di lingkungan pemerintah. Hal ini dimulai dengan diterbitkannya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Dalam Keppres tersebut, syarat untuk menjadi penyedia semakin diperketat.
Tidak hanya melampirkan NPWP, penyedia juga diminta untuk melunasi kewajiban pajak tahun terakhir serta memiliki laporan bulanan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau Pasal 21/Pasal 23 atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekurang-kurangnya tiga bulan terakhir. Hal ini dikecualikan bagi perusahaan baru yang belum berkewajiban untuk melapor.
Untuk mendukung validitas dokumen yang disampaikan oleh penyedia sesuai Keppres Nomor 18 Tahun 2000, penyedia diminta untuk melampirkan Surat Keterangan Fiskal (SKF) dari pihak yang berwenang, dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat penyedia terdaftar sebagai wajib pajak. Pada awalnya, SKF yang diterbitkan oleh KPP tidak seragam satu sama lain. Prosedur yang mesti dilalui juga berbeda-beda antar KPP.
Untuk keseragaman penanganan permohonan SKF yang diajukan penyedia, maka diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-447/PJ./2001 tentang Tata Cara Pemberian Surat Keterangan Fiskal. Sejak saat itu, prosedur permohonan SKF terus mengalami perubahan.
Hingga tahun 2019, prosedur permohonan SKF masih dilakukan secara manual. Proses penyelesaiannya diberikan tenggat waktu tiga sampai lima hari kerja. Oleh karena itu, agar dapat mengikuti lelang pengadaan, Penyedia sudah harus mempersiapkan SKF jauh-jauh hari sebelumnya. Jika tidak, penyedia dapat terancam gagal memenuhi kualifikasi hanya karena permohonan SKF masih diproses di KPP.
Idola Baru
Sementara itu, pada 2015, Direktorat Jenderal Pajak membuat inovasi berupa Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) untuk menjawab kebutuhan instansi pemerintah. KSWP digunakan untuk menguji kebenaran data perpajakan yang diberikan oleh pemohon layanan publik. Hal tersebut menunjukkan semangat pemerintah dalam memangkas birokrasi layanan publik.
KSWP memungkinkan pemohon layanan publik tidak lagi bolak-balik Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan KPP untuk mendapatkan validasi mengenai kewajiban perpajakannya. Pemohon cukup memperlihatkan kartu NPWP kepada petugas PTSP yang akan melakukan konfirmasi melalui aplikasi mengenai valid tidaknya data perpajakan pemohon.
Jika aplikasi menyatakan valid, maka proses permohonan layanan publik dapat diproses lebih lanjut tanpa perlu lagi mendatangi KPP tempat terdaftar. Namun, apabila hasil konfirmasi melalui aplikasi menyatakan data pemohon tidak valid, pemohon harus menghubungi KPP tempat terdaftar untuk melakukan hal-hal yang diperlukan untuk membuat statusnya menjadi valid.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemberian Keterangan Status Wajib Pajak dalam Rangka Pelaksanaan Konfirmasi Status Wajib Pajak atas Layanan Publik Tertentu pada Instansi Pemerintah, status pemohon sebagai wajib pajak dinyatakan valid apabila pemohon memberikan data identitas selaku wajib pajak berikut NPWP yang sesuai dengan data dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Selain itu, pemohon juga harus telah menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk dua tahun pajak terakhir yang sudah menjadi kewajiban wajib pajak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Nasibmu Kini
Sekilas, Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang baru ini hanya mensyaratkan status penyedia sebagai wajib pajak yang valid. Secara formal, dengan pedoman tersebut SKF tidak diperlukan lagi karena cukup dilakukan melalui KSWP oleh instansi pemerintah.
Namun, apabila lebih dicermati berdasarkan uraian di atas, status valid penyedia sebagai wajib pajak tidak hanya terbatas pada kebenaran NPWP dan data profil semata, melainkan juga mengenai validitas atas pemenuhan kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh dua tahun pajak terakhir. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyedia sebagai wajib pajak yang dinyatakan valid oleh aplikasi KSWP adalah penyedia yang juga memenuhi syarat untuk diberikan SKF.
Dengan demikian, walaupun SKF tidak diperlukan lagi dalam administrasi pengadaan barang/jasa pemerintah, tetapi semangatnya tetap terjaga dalam KSWP. Sehingga, penyedia sebagai wajib pajak yang bermaksud untuk mengikuti proses pengadaan barang/jasa pemerintah tetap harus memperhatikan pemenuhan kewajiban perpajakannya agar tidak ada kendala yang terjadi.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 497 kali dilihat