NIK Sebagai NPWP: Kunci Transformasi Pelayanan Publik

Oleh: Luh Putu Benita Sari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pelayanan publik menjadi salah satu fungsi yang tak dapat dilepaskan dari jalannya roda pemerintahan. Pelayanan publik digunakan sebagai instrumen pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa publik kepada masyarakat demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Oleh karena itu, kualitas pelayanan publik saat ini acap kali dianggap sebagai salah satu indikator keberhasilan suatu pemerintahan.
Sebagai kontraprestasi tidak langsung dari pajak yang mereka bayarkan, masyarakat tentu memiliki harapan besar akan pelayanan publik yang berkualitas. Pemerintah selaku penyelenggara pelayanan publik dituntut untuk memenuhi ekspektasi tersebut, tidak terkecuali Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Bagi DJP, sejak reformasi perpajakan dan penerapan self-assessment tahun 1983, pelayanan publik telah menjadi aspek penting untuk mencapai penerimaan dan kepatuhan pajak yang optimal.
Baik secara langsung maupun tidak, kualitas pelayanan publik yang diberikan pemerintah telah berkontribusi pada persepsi dan kepuasan masyarakat. Persepsi dan kepuasan tersebutlah yang selama ini menjadi fondasi untuk membangun kepatuhan masyarakat dalam membayar dan melaporkan pajak yang menjadi kewajibannya. Sehingga tidak berlebihan jika DJP senantiasa melakukan perbaikan dan pengembangan dalam pelayanan publik yang diberikan.
Hari Pajak Tahun 2022 menjadi momentum besar dalam pelayanan publik di bidang perpajakan. Pada kesempatan tersebut, pemerintah resmi menerapkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah (PMK-112/2022).
Melalui ketentuan tersebut, pemerintah secara bertahap akan mengimplementasikan NIK sebagai nomor identitas yang digunakan oleh wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Penerbitan PMK-112/2022 merupakan konsekuensi hukum dari beberapa undang-undang yang telah terbit sebelumnya, yaitu Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Undang-Undang Administrasi Kependudukan.
Dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, secara jelas disebutkan bahwa NIK digunakan sebagai NPWP bagi wajib pajak orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia. Uniknya, hal serupa juga disebutkan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan, jauh sebelum terbitnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Undang-Undang Administrasi Kependudukan mengatur bahwa NIK menjadi nomor identitas tunggal untuk semua urusan pelayanan publik dan digunakan di seluruh penyelenggaraan pelayanan publik oleh pemerintah. Sehingga kebijakan penerapan NIK sebagai NPWP dapat kita lihat sebagai satu langkah untuk mewujudkan administrasi pelayanan publik dengan satu instrumen kunci utama (primary key), yaitu NIK.
Dalam perspektif pelayanan publik, kebijakan penerapan NIK sebagai pengganti NPWP dapat memberikan berbagai manfaat, tidak hanya bagi pengguna layanan, tetapi juga bagi penyelenggara pelayanan publik. Pengguna layanan akan memperoleh layanan yang lebih cepat dan juga akurat dari penggunaan NIK sebagai primary key dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Di sisi lain, penyelenggara pelayanan publik juga akan memperoleh manfaat dari peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan data pengguna layanan karena kesamaan primary key dalam berbagai jenis layanan publik, seperti pajak, ekspor-impor, perizinan, administrasi hukum, dan layanan publik lainnya.
Berbagai kemudahan dan manfaat bagi pengguna layanan dapat dirasakan dari penerapan NIK sebagai NPWP. Dalam hal kemudahan akses layanan, penggunaan NIK sebagai NPWP akan meringankan beban pengguna layanan untuk mengingat atau menyimpan nomor identitas yang dibutuhkan. Masyarakat sebagai pengguna layanan tidak perlu menyimpan dua kartu berbeda, Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu NPWP, dan bahkan hanya perlu mengingat NIK masing-masing untuk dapat memperoleh layanan publik.
Dalam hal kecepatan dan keakuratan pelayanan publik, masyarakat akan diuntungkan dari pelayanan yang lebih cepat dan akurat karena layanan publik yang akan lebih terintegrasi dari penggunaan single primary key, yaitu NIK. Seperti layanan konfirmasi status wajib pajak (KSWP) yang banyak digunakan dalam layanan perizinan saat ini, yang akan lebih akurat setelah implementasi NIK sebagai NPWP.
Bagi penyelenggara layanan, penerapan NIK sebagai NPWP juga memberikan berbagai manfaat. Penyelenggaraan layanan publik akan lebih efektif dan efisien karena data layanan dapat diproses dan diolah dengan lebih cepat. Selain itu, penggunaan NIK sebagai single primary key dalam pelayanan publik di DJP dan instansi pemerintah lainnya juga akan memudahkan integrasi layanan, sehingga pemberian layanan dapat dilakukan dengan lebih efisien, baik bagi pengguna layanan maupun bagi penyelenggara layanan publik.
Penggunaan NIK dalam penyelenggaraan pelayanan publik, termasuk layanan perpajakan di DJP merupakan bentuk implementasi single identity number (SIN). Konsep SIN sudah dikenal dan diterapkan di banyak negara, seperti Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, India, Malaysia, dan Thailand.
Di Amerika Serikat, masyarakat diberikan social security number (SSN) sebagai identitas dalam urusan jaminan sosial dan kewajiban pajaknya. Begitupun di negara-negara lain yang menerapkan SIN, pemerintah negara tersebut memberikan satu nomor identitas kepada masyarakat yang dapat digunakan untuk mengakses berbagai layanan publik.
Penggunaan NIK sebagai NPWP bukan tanpa cela. Penggunaan NIK sebagai SIN di Indonesia adalah sebuah konsep yang sangat baik dalam konteks pelayanan publik. Namun, penggunaan single primary key ini memunculkan isu keamanan data yang harus direspons dengan tepat.
Pemerintah dituntut untuk mampu menjamin keamanan dan kerahasiaan data NIK dari risiko kebocoran data. Jika sampai terjadi, kebocoran data tersebut berpotensi merugikan masyarakat sebagai pengguna layanan. Selain itu, juga berpotensi menurunkan kredibilitas pemerintah dan menurunkan persepsi publik terhadap kinerja pemerintah.
Terlepas dari berbagai keunggulan dan kekurangannya, penggunaan NIK dalam pelayanan publik layak untuk dilanjutkan dan diperluas ke sektor pelayanan publik lainnya. Harus kita sadari bersama bahwa pelayanan publik yang efisien, efektif, murah, dan mudah adalah keinginan seluruh masyarakat selaku pengguna layanan. Oleh karena itu, mari kita sikapi kebijakan ini sebagai usaha untuk menuju tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang lebih baik.
*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 535 views