Quo Vadis Reformasi DJP?

Oleh: Ade Yusuf, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Seandainya satu faktor saja cukup untuk menerangkan sukses reformasi di DJP, itu adalah usaha untuk mendapatkan pengetahuan yang diatur secara kelompok. Pemimpin-peminpin yang penuh pengabdian mengkhawatirkan masa depan organisasi, seolah-olah tidak ada yang lebih penting daripada informasi dan pengetahuan yang suatu ketika mungkin dibutuhkan oleh organisasi.
Demikian pula dengan para pemangku kepentingan, para pegawai yang mempunyai kepentingan bersama, wajib pajak yang memiliki kepentingan yang sama, organisasi profesi, perusahaan besar, perusahaan kecil, perorangan dari kota hingga desa memandang usaha menguasai pengetahuan sebagai suatu yang mahapenting.
Kadang tidak selalu jelas kenapa pengetahuan itu dibutuhkan. Meskipun demikian kelompok-kelompok pegawai, para eselon, menimbun informasi yang bisa diperoleh dengan harapan bahwa pada suatu ketika hal itu mungkin bisa dimanfaatkan. Pengumpulan informasi itu sifatnya umum serta khusus, berjangka panjang dan pendek, bersifat resmi dan tidak resmi.
DJP dan unit vertikal senantiasa membentuk dan mengirim tim-tim pengamatan serta mengundang ahli-ahli. Mengumpulkan informasi dari ruang kelas, ruang rapat, seminar, hingga warung kopi, lembaga-lembaga akademik, wartawan, wajib pajak, organisasi profesi, pelaku usaha, pengamat, dan konsumen. Kita mengumpulkannya dari ahli dan amatir, sahabat dan musuh. Kawan-kawan baru dibuat karena mereka mungkin bisa membukakan pintu untuk informasi dan kelompok baru dibentuk untuk memperoleh informasi tersebut.
Sumber-sumber potensial dipelihara dengan cermat sehingga pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut akan dapat ditindaklanjuti bila diperlukan. Bidang-bidang baru ilmu pengetahuan, fenomena diselidiki untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk baru, serta pegawai-pegawai ditugaskan beberapa tahun guna menguasai keahlian khusus yang secara potensial menguntungkan.
Berbagai informasi ini ditimbun baik secara lokal maupun diteruskan secara berjenjang untuk kemudian ditimbun secara nasional. Para eselon menjadi manajer informasi. Informasi diorganisasi secara nasional. Akses dibuka selebar-lebarnya dengan berbagai tingkat pengaksesan data. Maka ketika ada pegawai berpindah ke tempat baru, dengan mudahnya ia bisa memperoleh informasi indekos termasuk harga, makanan, atau cuaca dari informasi yang tadi ditimbun.
Termasuk hari ini, pertemuan dengan wajib pajak telah dijadwalkan seminggu sebelumnya. Kita menyiapkan data laporan keuangan ke detail yang paling mungkin. Membandingkan dengan usaha sejenis dan menebak letak ketidakefisienan wajib pajak dibanding usaha sejenis.
Usaha wajib pajak adalah pabrik rokok dan dibanding usaha sejenis laba mereka lebih tipis, setelah mengumpulkan informasi diperkirakan ketidakefisienan berasal dari harga cengkih yang lebih mahal. Ketika mencari informasi harga cengkih, kita memperoleh informasi yang juga dikumpulkan dari unit vertikal lain. Kita memperoleh data harga, wajib pajaknya, kontak pengampunya atau kontak pegawainya. Pertemuan pun tiba di ruangan yang telah ditata ulang dengan warna ruangan yang lebih membuat orang lebih terbuka. Orang umum memperoleh informasi ini juga dari timbunan data dari unit vertikal lain yang mengunggahnya. Setelah berbasa-basi dan diperoleh informasi secukupnya kesimpulan kita dengan wajib pajakj sama, harga cengkih mahal.
Wajib pajak pun mengungkapkan kendala dan tantangannya saat berburu cengkih. Nah, salah satu poin yang disepakati adalah kita memberi jalan wajib pajak untuk berkenalan dengan wajib pajak pemasok cengkih dengan harga lebih kompetitif. Jadwal pertemuan berikutnya pun dibuat. Tak lama berselang kita langsung menghubungi pengampu wajib pajak di kantor lain untuk menawarkan kesempatan ini ke wajib pajaknya.
Di ruangan lain juga sedang asyik berbincang sesama pengampu wajib pajak, yang satu pengampu wajib pajak jasa konstruksi, yang lainnya pengampu wajib pajak perbankan. Yang satu membicarakan kebutuhan pendanaan jasa konstruksi yang kebenaran perolehan kontraknya telah dipastikan. Yang lainnya membutuhkan informasi penyaluran kelebihan dana yang disimpan oleh wajib pajak perbankan.
Sore hari menjelang ketika jadwal pingpong bersama pegawai Kantor Kementerian Agama Kota diselenggarakan. Kebetulan, sore ini saatnya kita bertandang. Organisasi sangat menganjurkan hubungan informal dengan berbagai pihak dengan tujuan mengumpulkan informasi yang relevan. Pertandingan pingpong jadi jalan kita saling bertukar informasi. Pertemuan sebelumnya kita dijanjikan daftar jamaah haji yang menggunakan fasilitas undangan serta dikenalkan dengan kumpulan alumninya.
Dari data awal yang kita peroleh diperkirakan banyak jamaah haji yang rupanya sudah lama jadi usahawan. Namun sayangnya, mereka kurang cakap dalam hal pencatatan dan pembukuan. Maka kita hubungi rekan kita di kehumasan untuk meminta bantuan kawan-kawannya di kampus dermawan menyediakan tenaga pelatihan. Nah, sekalian sore ini kita ajak tandang, tiada lain tiada bukan untuk kita kenalkan ke kawan-kawan jamaah haji via undangan.
Tibalah giliranku bermain. Sudah lama aku tak memegang bet. Permainanku lebih ke kesenangan daripada berpingpong serius. Posisiku menerima servis, alhamdulillah bisa aku kembalikan. Hanya saja bolanya menjadi tanggung dan langsung dismes ke arah badan. Aku tak sempat menghindar pantulan bola dari meja mengenai lengan kanan. Rasa sakitnya agak lumayan dan ternyata membuatku bergumam dan memejam kemudian kubuka mataku pelan-pelan. Ternyata aku tak berdiri melainkan terlentang di atas ranjang dan di sampingku si bungsu memukul-mukul lenganku yang kanan, membangunkanku. Ah, ternyata yang tadi kualami baru mimpi.
Kukira paradigma dengan wajib pajak telah berubah dari meminta menjadi membantu. Dari curiga menjadi menduga. Dari mengawasi menjadi pemerhati. Dari lawan menjadi kawan. Mengkristal menjadi hasrat yang menyala-nyala membantu pihak lain, utamanya wajib pajak untuk memaksimalkan potensi sumber daya yang dimilikinya.
Semoga reformasi kali ini, awal jalan ke arahnya.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 175 views