Oleh: Wisnu Saka Saputra, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Akhir-akhir ini banyak media memberitakan banyaknya negara yang berbondong-bondong serukan dedolarisasi. Fenomena tersebut membuat pelemahan mata uang dolar terhadap mata uang lokal.

Menurut data Reuters, pada akhir Maret 2023, penggunaan yuan dalam pembayaran dan penerimaan lintas batas mencapai 48,4%, sedangkan dolar Amerika Serikat turun menjadi 46,7%. 

Dedolarisasi merupakan penggantian dolar Amerika Serikat sebagai mata uang yang digunakan untuk transaksi lintas negara, salah satunya untuk transaksi perdagangan. Gerakan dedolarisasi menjadi fenomena global yang dipimpin oleh negara-negara maju yang mempunyai orientasi ekonomi yang sama.

Salah satunya ialah kelompok negara BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan yang berupaya mengurangi penggunaan dolar Amerika Serikat dalam bertransaksi antar negara.

Bahkan, BRICS akan segera meluncurkan mata uang baru untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dolar Amerika Serikat. BRICS akan mengambil inisiatif untuk membentuk lembaga yang mengatur regulasi seperti IMF atau World Bank, untuk membentuk mata uang bersama dalam bentuk digital.

Ketergantungan yang besar terhadap mata uang dominan tertentu untuk perdagangan internasional dan penyelesaian investasi dapat meningkatkan kerentanan dan meningkatkan risiko stabilitas keuangan. Negara-negara ASEAN juga melakukan dedolarisasi untuk mendongkrak nilai tukar mata uang lokal terhadap dolar Amerika Serikat.

 

Dedolarisasi bagi Eksportir Indonesia

Dedolarisasi bermanfaat untuk meningkatkan nilai rupiah dan menjaga stabilitas mata uang karena tidak bergantung kepada mata uang tertentu. Bila terjadi gejolak pada dolar, rupiah tetap stabil dan nilainya tidak tergerus.

Dedolarisasi juga menguntungkan para pelaku usaha yang melakukan ekspor. Pelaku usaha tidak perlu dipusingkan untuk melakukan penukaran mata uang dolar yang dapat menyebabkan kerugian selisih kurs.

Perdagangan internasional yang mengharuskan konversi dari rupiah ke dolar akan membuat devisa hasil ekspor tidak maksimal.

Selain itu, pemerintah juga diuntungkan dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan pelaku usaha. Pada akhirnya akan memberikan efek ganda kepada ekonomi nasional.

Indonesia dapat mencari peluang baru di pasar-pasar nondolar Amerika Serikat. Ini akan membantu mengurangi risiko yang timbul akibat fluktuasi mata uang utama dan membuka akses ke pasar yang lebih luas.

 

Strategi Tax Holiday dan Tax Allowance

Dedolarisasi merupakan salah satu akibat yang ditimbulkan atas kekhawatiran akan adanya resesi di tahun 2023 dan perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Indonesia perlu mengambil sikap atas krisis global yang akan dihadapinya, salah satunya dengan memberikan insentif tax holiday dan tax allowance.

Tax holiday terdengar unik dan seringkali memberikan kesalahpahaman atas istilah tersebut. Tax holiday bukanlah pajak yang dikenakan saat berlibur atau hari libur. Tax Holiday merupakan pemberian insentif pajak yang sering digunakan negara-negara berkembang dengan tujuan untuk menarik investasi asing secara langsung.

Pemerintah menambahkan kriteria wajib pajak yang diperbolehkan menerima fasilitas tax holiday yaitu menjalankan rencana penanaman modal paling lambat selama satu tahun setelah pengurangan Pajak Penghasilan Badan.

Sedangkan tax allowance adalah insentif yang diberikan pemerintah sebagai pengurang penghasilan kena pajak bagi investor yang dihitung berdasarkan jumlah investasi yang ditanamkan di bidang-bidang usaha daerah.

Pemberian fasilitas tax holiday dan tax allowance telah diatur dalam pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Terdapat tiga sisi perbedaan antara tax holiday dan tax allowance. Salah satunya dalam sisi fasilitas yang diberikan. Dalam tax holiday perusahaan akan mendapatkan pembebasan pajak penghasilan minimal selama 5 tahun dan maksimal selama 10 tahun sejak dimulainya produksi komersial.

Selain itu perusahaan diberikan potongan pajak penghasilan dari pajak terutang sebanyak 50% selama dua tahun. Sedangkan dalam tax allowance, perusahaan akan diberikan potongan pajak terutangnya sebesar maksimal 30% yang akan dihitung dari besarnya investasi yang ditanamkan serta kompensasi kerugian yang tidak lebih dari 10 tahun.

Kebijakan tax holiday dan tax allowance ditujukan untuk memperkuat daya saing ekspor Indonesia di tengah gonjang-ganjing perang dagang. Dua kebijakan tersebut sedang dikaji kembali oleh Kementerian Keuangan.

Pengkajian kembali dua fasilitas tersebut diharapkan bisa melengkapi permudahan investasi lain, seperti perizinan investasi secara daring dan terintegrasi serta rencana pemerintah untuk mengharmonisasi tarif bea masuk dan bea keluar.

Insentif tax holiday dan tax allowance bisa mendukung ekspor dan sangat efektif dalam mengurangi defisit neraca pembayaran. Investasi tersebut akan mendatangkan arus modal, sehingga neraca modal Indonesia kian bertambah. Dalam jangka panjang, banyaknya produk orientasi ekspor bikin neraca perdagangan semakin positif.

 

Kontribusi Ekspor bagi Perpajakan di Indonesia

Kebijakan dedolarisasi dan pemberian insentif tax holiday serta tax allowance memberikan tujuan yang sama yaitu memberikan stimulus bagi pelaku usaha terutama eksportir. Kegiatan ekspor ini tentunya sangat bermanfaat terhadap sektor perdagangan internasional, terlebih dalam memenuhi kebutuhan negara sekaligus memperoleh keuntungan guna meningkatkan pendapatan kas negara.

Kegiatan ekspor ini umumnya masuk ke dalam pemungutan pajak ekspor dan impor atas Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, maupun Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam hal ini para pelaku usaha dalam negeri justru dibebaskan dari pungutan bea. Pemerintah memberikan fasilitas restitusi atas barang yang di ekspor kepada para pelaku usaha.

Dengan adanya aspek perpajakan dalam kegiatan ekspor ini tentunya dapat membuat kegiatan tersebut lebih terorganisasi dalam setiap proses yang melekat di dalamnya. Selain itu, akan membantu meningkatkan aktivitas produktif dalam setiap transaksi perdagangan internasional, seperti aktivitas produktif terhadap bahan baku/penolong yang terus mendorong dan/atau membantu ekspansi usahanya.

 

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.