
Penyuluh Pajak Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat III Lala Krisnalia menyampaikan reformasi sektor perpajakan di era ekonomi digital dalam acara seminar “Development in Technology:Taxation at Digital Era” yang diselenggarakan oleh Tax Center Institut Agama Islam Tazkia di Sentul, Bogor (Senin, 26/12).
“Dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, dari pendapatan negara sebesar Rp2.266,2 triliun, sebesar Rp1.784 triliun atau 78,72% berasal dari penerimaan pajak. Sedangkan sisanya sekitar 21,28% berasal dari pendapatan negara bukan pajak dan hibah. Selanjutnya, pendapatan negara tersebut digunakan untuk belanja pusat maupun daerah,” tutur Lala.
Di hadapan para civitas akademika, Lala juga menuturkan bahwa kinerja APBN 2022 menjadi pendorong penting menghadapi dinamika saat ini dan keberlanjutan pada APBN 2023. “Di tengah risiko ketidakpastian global yang eskalatif, peran APBN sebagai shock absorber perlu dijaga agar tetap berfungsi optimal,” tegasnya.
Untuk menghadapi tantangan pembangunan dengan sumber pendanaan terbesar yang berasal dari sektor perpajakan, maka DJP telah menetapkan pilar reformasi perpajakan. Tujuan utama dari pilar reformasi perpajakan adalah ketaatan sukarela (voluntary compliance) dari para wajib pajak dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan.
Dalam rangka memberikan payung hukum terkait dengan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) di era ekonomi digital ini, pemerintah telah menerbitkan peraturan atau regulasi terkait yaitu PER-12/PJ/2020 dan PMK- 60/PMK.03/2022.
“Tujuannya untuk memberikan kepastian hukum pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui PMSE, memberikan kesetaraan perlakuan antara pelaku usaha konvensional dan digital baik di dalam negeri maupun di luar negeri, menyelaraskan ketentuan mengenai tarif dan pelaporan PPN dan mengoptimalisasi penerimaan pajak tentunya,” jelas Lala.
Untuk meningkatkan layanan secara digital kepada wajib pajak, DJP telah melakukan inisiatif digitalisasi sesuai dengan siklus perpajakan mulai dari pendaftaran, penghitungan, pembayaran hingga pelaporan.
“Pendaftaran NPWP bisa dilakukan secara online (e-Registration), validasi NPWP dan perubahan data wajib pajak juga bisa secara online. Selanjutnya, DJP juga sudah mengembangkan fitur penghitungan pajak dengan adanya e-Faktur, e-Bupot 23/26, e-Bupot Unifikasi dan e-Bupot Bendahara,” sebutnya.
“Kemudian untuk pembayaran dapat dilakukan melalui e-Billing. Selanjutnya inisiatif digital pelaporan diwujudkan dengan adanya e-Filing, redesain formulir SPT dan e-Form. DJP juga telah mengembangkan inisiatif digitalisasi untuk eksternal lainnya seperti inisiatif program 3C (Click, Call, dan Counter), e-TPA (Tax Payer Account) dan e-Meterai,” imbuhnya..
Penggunaan teknologi digital tidak hanya difokuskan pada pelayanan, tetapi juga pengawasan dan kepatuhan wajib pajak. Upaya ini sesuai dengan visi Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), yakni menjadikan sistem informasi administrasi perpajakan mudah, andal, terintegrasi, akurat, dan pasti untuk optimalisasi pelayanan dan pengawasan.
Di akhir sesi nya, Lala juga mengulas secara singkat kebijakan perpajakan baru yaitu pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Jadi, sejak 14 Juli 2022 kita sudah bisa menggunakan NIK sebagai NPWP. Dalam masa transisi ini seluruh wajib pajak kami ingatkan untuk melakukan pemutakhiran data mandiri atau validasi data NPWP melalui laman DJPonline. Sehingga, per 1 Januari 2024 nanti seluruh layanan administrasi perpajakan dan layanan lain yang membutuhkan NPWP, sudah menggunakan NPWP dengan format baru,” ucap Lala.
Pewarta: Faridha Dwiyanti Fitrianingrum |
Kontributor Foto: Tim Dokumentasi |
Editor: Yeni Puji Susilo Haripurnomo |
- 16 views