*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
Aku bukan Najwa Shihab, apalagi Larry King

Oleh: Suyani, Pegawai Direktorat Jenderal Paja
“Some people come in your life as blessings. Some come in your life as lessons” (Mother Theresa)
Ketika berinteraksi dengan orang lain, tak selalu kita bertemu dengan orang yang menyenangkan. Ada kalanya kita bertemu dengan orang yang “sulit”, yang memaksa kita untuk mengkondisikan hati agar kepala tetap dingin. Begitupun halnya dengan kami, para aparat pajak, ketika melakukan pekerjaan kami mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak yang menyumbang 85 persen pendapatan negara.
Sebut saja Pak Kumbang, pria baruh baya, wajib pajak pemilik usaha jasa pengiriman sebagaimana pengakuannya di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang ia laporkan. Sejak awal saya tertarik dengan profil Pak Kumbang ini. Insting saya berkata ada yang “aneh” pada laporan beliau ini. Tapi, saya bekerja harus profesional sesuai nilai Kementerian Keuangan yang pertama, yaitu profesionalisme. Sesuai asas self assessment yang dianut sistem perpajakan di Indonesia, saya harus percaya dengan apa yang dilaporkan Pak Kumbang, sepanjang tidak ada data yang mengatakan sebaliknya. Tanpa data, saya bisa apa?
Berbulan-bulan saya mengumpulkan data dan informasi tentang Pak Kumbang, mengolah data profil serta mempelajari proses bisnis Pak Kumbang. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Suatu hari saya mendapat data yang cukup signifikan. Peredaran usaha Pak Kumbang menurut data yang saya peroleh seharusnya sudah mencapai puluhan milyar, sangat jauh dibandingkan dengan yang dilaporkannya pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Armada angkutannya mencapai 15 buah truk, salah satu tunggangannya pun bermerek mentereng. Cukup kaya untuk ukuran sebuah kota kecil yang merupakan ibukota kabupaten termiskin kedua di Jawa Tengah. Dan yang cukup menarik, dari data yang saya dapat, bisnis Pak Kumbang bukanlah jasa pengiriman!
Nah, disinilah tugas saya harus dijalankan, edukasi dan mengawasi, sesuai Standar Operating Prosedur (SOP) yang telah ada. Harus diselesaikan secara profesional. SOP pertama, validasi data telah dilakukan, data valid! Kedua, melakukan klarifikasi data ke Pak Kumbang dengan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan atau SP2DK. Pak Kumbang diberi waktu 14 hari kerja sejak surat dikirim untuk datang memberikan klarifikasi sesuai SP2DK yang kami kirim. Jangka waktu empat belas hari kerja telah terlampaui, Pak Kumbang belum juga menampakkan diri. Alih-alih langsung melakukan usul pemeriksaan, saya memilih untuk melakukan kunjungan kerja ke Pak Kumbang terlebih dahulu. Siapa tahu setelah bertemu saya, Pak Kumbang luluh hatinya.
Surat Tugas dari Kepala Kantor untuk kami bertiga sudah saya kantongi. Kenapa bertiga, karena SOP dalam melakukan kunjungan mensyaratkan kami tidak boleh sendirian saat melakukan kunjungan, minimal berdua. Telepon dan pesan seluler saya meminta jadwal untuk bertemu tak digubrisnya. Akhirnya, saya dan tim langsung meluncur ke alamat rumahnya, akan tetapi kami tak berhasil menemui Pak Kumbang. Kami sambangi ke tempat parkir armadanya, hasilnya sama alias masih gagal bertemu. Singkat kata, dengan bantuan berbagai pihak, saya dan tim akhirnya bisa bertemu Pak Kumbang di lokasi usaha baru yang sedang dirintisnya, sebuah peternakan ayam moderen berlantai tiga yang masih dalam proses pembangunan.
Setelah memperkenalkan diri dan berbasa basi, saya sampaikan maksud dan tujuan kunjungan saya beserta tim. Lewat bahasa tubuhnya, saya bisa membaca sikap Pak Kumbang terhadap kami. Lewat humor-humor standar yang saya kuasai, saya berusaha mencairkan suasana kaku yang terasa. Dalam ilmu komunikasi disebut teknik memecah kebekuan (ice breaking). Teknik pacing dan segala macam teori teknik komunikasi yang pernah saya dapat dalam pelatihan komunikasi, saya coba. Semua saya coba demi bisa berkomunikasi dengan Pak Kumbang agar pesan yang saya sampaikan bisa diterima dengan baik olehnya. Dua jam saya mencoba membangun komunikasi dengan Pak Kumbang. Saya jelaskan mulai dari apa itu pajak dan peruntukannya untuk apa, sistem self assessment, kesempatan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), daluarsa penetapan dan kemungkinan upaya penegakan hukum yang bisa dilakukan terhadapnya.
Tak lupa saya mengajak Pak Kumbang untuk terbuka akan bisnisnya yang sebenarnya dan saya sampaikan data-data yang ada. Tapi sikap defensif dan benteng yang dibangun Pak Kumbang terlalu kuat untuk ditembus. Ajakan saya untuk bekerja sama agar menemukan solusi atas masalahnya tak ditanggapi oleh Pak Kumbang. Tak jarang malah Pak Kumbang berusaha mengalihkan topik pembicaraan dan fokus saya dengan menyebut kasus Gayus dan keberadaan Wajib Pajak lain yang menurutnya belum membayar pajak dan belum tersentuh aparat pajak.
Ya sudahlah, saya memang bukan Najwa Shihab yang pandai memancing orang berbicara lewat pertanyaan-pertanyaan cerdasnya. Apalagi meniru Mr. Larry King yang pandai memandu acara bincang-bincang menjadi interaktif dan enak ditonton. Komunikator yang baik bukanlah yang pandai berbicara, melainkan mereka yang pintar bertanya, begitu kata Mr. Larry King. Saya masih harus banyak belajar dan berlatih terutama cara menyampaikan kabar buruk agar bisa diterima dengan hati legowo. Siapa sih yang suka didatangi aparat pajak, begitu bukan?
Sungguh, saya merasa kecewa dan gagal menjalankan tugas saya dalam memberi edukasi kepada klien saya. Saya lebih suka apabila klien saya dengan senang hati membetulkan sendiri laporannya tanpa merasa terpaksa dan tidak sampai dilakukan penegakan hukum terhadapnya. Dan yang terpenting adalah kesadarannya untuk membayar pajak dengan benar berkelanjutan. Percayalah, hal itu merupakan kebahagiaan dan keberhasilan tertinggi aparat pajak macam saya.
Mungkin saat Pak Kumbang dulu sekolah, sosialisasi belum sampai menjamah sekolah dan belum semasif sekarang. Saya bantu doa saja ya Pak, semoga Alloh membukakan hati Bapak, agar segera sadar bahwa Indonesia masih butuh uluran tangan warganegaranya yang baik untuk berpartisipasi agar seluruh rakyatnya sejahtera. Selebihnya, biarlah teman-teman saya di divisi lain yang membantu menghitungkan kewajiban Pak Kumbang yang seharusnya ditunaikan kepada negara. (*)
- 233 kali dilihat