Memasuki Era Robot Kena Pajak

Oleh: Putu Dian Pusparini, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Selamat datang di era teknologi telah menguasai segala aspek kehidupan manusia, era ponsel pintar malah bisa jadi lebih pintar dari manusia, era kemampuan mengoperasikan komputer merupakan kemampuan utama pegawai yang diincar perusahaan. Atau bahkan di era ini, robot lebih dipilih untuk dipekerjakan dibandingkan manusia.
Robot-robot yang dipekerjakan tidak hanya berbentuk pelayan di restoran, asisten rumah tangga hingga penerima tamu di suatu perusahaan namun juga Artificial Inteligence (AI).
Apa yang Akan Terjadi?
Penggunaan robot sebagai pengganti manusia tentu saja memiki dampak signifikan terhadap perekonomian.
Robot dan AI memiliki segudang kemampuan untuk meningkatkan produktivitas kinerja suatu perusahaan dengan biaya yang cukup minim yang membuat banyak pelaku bisnis mulai beralih ke robot dan AI dalam perekrutan pegawainya. Akibatnya bisa diperkirakan di masa depan akan banyak penggangguran.
Tingkat pengangguran yang tinggi ini berpengaruh buruk terhadap penerimaan negara. Pasalnya sampai dengan saat ini peraturan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) hanya ditujukan untuk manusia dan entitas hukum.
Selain penurunan penerimaan PPh, jumlah pengangguran yang meningkat juga akan menurunkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini sebagai akibat dari penurunan kemampuan konsumsi masyarakat.
Untuk itu, demi keadilan sosial robot-robot ini berpotensi dikenakan pajak penghasilan.
Pemajakan untuk Robot
Dalam pemajakan, harus ada subjek pajak dan juga objek pajak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang menjadi subjek pajak adalah :
- a. orang pribadi ; dan
- warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
- badan ; dan
- bentuk usaha tetap.
Dari pengertian di atas, jelas bahwa tidak ada kategori subjek pajak yang cocok untuk robot. Jika subjek pajak adalah robot, maka harus dibuat definisi yang jelas mengenai subjek pajak robot. Robot dengan kriteria bagaimana yang dikenakan pajak, jenis pekerjaan apa yang dikenakan pajak. Entah mesin yang membantu pekerjaan di pabrik juga termasuk pengertian robot yang dikenakan pajak atau tidak. Atau bahkan yang dikenakan pajak bukan robotnya melainkan atas penggunaan robotnya.
Hal ini dikarenakan robot tidak dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak, seperti membayar dan melaporkan pajaknya sendiri karena tentu saja robot tidak memiliki otak sekompleks manusia. Sehingga masih cukup susah untuk membuat robot menjadi subjek pajak. Yang paling ideal adalah pajak dikenakan atas penggunaan robot. Sehingga yang menjadi subjek pajak di sini adalah pemberi kerjanya.
Menurut UU PPh, yang dimaksud dengan objek pajak adalah penghasilan yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima dan diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Objek pajak yang dikenakan kepada robot bisa berupa penghasilan seperti yang dikenakan terhadap wajib pajak orang pribadi. Namun masalahnya, apakah robot yang dipekerjakan tersebut diberikan upah oleh pemberi kerjanya layaknya pegawai manusia?
Jika mekanisme pemajakan atas robot ini menggunakan pemberi kerja sebagai subjek pajak, maka pajak yang dibayarkan sebenarnya sama saja dengan pajak badan atau pajak orang pribadi hanya saja nominal yang mereka bayarkan lebih tinggi karena penggunaan robot.
Implementasi Pajak Robot
Negara-negara dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat sudah menyadari perlunya mengimplementasikan pajak robot. Salah satu negara bagian di Amerika Serikat, New York misalnya.
Untuk melindungi 36 juta pekerjaan yang diprediksi tahun 2030 akan diambil alih oleh teknologi, mantan wali kota New York, Bill de Blasio mendesain aturan mengenai pajak robot. Penerimaan pajak robot tersebut digunakan untuk membuat lapangan pekerjaan baru di bidang penghijauan, kesehatan dan pendidikan. Pertanyaannya adalah mengapa pajak robot harus diimplementasikan?
Pajak tidak hanya memiliki fungsi budgetair yaitu untuk menghimpun penerimaan negara namun juga memiliki fungsi reguleren untuk mengatur perekonomian suatu bangsa.
Penggunaan robot memang memberikan dampak efisiensi terhadap kinerja suatu perusahaan. Namun, hal ini akan menyebabkan ketimpangan sosial. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Untuk menghambat hal tersebut terjadi, pajak robot punya peranan untuk membuat perusahaan harus memilih untuk membayar pajak lebih banyak atau membayar gaji pegawai.
Selain dari sisi ekonomi, jika pajak robot tidak diterapkan maka pengangguran yang meningkat ini akan membuat tingkat kriminalitas di negara tersebut juga semakin meningkat karena tidak semua pengangguran memiliki kompetensi lebih yang dibutuhkan oleh perusahaan lain. Mengingat perkembangan teknologi jauh lebih pesat dibanding perkembangan pendidikan.
Namun begitu, pengenaan pajak robot juga memberikan dampak penurunan kompetisi dan inovasi suatu negara. Negara lain yang sudah banyak menggunakan robot untuk melakukan pekerjaan fisik, masyarakatnya mampu untuk dialihkan ke pekerjaan yang lebih memerlukan analisis. Hal ini juga merupakan faktor dari tingkat pendidikan yang sudah cukup tinggi dan merata di beberapa negara maju.
Ke depannya, pemerintah Indonesia harus benar-benar memikirkan matang-matang mengenai urgensi penerapan pajak robot. Begitu juga dengan mekanismenya yang harus adil di banyak pihak.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 281 views