Oleh: Putu Dian Pusparini, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Judi! Menjanjikan kemenangan.

Judi! Menjanjikan kekayaan.

Masih ingat dengan lagu yang dinyanyikan Rhoma Irama tersebut? Kalau masih, sepertinya usia kita sudah tidak muda lagi.

Dra. Kartini Kartono berpendapat bahwa judi adalah pertaruhan dengan sengaja yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya  risiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa permainan, pertandingan, perlombaan dan kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya.

Contoh judi yang seringkali dianggap lumrah oleh masyarakat awam adalah pertaruhan pertandingan sepak bola, yang kalah diminta untuk memberikan sejumlah keuntungan seperti uang, traktiran makanan, atau bahkan hukuman yang tidak bisa dinilai dengan uang. Bahkan di beberapa daerah, terdapat “budaya”  saat acara adat berlangsung, tidak afdal rasanya jika tidak ada kumpul-kumpul bermain kartu domino untuk berjudi.

 

Indonesia Tidak Melegalkan Judi

Judi merupakan hal yang dilarang di Indonesia. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, segala praktik perjudian di Indonesia dihapus karena hal tersebut bertentangan dengan agama dan moral Pancasila.

Berdasarkan peraturan tersebut pula, Indonesia tidak melegalkan praktik tempat usaha yang menyediakan akses judi, contohnya kasino. Kasino adalah tempat yang menyediakan aktivitas perjudian. Beberapa kasino dibangun sangat mewah untuk menarik pelanggan internasional untuk berlibur bahkan menjadi sumber pendapatan mayoritas di beberapa daerah. Di Makau misalnya. Bahkan ada sekolah khusus untuk dapat bekerja di kasino. Selain Makau, ada beberapa daerah tujuan kasino yang menjadi favorit untuk dikunjungi. Sebut saja Las Vegas, Portugal, Afrika Selatan, Oklahoma, Connecticut, dan masih banyak lagi.

 

Penghasilan dari Judi di Kasino Dikenakan Pajak?

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 menyebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Namun, jika Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) memiliki penghasilan dari judi di kasino  luar negeri yang mana di Indonesia tidak legal, apakah ini termasuk ke dalam objek pajak?

Jika seorang WPDN mendapatkan penghasilan dari judi di kasino luar negeri, maka atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak dengan mempertimbangkan kesepakatan antara Indonesia dengan negara tersebut dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Entah dikenakan pajak di negara mitra P3B atau di Indonesia. Entah dengan cara dipotong/dipungut seperti layaknya sistem withholding tax atau membayar/menyetor sendiri ke kas negara tersebut. 

Namun apabila hasil kemenangan tersebut dibawa ke Indonesia, pastinya akan muncul potensi perpajakan. Apalagi jika atas jumlah tersebut, dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. 

Perpajakan Indonesia menggunakan prinsip worldwide income, artinya penghasilan yang didapat baik di negara Indonesia mau pun di luar negeri akan dikenakan pajak penghasilan. 

Oleh karena itu, atas kemenangan judi di kasino luar negeri tersebut, harus dicantumkan dalam SPT Tahunan sebagai penghasilan lainnya. Apabila penghasilan tersebut sudah menjadi harta baik rumah, tanah, kendaraan atau pun bentuk lainnya juga tetap dicantumkan dalam SPT Tahunan sebagai harta.

Namun, agar tidak terjadi pengenaan pajak berganda, wajib pajak  dapat menggunakan mekanisme pengkreditan pajak yang telah dibayar di luar negeri sesuai dengan Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Asalkan jumlah pajak luar negeri yang bisa dikreditkan tidak melebihi perhitungan pajak  yang terutang berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. 

 

Penghindaran Pajak Judi

Namanya judi, WPDN pasti paham kalau hal ini tidak legal di Indonesia. Akibat rasa takut jika dikenakan pasal hukum pidana, pastinya ada saja wajib pajak yang berusaha menutup-nutupi penghasilan atas kemenangan judi tersebut. Jangankan penghasilan atas judi, penghasilan atas pekerjaan yang dilegalkan di Indonesia terkadang ditutup-tutupi. Namun itu normal, karena hakikat manusia itu tidak mau rugi apalagi dirugikan.

Untuk menanggulangi dampak kekhawatiran tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan Exchange of Information (EoI) dengan negara mitra P3B. Pemanfaatan EoI ini berguna bagi DJP dalam rangka pengawasan yang lebih ketat terhadap kewajiban perpajakan WPDN di luar negeri. Hal ini tidak mudah dilakukan, pasalnya untuk memajaki penghasilan atas judi di kasino luar negeri juga bersinggungan dengan hukum pidana. Tidak melulu membicarakan tentang kewajiban perpajakan saja.

Antara hukum perpajakan dengan hukum pidana harusnya tidak boleh saling berbanding terbalik. Bayangkan ada wajib pajak yang mau membayar pajak atas penghasilan judi di kasino luar negeri serta melaporkannya dalam SPT Tahunan, namun setelah itu dipanggil polisi dan diancam hukuman pidana. 

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja