Aspek Perpajakan Jasa Maklon di Tengah Geger Gedhen Owner Skincare
Oleh: Komang Jnana Shindu Putra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Baru-baru ini, dunia maya dihebohkan dengan siaran langsung yang mengundang perhatian lebih dari 400 juta orang. Seorang kreator konten kondang melakukan sesi live saat berseteru dengan pemilik salah satu brand skincare populer. Kejadian ini menjadi viral, mengingat jumlah penonton yang luar biasa —lebih besar dari kapasitas stadion sepak bola terbesar di dunia! Namun, sorotan utama bukan hanya pada angka penonton yang fantastis, melainkan pada geger gedhen yang terjadi setelah content creator tersebut mengungkap dugaan adanya klaim berlebihan terkait kandungan produk skincare yang dijual.
Dalam video tersebut, sang kreator konten mengritik keras kandungan produk perawatan kulit yang diduga mengandung bahan yang tidak sesuai dengan klaim yang dijelaskan pada kemasan. Tentu saja, hal ini langsung memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk netizen, influencer, dan tentunya para pelaku bisnis di industri kecantikan. Tetapi, dalam diskursus ini, ada aspek penting yang tak kalah menarik, yaitu aspek perpajakan dari jasa maklon yang selama ini mungkin belum banyak mendapat sorotan, terutama dalam industri skincare.
Jasa maklon adalah layanan yang disediakan oleh perusahaan pihak ketiga untuk memproduksi produk sesuai dengan spesifikasi atau formula dari pihak lain. Dalam industri kosmetik dan skincare, jasa maklon sangat umum digunakan karena memungkinkan brand untuk fokus pada pemasaran dan pengembangan produk tanpa harus membangun fasilitas produksi atau membeli peralatan. Perusahaan maklon bertanggung jawab atas proses produksi, termasuk penyediaan formulasi, bahan baku, kemasan, hingga distribusi.
Namun, meskipun praktis, jasa maklon membawa tantangan dalam hal perpajakan, terutama karena melibatkan banyak pihak dan transaksi lintas batas. Ketentuan yang mengaturnya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008(PMK 141/2015). Jasa maklon merupakan pemberian jasa dalam rangka penyelesaian suatu barang tertentu yang pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa, sementara bahan baku dan spesifikasi produk disediakan oleh pengguna jasa. Kepemilikan barang jadi tetap berada pada pengguna jasa, yang berhak atas pemasaran dan distribusi produk tersebut.
Aspek Perpajakan
Dalam konteks perpajakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh penyedia jasa maklon dan penerima jasa (brand skincare). Di Indonesia, dua komponen pajak utama yang relevan untuk jasa maklon adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Jasa maklon dikenakan PPN sebesar 12% dengan menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 dari harga kontrak, sesuai dengan ketentuan baru yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah. PPN ini diterapkan pada transaksi antara brand skincare dan perusahaan maklon, termasuk jika perusahaan maklon juga menyediakan bahan baku atau kemasan. Berdasarkan PMK 141/2015, untuk transaksi ekspor, tarif PPN yang dikenakan adalah 0%. Hal ini mengacu pada prinsip destination principle, di mana PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam negeri, sedangkan untuk barang yang diekspor, tarif PPN menjadi 0%.
- Pajak Penghasilan (PPh)
Perusahaan maklon yang menerima pembayaran atas jasa produksinya wajib mematuhi ketentuan Pajak Penghasilan (PPh). Penghasilan yang diterima oleh perusahaan maklon dari jasa yang diberikan akan dikenakan PPh Pasal 23, dengan tarif pemotongan sebesar 2%. Selain itu, jika perusahaan maklon berbentuk badan usaha seperti PT, maka penghasilan lainnya dikenakan PPh Badan dengan tarif 22%.
- Transaksi Antar-Negara (EKspor-Impor)
Dalam banyak kasus, perusahaan maklon yang bekerja dengan brand internasional terlibat dalam transaksi ekspor-impor. Ini menambah kompleksitas kewajiban perpajakan, termasuk bea, cukai, dan pajak lain yang dapat berlaku tergantung pada negara asal dan tujuan produk. Kewajiban ini memerlukan transparansi dan kepatuhan yang tinggi agar tidak menimbulkan masalah perpajakan di kemudian hari.
Dampak Perseteruan pada Aspek Perpajakan
Perselisihan yang muncul akibat dugaan overclaim kandungan produk tentu memperburuk reputasi brand skincare yang terlibat, namun juga menguak pentingnya kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan. Jika terjadi ketidakpatuhan dalam pelaporan transaksi antara brand dan perusahaan maklon, atau jika produk yang dijual tidak memenuhi klaim yang benar, risiko penghindaran pajak meningkat. Hal ini bisa memicu audit pajak oleh otoritas yang berwenang, yang dapat berujung pada sanksi pajak bagi pihak yang terlibat.
Selain itu, perusahaan maklon yang terlibat dalam proses produksi barang yang bermasalah juga bisa terkena sanksi jika terbukti tidak mematuhi peraturan perpajakan. Dengan meningkatnya pengawasan dalam sektor ini, transparansi dalam pengungkapan informasi produk dan pelaporan pajak yang akurat menjadi sangat penting bagi kelancaran bisnis.
Penutup
Fenomena viral yang melibatkan perseteruan antara content creator dan pemilik brand skincare ini memberikan pelajaran penting, tidak hanya tentang transparansi dalam klaim produk, tetapi juga tentang pentingnya aspek perpajakan dalam industri skincare. Untuk pelaku bisnis di sektor jasa maklon, pemahaman yang mendalam tentang kewajiban perpajakan sangat penting agar bisnis dapat beroperasi dengan lancar tanpa terjebak dalam masalah hukum atau perpajakan. Ke depan, transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi perpajakan akan semakin menjadi kunci kesuksesan dalam bisnis skincare, terlebih dalam sektor jasa maklon yang terus berkembang pesat.
Sudah selayaknya para pelaku bisnis kecantikan ini mempercantik kepatuhan perpajakannya.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 232 kali dilihat