Mengurai Benang Kusut Perubahan Kode Billing Instansi Pemerintah

Oleh: Fajar Triyanto, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Perubahan subjek pajak pada kode billing Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 59/PMK.03/2022 menimbulkan permasalahan baru bagi sebagian bendahara instansi pemerintah. Bagaikan benang kusut, permasalahan semakin rumit karena kode billing dibuat dengan format lama dan telanjur dibayar.
Saya jadi teringat sebuah kalimat Enoch Arnold Bennett, penulis Britania Raya 1867-1931 yang mengatakan bahwa setiap perubahan, bahkan perubahan menjadi lebih baik, selalu disertai dengan kekurangan dan ketidaknyamanan.
PMK Nomor 59/PMK.03/2022 sebagai perubahan atas PMK Nomor 231/PMK.03/2019 merupakan bagian dari paket regulasi yang berisi empat belas PMK yang terbit pada akhir Maret 2022 sebagai penyempurnaan berbagai regulasi perpajakan. Salah satu poin penting dalam PMK Nomor 59/PMK.03/2022 adalah mengenai pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak bagi instansi pemerintah.
Lampiran VIII angka 7 dalam PMK Nomor 59/PMK.03/2022 mengatur bahwa instansi pemerintah menyetor PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak atas nama instansi pemerintah. PMK tersebut dinyatakan mulai berlaku 1 Mei 2022.
Meskipun terdapat fiksi hukum yaitu asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio jures de jure), tetapi jeda waktu yang terbilang singkat tersebut tak pelak menimbulkan permasalahan bagi sebagian bendahara instansi pemerintah yang belum sepenuhnya memahami implementasi peraturan tersebut. Tidak hanya dari sisi regulasi, tetapi diperlukan juga pemahaman implementasi ketentuan tersebut untuk menghindari kesalahan pada saat pembuatan kode billing PPN atau PPnBM.
Apabila merujuk pada ketentuan lama sebelum PMK Nomor 59/PMK.03/2022 berlaku, pada saat membuat kode billing PPN atau PPnBM, pada bagian subjek pajak tersebut dipilih NPWP lain/non-NPWP dan memasukan NPWP rekanan atau lawan transaksi, sehingga nanti dalam kode billing yang telah dibuat terdapat dua NPWP yaitu NPWP instansi yang bersangkutan dan NPWP rekanan.
Setelah berlakunya PMK Nomor 59/PMK.03/2022, maka pada saat membuat kode billing PPN atau PPnBM, pada bagian subjek pajak tersebut harus dipilih NPWP sendiri, bukan NPWP lain/non-NPWP, sehingga dalam cetakan billing NPWP yang tercantum hanyalah NPWP instansi yang bersangkutan dan sama sekali tidak mencantumkan NPWP lain/non-NPWP. Dalam kode billing yang dibuat nantinya hanya berisi NPWP instansi pemerintah itu sendiri.
Saat ini, pembuatan kode billing bisa dilakukan secara mandiri oleh bendahara dengan mengakses laman www.pajak.go.id. Langkah selanjutnya adalah melakukan login menggunakan akun pajak dengan memasukan NPWP, Electronic Filing Identification Number (EFIN), dan kode captcha yang tercantum. Setelah berhasil login, pilih pada menu pembuatan billing PPN atau PPnBM, dan mengisi seluruh kolom seperti memilih jenis pajak, jenis setoran dan isian lainnya, dan memastikan pada bagian subjek pajak tersebut harus dipilih NPWP sendiri, bukan NPWP lain/non-NPWP.
Setelah kode billing telah berhasil dibuat dengan benar, tahap selanjutnya adalah pembayaran. Cara pembayaran pajak saat ini semakin mudah. Pembayaran pajak dapat dilakukan melalui anjungan tunai mandiri (ATM), teller bank, kantor pos bahkan saat ini pembayaran pajak dapat dilakukan secara daring melalui internet, aplikasi perbankan, bahkan beberapa toko daring sudah menyediakan fitur pembayaran pajak. Mudah bukan?
Selanjutnya, bagaimana apabila ternyata kode billing PPN atau PPnBM dibuat dengan format lama dan telanjur dibayar? Tidak perlu khawatir jika ternyata kode billing PPN atau PPnBM sudah dibuat dengan mengisi NPWP rekanan/NPWP lain dan terlanjur menyetorkannya karena hal tersebut dapat diperbaiki dengan mengajukan pemindahbukuan sebagaimana diatur dalam ketentuan PMK Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.
Pemindahbukuan merupakan proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai yang dapat diajukan oleh wajib pajak dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak. Salah satu bentuk pemindahbukuan adalah karena adanya kesalahan dalam pengisian formulir surat setoran pajak (SSP), surat setoran pabean, cukai, dan pajak (SSPCP), baik menyangkut wajib pajak sendiri maupun wajib pajak lain.
Selain melayani permohonan pemindahbukuan secara manual, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga telah menyediakan layanan permohonan pemindahbukuan secara daring melalui e-PBK yang tersedia pada laman pajak.go.id. Layanan e-PBK merupakan sebuah inovasi yang dilakukan oleh DJP untuk meningkatkan pelayanan perpajakan walaupun pemindahbukuan tersebut masih terbatas untuk wajib pajak yang sama saja.
Dengan adanya e-PBK ini, maka wajib pajak tidak perlu lagi datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mengajukan permohonan pemindahbukuan. Saat ini, fitur e-PBK ini baru dilaksanakan pada sepuluh KPP Pratama yaitu KPP Pratama Tigaraksa, Semarang Barat, Kebumen, Jakarta Pluit, Serpong, Kosambi, Bandung Cibeunying, Surabaya Rungkut, Gianyar, dan Tangerang Barat.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 347 views