Surabaya, 7 Desember 2022 - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Timur I (Kanwil DJP Jatim I) menyelenggarakan Sosialisasi Perpajakan Kurator dan Kepailitan di Aula Lantai 8 Gedung Kanwil (Rabu, 7/12). Sosialisasi ini merupakan upaya memberikan pemahaman mengenai hak dan kewajiban perpajakan kurator baik sebagai orang pribadi maupun sebagai kuasa wajib pajak pailit agar kepatuhannya meningkat.
Kepala Kanwil DJP Jatim I John Hutagaol menyampaikan keynote speech dalam menjalankan hak dan kewajiban, Wajib Pajak Badan yang dinyatakan pailit diwakili oleh kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Kurator sesuai pasal tersebut memiliki peranan penting sebagai pihak yang mendapatkan kuasa dalam hal wajib pajak mengalami pailit. Kurator sebagai wakil atau kuasa dari wajib pajak yang pailit agar dapat memenuhi hak dan kewajiban perpajakan kurator dan kewajiban perpajakan dari wajib pajak yang pailit.
Hadir sebagai narasumber pada kegiatan sosialisasi ini M. Hadi Shubhan selaku Guru Besar Hukum Kepailitan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Sriadi Setyanto selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Surabaya Genteng, dan Doni Budiono selaku Anggota Bidang Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). Peserta yang hadir langsung pada kegiatan sosialisasi ini adalah kurator yang berada di Kota Surabaya dan hadir melalui zoom meeting adalah kurator yang lain yang tergabung di AKPI.
Tugas kurator diantaranya mengamankan harta kekayaan debitur, pencatatan, pengumuman, pemanggilan, pembukuan (pembuatan daftar)/dokumentasi, pencocokan (verifikasi), melanjutkan usaha debitur, laporan rutin kepada hakim pengawas, dan lain sebagainya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (KPKPU). Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Kreditur dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu kreditur separatis (memegang jaminan kebendaan, contoh bank dan multifinance), Kreditur preferen (tidak memegang jaminan kebendaan tapi ada undang-undang yang menentukan bahwa ia didahulukan, contoh pajak, buruh, bea cukai) dan Kreditur konkuren (tidak memegang jaminan kebendaan dan tidak ada undang-undang yang menentukan untuk didahulukan, contoh konsumen perumahan, suplier). M. Hadi Shubhan dalam paparannya menyampaikan ada dua kreditur super preferen yaitu upah buruh berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No 67/PUU-XI/2013 dan pajak berdasarkan pasal 21 ayat 3 UU KUP.
Kedudukan negara sebagai kreditur preferen sesuai dengan Pasal 21 (1) UU KUP mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Demikian pula kaitannya dengan Pasal 1134 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya. Gadai dan hipotik lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya. Kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu sebagaimana diatur secara khusus oleh UU KUP menyebabkan negara memiliki hak mendahulu atas barang-barang milik penanggung pajak dan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur separatis maupun kreditur konkuren dalam UU Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Narahubung :
Budi Susanto
Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Kanwil DJP Jawa Timur I
- 93 views