Sudah menjadi rahasia umum ketika orang mendengar kata "pajak" akan terbersit didalam pikiran mereka sesuatu yang ribet, menyeramkan, berhubungan dengan uang, dan masih banyak lagi stigma negatif yang melekat pada pajak. Namun tahukah Anda,  prasangka itu timbul karena tidak kenal dan kurangnya komunikasi. Lantas, bagaimana cara memperkenalkan dan mengomunikasikan pajak di era sekarang yang sudah serba digital agar pajak lebih memasyarakat?

Berikut adalah beberapa cara mengiklankan pajak di era digital yang menurut saya lebih efektif dipakai untuk lebih memperkenalkan pajak kepada masyarakat.

1. Iklan IG/Facebook Ads
Iklan Instagram atau Facebook sudah cukup membumi di masa sekarang dan sangat mudah digunakan dan dapat terukur kinerjanya. Facebook, Instagram, dan Whatsapps sekarang sudah tergabung ke dalam Meta sehingga sangat mudah digunakan karena sudah terintegrasi. Kita ambil contoh iklan instagram atau yang biasa disebut IG Ads, satu iklan instagram per hari hanya menghabiskan biaya mulai dari Rp20.000,00 hingga Rp10.000.000,00 per hari dan maksimal 30 hari sesuai dengan jumlah jangkauan yang diinginkan.

Iklan Instagram atau Facebook ini sangat baik digunakan di masa sekarang karena terdapat wawasan yang membuatnya dapat mengukur dan menentukan target iklan. Beberapa pengaturan yang dapat kita lakukan adalah lokasi iklan, rentang usia yang kita tuju, minat orang, serta target iklan seperti kunjungan ke profil, kunjungan ke situs tertentu, atau pesan tertentu.

Jika dibandingkan dengan menggunakan media konvensional yang harganya lebih tinggi namun tidak dapat mengukur wawasan, iklan Instagram atau Facebook memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dan tepat sasaran karena target iklan sudah dibuat sejak awal.

 

2. Pemengaruh (influencer)
Pasti para pembaca semua sudah pernah mendengar kata "influencer". Apakah pemengaruh itu? Pemengaruh adalah orang yang memiliki jumlah pengikut banyak di media sosial sehingga dianggap dapat memengaruhi orang yang mengikutinya. Nah, tidak ada salahnya kita memakai jasa pemengaruh untuk memasyarakatkan pajak agar orang yang mengikuti pemengaruh tersebut dapat terpengaruh.

Saat ini ada banyak sekali jenis pemengaruh, entah itu di Instagram, Youtube, Facebook, Tiktok, Twitter, maupun platform lainnya. Setiap pemengaruh pasti memiliki branding tersendiri. Kita dapat memilih branding apa yang akan kita gunakan, seperti penelaah makanan, kecantikan, ekonomi, model, motivasi, dan lain sebagainya.

Kita dapat menentukan bujet terlebih dahulu untuk kemudian mendiskusikannya dengan pemengaruh tersebut. Jika dirasa cocok kita dapat menggunakan jasanya dengan meminta pemengaruh untuk sekaligus memberikan tagging pada media sosial kantor pajak sehingga masyarakat yang awam tentang pajak bisa lebih mengenal kita.

 

3. Google Maps

Kita semua pasti sudah akrab dengan yang namanya Google Mapsaplikasi peta goole ini selain mempunyai fungsi sebagai peta juga dapat digunakan untuk mengulas mengenai lokasi yang dijadikan pin pada Google Maps, dalam hal ini peta kantor pajak. Lantas, mengapa Google Maps dapat dijadikan bahan promosi?

Ketika seseorang yang baru pertama kali ingin ke kantor pajak, mereka pasti akan membuka peta Google untuk tahu lokasi kantor pajak yang ingin dituju. Setelah tahu lokasinya, biasanya orang akan melihat ulasan yang diberikan oleh orang yang pernah pergi ke tempat tersebut. Nah, disini poinnya, kita harus memberikan ulasan yang bagus mengenai tempat tersebut serta memberikan informasi lebih lanjut mengenai kantor pajak. Bisa itu memperkenalkan kode kantor, media sosial kantor, tautan info lebih lanjut, dan lain sebagainya.

Dengan rajin memberikan ulasan yang baik di peta Google dan memberikan bintang lima, hal ini akan meningkatkan peringkat kantor pajak tempat kita bekerja di mata Google. 

Selain mengulas, kita juga dapat memberikan kontribusi foto pada peta Google. Foto gedung kantor terbaru dan diunggah dengan kondisi yang bagus akan meningkatkan peringkat kantor di mata orang yang baru pertama kali mengenal pajak dan mencoba ke kantor pajak.

 

4. Berpikir

Nomor empat sekaligus cara terakhir dan yang saya rasa akan tetap abadi selamanya di dalam dunia promosi adalah dengan cara berpikir. Didalam dunia promosi dan multimedia, menentukan segala sesuatunya terlebih dahulu sebelum terjun ke lapangan adalah hal mutlak jika tidak ingin susah payah yang sudah dilakukan sia-sia.

Mengapa kita harus berpikir? Kita harus mempelajari detail terlebih dahulu apa yang disukai masyarakat? Di mana pasar kita berada? Bagaimana tanggapan masyarakat akan pajak? dan masih banyak lagi hal lain yang harus kita lakukan sebagai langkah berpikir sebelum membuat suatu promosi atau menghumaskan pajak.

Sebagai contoh, misalkan kita ingin melakukan promosi pajak melalui radio? Mungkin sebagian orang akan mengatakan, "Untuk apa? Radio sudah mulai ditinggalkan!" Kata-kata ini tidak 100% benar, kita masih bisa mempromosikan pajak menggunakan radio dengan cara memasang iklan di waktu utama orang berangkat dan pulang kerja. Di jam-jam tersebut, banyak mobil di jalan dan tidak semua mereka mendengarkan lagu dari Spotify atau mp3 yang sudah mereka simpan di mobil mereka. Ada banyak juga orang yang sengaja mendengarkan radio di pagi hari hanya untuk mendengarkan berita terkini. Ada juga orang yang sengaja mendengarkan radio di sore hari menjelang Maghrib hanya untuk mendengar ceramah K.H. Dzainuddin MZ

Nah, memasang promosi iklan pajak disela-sela waktu itu bisa menjadi solusi yang baik untuk mempromosikan pajak berserta program-programnya karena pada jam tersebut masih banyak orang yang menderngarkan radio.

Contoh berikutnya, orang mengatakan sekarang zamannya daring, sekarang zamannya media sosial, jadi kita harus promosi pajak mengunakan media sosial. Hal ini pun tidak sepenuhnya benar. Berdasarkan wawasan iklan IG Ads yang pernah saya pasang, rentang usia orang yang membuka Instagram paling banyak adalah di usia 25-35 tahun. Usia ini bisa dikatakan tidak banyak orang kayanya yang merupakan pasar kita yang akan berkontribusi membayar pajak.

Orang yang sudah sukses dalam materi di zaman sekarang kebanyakan adalah orang yang sudah berumur kepala empat ke atas. Apakah mereka membuka media sosial? Mungkin ada, namun pasti tidak banyak. Jadi terlalu membesar-besarkan media sosial sebagai media promosi pun tidak sepenuhnya benar. Orang-orang yang membuka media sosial hanyalah anak-anak muda yang mungkin nanti sepuluh hingga dua puluh tahun lagi baru menjadi orang kaya yang akan berkontribusi di pajak. Mencekoki mereka dengan tema pajak dan dengan cara santai di media sosial adalah solusi terbaik dibandingkan memperkenalkan detail aturan karena sejatinya media sosial itu hanyalah tempat mereka bersenang-senang saja.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.