Oleh: Eka Ardi Handoko, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Siapa yang tidak kenal Tempe?

Hingga saat ini, tempe terus menjadi salah satu jenis makanan yang digemari masyarakat dari semua kalangan. Bisa dikatakan, tempe memang sulit dipisahkan bahkan sudah menjadi salah satu menu andalan sehari-hari sebagian masyarakat Indonesia.

Harganya yang murah, bahan yang mudah didapatkan, gizi yang tinggi, proses memasak yang mudah dan memiliki khasiat yang banyak bagi kesehatan. Seperti kita tahu, tempe yang terbuat dari kedelai ini mengandung protein nabati yang tinggi dan kerap kali dimanfaatkan oleh mereka pelaku hidup vegan untuk menggantikan daging dalam menu makanan mereka.

 

Manfaat Tempe dan Pajak

Proses pembuatan tempe membutuhkan waktu yang cukup lama dan hingga saat ini masih berjalan secara tradisional, dengan diinjak-injak oleh kaum laki-laki, dan dicuci di air yang mengalir.

Jika melihat proses pembuatannya, mungkin sebagian besar masyarakat akan berpikir tidak higienis dan tidak akan memilih tempe sebagai makanan sehari-hari. Namun, jika melihat manfaat yang dapat diperoleh, tentu akan mengubah pola pikir masyarakat untuk menjadikan tempe sebagai menu andalan mereka.

Manfaat tempe bagi kesehatan sudah tidak perlu diragukan lagi. Tempe adalah makanan yang kaya akan nutrisi dan dibutuhkan tubuh manusia, seperti protein tinggi dan rendah kandungan lemak. Bahkan kandungan nutrisinya lebih tinggi dibandingkan daging. 

Bukan itu saja, tempe juga mengandung karbohidrat, serat, riboflavin, niasin, asam pantotenat, piridoksin, dan biotin yang tidak ada dalam daging sapi.

Proses fermentasinya bahkan dapat melipatgandakan zat bioaktif yang ditengarai dapat menurunkan risiko penyakit kronis. Mulai dari diabetes, alzheimer, obesitas, penyakit paru-paru, hingga bisa meningkatkan kesehatan sistem pencernaan. Manfaat tempe bagi kesehatan antara lain sebagai sumber protein dan antibodi tubuh, mengatasi masalah pencernaan, menurunkan kadar kolesterol, dan menurunkan risiko osteoporosis.

Demikian pula dengan pajak. Tidak dapat diingkari, sebagian besar masyarakat belum menyadari manfaat yang dapat diperoleh dari pajak, pajak dianggap sebagai beban dan berupaya menghindari pajak dengan berbagai cara.

Hal ini terkait dengan frasa dalam pajak itu sendiri, yaitu “Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa dan tidak mendapatkan imbal balik secara langsung”. 

Pola pikir dan perilaku masyarakat yang menghindari kewajiban perpajakannya dapat dimaklumi, mengingat tingkat pengetahuan dan pemahaman yang kurang. Hal inilah yang membuat pemungutan pajak belum berjalan dengan optimal. Walaupun pemerintah telah dan terus memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam proses memenuhi kewajiban perpajakannya melalui berbagai kebijakan yang dikeluarkan. 

Jika dipahami dengan benar dan komprehensif, pajak memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Seperti tempe, pajak bermanfaat tidak hanya bagi pemerintah, juga bagi masyarakat.

Uang pajak yang dikumpulkan secara optimal dapat digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, melindungi ketahanan ekonomi negara dari resesi, mengatasi masalah perekonomian masyarakat, menurunkan jumlah utang negara karena dapat memenuhi semua kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional serta menurunkan ketergantungan negara dari sumber penerimaan lainnya.

Seperti perekonomian dalam rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Salah satunya adalah pajak, yang menyumbang kontribusi sekitar 70% dalam APBN. 

Pajak digunakan oleh pemerintah untuk berbagai kepentingan yang menyangkut hajat hidup masyarakat Indonesia dan disalurkan melalui berbagai program pemulihan perekonomian. Terutama pada masa-masa sulit seperti pandemi Covid-19. Kondisi pemulihan pascapandemi ditambah dengan kenaikan harga komoditas dan inflasi, baik langsung maupun tidak, juga memberikan tekanan kepada masyarakat.

Oleh karena itu, pemerintah selalu berusaha hadir untuk membantu masyarakat, terutama yang terdampak langsung pandemi, dengan realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencoba menjangkau berbagai lini, mulai dari kesehatan, perlindungan masyarakat hingga penguatan pemulihan ekonomi. 

Berdasarkan data yang diperoleh dari laman Facebook Badan Kebijakan Fiskal pada 8 September 2022, dana sebesar Rp31,8 triliun telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menangani penangangan kesehatan.

Ini setara 25,9% dari pagu Rp122,54 triliun. Rinciannya terdiri dari klaim pasien Rp20,9 triliun, insentif tenaga kesehatan Rp2,2 triliun, pengadaan vaksin Rp1,7 triliun, insentif perpajakan kesehatan Rp1,2 triliun, dan dukungan APBD (termasuk Dana Desa) untuk penanganan Covid-19 Rp5,3 triliun. 

APBN hadir sebagai peredam kejut untuk melindungi masyarakat dari dampak pandemi sebesar Rp63,7 triliun (41,1% dari pagu Rp154,76 triliun) dan juga sebagai penguatan pemulihan ekonomi yang perlu terus diakselerasi sebesar Rp51,3 triliun (28,7% dari pagu Rp178,32 triliun) yang disalurkan kepada beberapa kementerian/lembaga pemerintah.

 

Inovasi

Selama ini tempe dikenal sebagai makanan tradisional yang terbuat dari kacang kedelai dan diproses dengan cara fermentasi dipilih dari kedelai yang terbaik. Namun, dengan berjalannya waktu, tempe bisa juga dibuat dari bahan-bahan lain. Mulai dari kacang ijo, kacang koro, melinjo, bahkan hingga daun singkong, edible flower, dan mi instan.

Ternyata tempe bukan hanya sekadar makanan. Jadi, tempe dapat terbuat dari berbahan jenis bahan-bahan dan tidak melulu kacang kedelai. Sejauh ini ada sekitar 22 jenis kacang-kacangan di seluruh dunia yang bisa dijadikan tempe. Masyarakat kini juga membuat banyak inovasi tempe agar semakin kekinian.

Seperti tempe, sejalan dengan perkembangan zaman, pajak juga terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan subjek dan objek pemungutan pajaknya. Dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, pajak tidak hanya bersentuhan dengan penghasilan secara konvensional, seperti pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Pajak juga merambah pada dunia digital yang memiliki kompeksitas transaksi dan pemungutannya.

Perubahan subjek dan objek perpajakan saling terkait satu sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan dapat dikelola sebagai sumber penerimaan negara dan sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Ini layaknya bulir-bulir kacang kedelai yang digabungkan dan diolah menjadi sebuah tempe, makanan yang dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. 

Menjadi tugas dan tantangan berat bagi institusi dan aparat pajak untuk dapat ‘mengolah’ pajak menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dan berperan serta dalam memperkuat perekonomian negara.

Untuk itu, edukasi dan penyuluhan yang intensif dan kontinu sangat diperlukan sebagai sarana penyampaian informasi yang benar dan komprehensif.  Sekaligus untuk meningkatkan pengetahuan serta pemahaman tentang fungsi dan manfaat pajak agar masyarakat menjadikan taat pajak sebagai budaya dan bukan paksaan.

Seperti layaknya tempe, pajak menjadi ‘menu andalan’ sehari-hari yang tidak hanya digemari, tetapi juga dirasakan manfaatnya.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap institusi tempat penulis bekerja.