Aspek Perpajakan Cashback Pasar Daring

Oleh: Muchamad Irham Fathoni, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di era menjamurnya niaga elektronik saat ini, kita sudah tidak asing lagi dengan pulangan tunai (cash back). Salah satu strategi pemasaran ini sukses menarik minat konsumen untuk segera membeli barang yang ditawarkan karena setelah melakukan pembayaran, konsumen akan mendapatkan hadiah berupa poin atau uang digital yang dapat dibelanjakan kembali secara langsung.
Pulangan tunai merupakan variasi baru strategi pemasaran untuk menarik lebih banyak pembeli selain strategi pemasaran melalui potongan harga atau diskon serta bonus. Jika diskon memberikan potongan harga di awal saat pembelian, pulangan tunai akan diberikan jika seseorang telah melakukan pembelian barang atau jasa di pasar atau toko daring tersebut.
Mekanisme pemberian pulangan tunai akan menguntungkan kedua belah pihak. Penjual diuntungkan karena barang dan jasanya terjual melalui strategi pemasaran menggunakan pulangan tunai dan pembeli mendapatkan keuntungan berupa poin dan uang digital yang didapatkannya.
Strategi pulangan tunai juga diberlakukan sebagai upaya agar pembeli bersedia mengeluarkan uangnya kembali untuk berbelanja produk di toko tersebut. Secara psikologis, pembeli akan merasa lebih menghemat uang pada pembelian selanjutnya karena ada pulangan tunai yang bisa digunakan untuk melakukan pembayaran. Sementara pihak penjual akan mendapatkan pelanggan yang loyal untuk toko daringnya.
Kemudian muncul pertanyaan dari fenomena pulangan tunai saat ini. Apakah pulangan tunai yang didapat oleh seluruh konsumen akhir pada pasar daring dapat didefinisikan sebagai penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis?
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, penghasilan didefinisikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Dari pengertian diatas dapat dikatakan bahwa pulangan tunai merupakan suatu penghasilan karena diterima oleh wajib pajak sesudah melakukan transaksi jual beli atas barang/jasa dan memiliki dampak pada penambahan kemampuan ekonomis yang dimiliki oleh wajib pajak.
Meskipun secara konsep pulangan tunai pada pasar dikategorikan sebagai penghasilan, namun sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan, pulangan tunai tidak masuk ke dalam daftarnya.
Dalam peraturan tersebut hanya terdapat empat jenis hadiah kena pajak yang diatur yaitu hadiah dari undian hadiah lawang, hadiah atau penghargaan perlombaan, hadiah terkait pekerjaan atau jasa dan hadiah/penghargaan/imbalan terkait prestasi. Dengan demikian pulangan tunai tidak termasuk dalam kategori penghasilan atas hadiah dan penghargaan.
Menurut Pasal 4 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 dijelaskan juga bahwa hadiah langsung yang diterima seperti pulangan tunai, yang berlaku untuk semua konsumen dan tidak diundi ketika melakukan pembelian barang dan/atau jasa dan diterima secara langsung, maka tidak dilakukan pemotongan pajak. Sehingga dalam ketentuan ini, memang pulangan tunai tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan oleh pemberi penghasilan.
Dalam perspektif taxable-deductive concept, dijelaskan bahwa biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penghasilan, yang tidak dikenai pajak, tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Namun, dalam praktiknya saat ini,perusahaan yang memberikan pulangan tunai membebankan biaya pemasaran atas pulangan tunai yang diberikan kepada pembeli. Hal tersebut tidak sesuai dengan konsep taxable-deductive karena biayanya digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto dan atas penghasilan yang diberikan melalui pulangan tunai tidak dikenai pajak.
Pengklasifikasian penghasilan atas pulangan tunai juga diatur dalam surat edaran yang membahas tentang perlakukan perpajakan atas imbalan yang diterima oleh pembeli sehubungan dengan kondisi tertentu dalam transaksi jual beli.
Dari surat edaran itu, imbalan yang diterima atau diperoleh pembeli sehubungan dengan pencapaian syarat tertentu berupa uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban merupakan penghargaan. Termasuk dalam pengertian penghargaan yaitu bonus yang diberikan penjual kepada pembeli sehubungan pencapaian syarat tertentu.
Menurut ketentuan di atas, pulangan tunai dapat dimasukkan menjadi imbalan yang diterima oleh pembeli atas kaitannya dengan transaksi jual beli yang dilakukan dan termasuk ke dalam bentuk hadiah berupa penghargaan.
Aturan turunan mengenai pemotongan Pajak Penghasilan atas pulangan tunai memang belum diatur lebih lanjut dan terperinci. Meskipun saat ini pulangan tunai tidak dilakukan pemotongan pajak oleh pemberi penghasilan, konsep pemberian pulangan tunai tetap merupakan penghasilan bagi wajib pajak yang menerima. Sehingga lebih tepat apabila wajib pajak tetap melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan karena memenuhi klasifikasi penghasilan menurut undang-undang.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 462 views