Jika Anda Guru, Begini Jelaskan Pajak pada Para Murid

Oleh: Akhmad Isma’ul, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Ing ngarsa sung tuladha, di depan memberi teladan.
Ing madya mangun karsa, di tengah menjadi pelopor.
Tut wuri handayani, dari belakang memberi dorongan.
Menyambut Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November mendatang, tidak salah jika kita mengawali dengan semboyan fenomenal yang begitu menginspirasi dan mencerahkan dari seorang Raden Soewardi Soerjaningrat atau biasa disebut Ki Hajar Dewantara, yang dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
Guru, adalah salah satu sosok yang sangat berjasa dalam hidup kita. Maju tidaknya pendidikan suatu negara, tidak terlepas dari campur tangan para guru. Tanpa keuletan dan kesabaran mereka, barangkali kita tidak akan sampai pada titik ini. Berkat perjuangan yang telah dilakukan oleh para guru di tanah air tersebut, melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, pemerintah menetapkan tanggal berdirinya PGRI sebagai hari guru nasional.
Lantas, sebagai seorang pendidik, bagaimana cara para guru menanamkan kesadaran pajak kepada para muridnya sejak dini?
Menanamkan Kesadaran Pajak Sejak Dini
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.” Jika menjelaskan pengertian tersebut di hadapan murid-murid sekolah dasar, tentu mulut mereka akan menganga, mata mereka akan melotot, kepala mereka akan berasap.
Pemahaman tentang pajak seharusnya telah ditanamkan sejak dini, sejak murid menginjak sekolah dasar agar ketika beranjak dewasa mereka telah paham peran dan kontribusi apa yang dapat mereka berikan kepada negara. Tentu, penjelasan tersebut harus disampaikan dengan konsep sederhana yang mudah mereka terima. Pertanyaannya, bagaimana caranya?
Sejak kelas satu sekolah dasar, tentu kita semua telah mengetahui konsep kas kelas. Berangkat dari situlah konsep pajak dijelaskan.
Dalam suatu kelas, umumnya terdapat struktur kelas berupa ketua, bendahara, dan sekretaris kelas. Pejabat kelas yang mengurus masalah keuangan kelas, termasuk kas kelas, adalah bendahara kelas. Menarik. Kita akan membahas lebih lanjut tentang ini.
Pertama, menetapkan manfaat atau tujuan diadakannya kas kelas. Biasanya semua murid akan sepakat bahwa tujuan diadakan kas kelas di antaranya: pengeluaran kelas yang mendadak seperti membeli peralatan untuk kelas, meringankan beban teman kelas jika ada anggotanya yang sakit, atau dapat digunakan untuk mengadakan rekreasi bersama pada akhir tahun.
Kedua, yang perlu dibahas adalah besaran nominal kas kelas. Misalnya, Rp1.000,00 per hari, Rp2.000,00 per minggu, atau Rp10.000,00 per bulan. Pastikan tidak ada yang merasa keberatan dengan nominal tersebut sehingga kas kelas dapat berjalan dengan baik untuk periode yang lama.
Ketiga, bendahara kelas biasanya menetapkan periode penagihan kas. Apa itu? Maksudnya adalah masa atau waktu bendahara kelas melakukan penagihan ke semua teman di kelas. Misalnya, per hari, per minggu, atau mungkin per bulan.
Keempat, agar anggota kelas disiplin dan tepat waktu dalam membayar, berdasarkan persetujuan bersama, bendahara kelas akan menetapkan denda. Misalnya, yang terlambat membayar kas harus juga membayar denda sebesar Rp500 atau harus bersedia menerima ‘hukuman’ berupa membersihkan kelas atau menghapus tulisan di papan tulis, tentu, di samping jadwal piket hariannya.
Analogi Pajak Melalui Kas Kelas
Demikian pula pajak. Apabila guru telah mengingatkan kembali tentang konsep kas kelas ini, maka tak sulit bagi para murid untuk memahami konsep pajak. Lalu, berapa besaran pajak yang harus dibayar, kapan membayarnya, dan apakah ada denda yang dikenakan bila terjadi keterlambatan pembayaran?
Ing ngarsa sung tuladha
Ambil contoh, bahwa ayah murid adalah seorang pengusaha UMKM yang telah memenuhi kriteria untuk menggunakan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018. Pada periode Januari-Mei 2022, usahanya telah beromzet Rp500 juta. Sedangkan Juni hingga Desember, ayah murid rutin memperoleh omzet Rp100 juta/bulan. Sehingga, ayah murid berkewajiban membayar pajak UMKM sebesar 0,5% yaitu Rp500 ribu/bulan dan wajib disetor paling lambat tanggal lima belas bulan berikutnya.
Jumlah Rp500 ribu adalah besaran nominal “kas” yang disepakati. Tanggal 15 bulan berikutnya adalah batas pembayaran “kas”. Sedangkan untuk keterlambatan pembayaran, dikenakan sanksi sebesar 2% dari jumlah pajak yang kurang dibayar dikalikan dengan jumlah bulan terlambat—Inilah denda pembayaran “kas” yang disepakati.
Guru berdiri di depan kelas, memberikan contoh konkret analogi kas kelas dengan pajak tersebut dengan cara yang menyenangkan.
Ing madya mangun karsa
Setelah itu, guru berjalan berkeliling seisi kelas, menjelaskan manfaat pajak secara umum antara lain: membiayai pengeluaran negara yang bersifat memberikan keuntungan seperti proyek produktif barang ekspor, membiayai pengeluaran umum seperti pembangunan fasilitas umum yang bisa dinikmati masyarakat, membiayai pengeluaran produktif seperti penyaluran bantuan bagi nelayan dan petani, dan membiayai pengeluaran tidak produktif seperti mendanai pembelian senjata perang untuk tentara.
Bangun inisiatif para murid dengan meminta mereka mengangkat tangan dan menyebutkan satu per satu manfaat apa yang bisa didapatkan dari uang pajak, tentunya dengan bahasa yang mereka pahami.
Dengan begitu, akan tertanam di bawah alam sadar murid bahwa kelak, di samping akan mendapatkan haknya selaku warga negara dan pembayar pajak, mereka juga harus menunaikan kewajiban berupa menyisihkan sebagian penghasilannya. Memang balas jasa tersebut tidak langsung, tetapi manfaat tersebut dapat terlihat melalui pembangunan fasilitas kesehatan yang memadai, jalanan yang tidak rusak, sampai uang sekolah yang digratiskan.
Tut wuri handayani
Guru berpindah ke bagian paling belakang, lalu mintalah salah seorang murid maju di depan kelas dan tunjuklah ia menjadi agen perubahan yang menjadi penggerak murid lainnya untuk bersedia membayar kas kelas secara sukarela. Bermula dari situ, diharapkan kesadaran para murid dalam membayar kas kelas tidak perlu dipertanyakan lagi.
Sehingga ketika kelak mereka beranjak dewasa, mereka akan paham kontribusi apa yang dapat mereka berikan untuk negara. Sebagaimana ungkapan John Fitzgerald Kennedy, “Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negara.”
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 256 views