Oleh: Hepy Cahyadi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Beleid Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112/PMK.03/2022 adalah tonggak pencapaian penggunaan NIK sebagai NPWP. PMK tersebut mengatur tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi.

NIK sebagai nomor basis data kependudukan di Indonesia diharapkan mampu menjadi Single Identity Number (SIN) yang lebih luas kemanfaatannya. Integrasi beberapa nomor penting seperti NPWP, SIM, paspor menjadi SIN akan membawa dampak ekonomi biaya rendah.

SIN yang valid akan membantu Kementrian Sosial  menyalurkan bantuan sosial  tepat sasaran kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau saat ini yang sedang dibagikan, yakni BLT dampak dari BBM. Contoh lain, pemerintah tidak perlu membebani pengguna BBM untuk daftar di aplikasi MyPertamina jika SIN telah diimplementasikan secara nasional di seluruh instansi/lembaga/kementerian.

 

Praktik Terbaik SIN di Dunia

Di Singapura, NPWP dikenal dengan istilah Tax Identification Number (TIN) yakni  sembilan atau sepuluh digit nomor yang diberikan kepada warga negara dan pebisnis oleh Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS-otoritas perpajakan Singapura) untuk tujuan perpajakan.

TIN unik untuk setiap wajib pajak dan digunakan untuk mengajukan pajak, mendaftar untuk skema pajak, dan transaksi pemerintah lainnya. Anda akan menemukan dua istilah ketika mengacu pada NPWP di Singapura : Tax Reference Number (TRN) dan Unique Entity Number (UEN).

Perbedaannya adalah Nomor Referensi Pajak (TRN) ditetapkan untuk Warga Negara Singapura dan Penduduk Permanen oleh IRAS, sedangkan Nomor Entitas Unik (UEN) dikeluarkan untuk bisnis oleh Accounting and Corporate Regulatory Authority of Singapore (ACRA). Sebelum Januari 2009, pebisnis menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk keperluan pelaporan pajak. Mereka kemudian kembali ke UEN setelah pemerintah mengubah kebijakan mereka.

Pemanfaatan SIN di dunia bukanlah barang baru, ada beberapa negara yang telah menggunakan SIN untuk memudahkan administrasi pemerintahan. Kita tengok negara satu benua dengan Indonesia yakni India.

India menerapkan SIN dengan nama The Unique Identification Authority of India disingkat UIDAI. Proyek SIN ini dimulai sejak tahun 2006 yang diinisiasi oleh Departemen Teknologi Informasi, Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi, India. Nomor UIDAI pertama dikeluarkan pada 29 September 2010 untuk warga Nandurbar, Maharashtra.

Pada 12 September 2015, pemerintah merevisi alokasi aturan bisnis untuk melampirkan UIDAI ke Departemen Elektronika dan Teknologi Informasi, Kementerian Komunikasi dan Informatika saat itu. Tujuan utama proyek ini adalah mengurangi data palsu atau data ganda warga negara.

Melalui UIDAI pengurusan paspor di India lebih cepat karena verifikasi data tidak manual. Warga tidak perlu melampirkan fotokopi dokumen identitas seperti di Indonesia. Pengurusan rekening tidak perlu data fisik seperti fotokopi KTP.

Pemerintah India juga tidak kesulitan untuk menyalurkan subsidi bahan bakar gas secara tepat sasaran bagi warga miskin. UIDAI juga memudahkan penyaluran uang pensiunan kepada warga India yang telah memasuki masa purnabakti. Keuntungan lain dari UIDAI yang sejalan dengan era digital saat ini adalah mendapat fasilitas loker digital semacam Google Drive untuk menyimpan dokumen pribadi dalam server resmi pemerintah.

Nomor identitas warga India sebenarnya juga belum sepenuhnya terintegrasi dalam SIN. Di India nomor kartu UIDAI disebut juga nomor AADHAR atau UID. Selain kartu UIDAI, di sana juga terdapat kartu PAN atau Permanent Account Number. Perbedaan fungsi dari kedua kartu tersebut adalah PAN untuk identifikasi penggelapan pajak dan transaksi keuangan sedangkan kartu UIDAI untuk identifikasi skema kesejahteraan menghindari penipuan identitas. PAN sifatnya wajib seperti NPWP yang bisa dimiliki warga India maupun non-India yang berbisnis di negara tersebut, sedangkan UIDAI sifatnya sukarela dan hanya dimiliki oleh warga India saja.

 

SIN di Indonesia

Pada tahun 2017 DJP pernah menginisiasi SIN dengan tajuk Kartin1. Setidaknya sudah ada upaya pemerintah (DJP) yang mengarah kepada integrasi identitas tunggal guna penggalian potensi pajak.

Dengan adanya penggabungan NIK menjadi NPWP adalah langkah maju menuju SIN yang sebenarnya. DJP sebagai otoritas perpajakan sebaiknya hanya di posisi sebagai pengguna (user) dari SIN dan bukan sebagai pencipta (creator). Tanpa menafikan DJP yang hanya setingkat direktorat, Kementerian Dalam Negeri lebih tepat untuk mengelola manajemen SIN. DJP lebih fokus kepada pengolahan data ekternal potensi perpajakan (non-filer) untuk mencapai rasio pajak yang ideal minimal setingkat negara-negara ASEAN.

Saat ini negara kita sedang dihebohkan dengan peretasan data milik pemerintah. Sejumlah pejabat publik serta lembaga swasta (pengurus Narasi – najwa sihab) menjadi korban peretasan hacker. Untungnya data mereka masih sebatas data umum dan bukan spesifik yang membahayakan ranah prifat.

Dalam kaitan dengan NPWP yang direncanakan menjadi SIN yang digagas sejak era Direktur Jenderal Pajak Hadi Purnomo, ide SIN merupakan ide brilian dan sayangnya sampai saat ini belum terealisasi. Namun, pertukaran data dari eksternal yang bisa diakses DJP semakin luas, seperti saldo rekening, laporan laba rugi, atau dokumen ekspor impor dari Bea Cukai.

Konsep NPWP menjadi SIN adalah ketika petugas pajak mengimput data SIN di aplikasi perpajakan maka akan muncul secara otomatis dan terintegrasi data eksternal dari semua instansi terkait secara dinamis dan terbarui.

Misalnya data saldo rekening, transaksi lalu lintas uang dari PPATK, jumlah aset tanah, bangunan, kendaraan, pergerakan paspor lintas negara realtime, data jual beli barang berharga emas, saham, sukuk secara waktu nyata.

Kegamangan kemudian muncul manakala ‘Bjorka’ dengan mudah mengacak-acak keamanan data pemerintah. Perlu keamanan berlapis untuk mengamankan data warga negara. Kita bisa mengadopsi SIN di India melalui kartu UIDAI yang sangat bermanfaat (useful) namun sifatnya sukarela, atau tetap menjadi NPWP seperti PAN di India atau TRN di Singapura.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.