Ketika Zaman Berubah, DJP Harus Lincah

Oleh: Dwika Yuni, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Reaksi dunia terhadap pandemi Covid 19 menyadarkan kita bahwa perubahan dapat terjadi dengan begitu tak terduga dan tidak selalu dapat diperkirakan. Dapat dibilang bahwa pandemi Covid 19 ini telah memaksa kita untuk semakin memasuki era digital yang kemudian berkembang begitu cepat.
Siapa pernah menyangka akan banyak perusahaan besar yang bertumbangan karena bisnisnya tidak dapat mengantisipasi perkembangan zaman?
Gejolak perubahan yang begitu cepat, tidak pasti, kompleks, dan ambigu ini sebenarnya sudah diperkenalkan Warren Bennis dan Burt Nanus sejak tahun 1987 pada sebuah teori kepemimpinan dengan istilah VUCA, akronim dari Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity.
Warren Bennis dan Burt Nanus juga menyebutkan bahwa organisasi yang ingin terus berhasil meski berada dalam badai VUCA harus memiliki agility dalam mengantisipasi berbagai ketidakpastian.
Apa Itu Agility?
Definisi agility adalah ability to move quickly and easily atau ability to think and understand quickly. Dalam bahasa Indonesia, kata agility memiliki arti kelincahan, ketangkasan, kegesitan, kecerdasan, atau kecerdikan.
Rhenald Kasali dalam bukunya berjudul Agility, Bukan Singa yang Mengembik pada tahun 2016 menyebutkan bahwa agile adalah cara orang untuk selalu siap menghadapi perubahan. Kemampuan untuk merespona perubahan dengan tangkas, efektif, tepat waktu, dan berkelanjutan ini juga harus dibangun dalam sebuah organisasi.
Agility Ingredients
Menurut McKinsey, kelebihan yang menonjol dari agile organization adalah kecepatan organisasi dalam bergerak dan beradaptasi pada situasi yang serba tidak jelas.
Untuk menjadi organisasi yang lincah ada beberapa hal yang harus dipenuhi atau yang disebut dengan agility ingredients:
Pertama, Sumber Daya Manusia (SDM) suatu organisasi, baik di level pimpinan maupun staf, harus mau terus belajar.
Perkembangan ilmu pengetahuan bergerak dinamis, proses bisnis berubah, dan kemajuan teknologi terjadi begitu cepat. Tanpa proses belajar yang berkelanjutan, gap antara kemampuan pegawai dan keterampilan dalam mengatasi perubahan-perubahan akan semakin besar. Dan tentu saja, makin besarnya gap mengindikasikan makin jauhnya ketertinggalan.
Kedua, pekerjaan dilakukan dengan berorientasi terhadap nilai. Bekerja tidak sekadar memenuhi tenggat waktu, menghasilkan output laporan, memenuhi Indeks Kinerja Utama, atau mengejar profit.
SDM yang bekerja berorientasi pada nilai hasilnya tentu akan lebih berkualitas, lebih memberikan kepuasan kepada para pemangku kepentingan dan dalam jangka panjang dapat lebih meningkatkan profit.
Ketiga, kepemimpinan yang dibangun di setiap level organisasi. Suatu organisasi tidak boleh hanya mengandalkan satu atau dua orang untuk menjalankan tujuannya.
Pandemi Covid 19 membuat kita semakin menyadari bahwa seorang pemimpin bukan Superman. Ia pun dapat tiba-tiba dalam keadaan tidak siap. Harus ada yang segera dapat menyokong atau menggantikan ketika organisasi memerlukan.
Seorang pemimpin hendaknya membina bawahannya untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang dikembangkan dalam setiap level akan membuat organisasi menjadi lebih sehat dan siap.
Keempat, adanya transparansi dalam organisasi yang memungkinkan pegawai mengetahui hal-hal yang sedang terjadi. Pegawai yang memahami kondisi organisasinya dipercaya dapat berkontribusi lebih maksimal dan memberikan dukungan yang lebih optimal terhadap perkembangan organisasi, baik di saat susah maupun senang.
Kelima, organisasi memberikan kepercayaan kepada unit di bawahnya untuk menjalankan self management (autonomy and alignment). Saat otonomi ditumbuhkan, pusat organisasi tidak hanya berada di pucuk pimpinan dan terdapat pendelegasian ke unit di bawahnya. Dengan demikian proses bisnis menjadi lebih sederhana, ruang gerak menjadi lebih leluasa, pengambilan keputusan dan pelayanan kepada para pemangku kepentingan juga dapat dilakukan dengan lebih cepat.
Dilihat dari kelimanya, apakah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat dibilang sudah cukup memenuhi kriteria lincah dalam menjalankan organisasi?
DJP yang Lincah
Dalam rangka menjalankan tugasnya menghimpun penerimaan negara secara optimal, DJP sebagai organisasi besar yang strategis selain harus antisipatif dan adaptif akan VUCA, juga wajib memiliki kelincahan untuk bergerak di lingkungan baru.
Nyatanya, organisasi yang lincah ini sudah menjadi cita-cita DJP, sebagaimana dituangkan dalam Rencana Strategis DJP yang paling akhir. DJP telah mempersiapkan diri dan ikut mewarnai era kelaziman baru.
Dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-389/PJ/2020 tentang Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pajak Tahun 2020-2024 dinyatakan bahwa salah satu tujuan DJP Periode 2020-2024 adalah birokrasi dan layanan public yang agile, efektif, dan efisien.
Dalam Renstra tersebut juga dijelaskan mengenai tiga kondisi yang ingin dicapai DJP untuk mencapai tujuan tersebut yakni:
- Organisasi dan SDM yang optimal melalui penyempurnaan knowledge management, pengelolaan organisasi yang efektif, dan pengelolaan SDM yang efektif;
- Sistem informasi yang andal dan terintegrasi melalui pembangunan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi; dan
- Pengendalian dan pengawasan internal yang bernilai tambah.
Banyak program dan kegiatan sudah diselenggarakan dan dikembangkan oleh DJP dalam rangka mencapai tujuan menjadi birokrasi dan layanan public yang agile, efektif, dan efisien.
Insan DJP mestinya sudah familier mengenai agenda-agenda yang diselenggarakan DJP untuk mendukung tujuannya, seperti knowledge management DJP, penataan organisasi dan proses bisnis, fungsionalisasi jabatan, pelaksanaan coaching, mentoring, dan counseling oleh atasan langsung, dan yang sekarang sedang dalam pengembangan adalah Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) sebagai pembaruan sistem teknologi informasi dan proses bisnis di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Namun tak dapat dimungkiri, selain memenuhi target penerimaan, harapan masyarakat kepada DJP untuk beradaptasi dan bergerak cepat melalui kebijakan-kebijakan dan penyelenggaraan administasi perpajakan di era VUCA, tetap besar dan terus tumbuh.
Tidak Anti Perubahan
Secara organisasi, DJP sudah mulai menjalankan berbagai upaya menuju organisasi yang lebih lincah sesuai perkembangan zaman.
Namun dari Agility Ingredients di atas, dapat disimpulkan bahwa kunci utama keberhasilan dalam mengkondisikan organisasi untuk dapat bergerak lincah adalah SDM.
DJP yang lincah akan mudah terwujud dengan dukungan SDM yang secara mandiri siap menyambut perubahan. SDM DJP tidak boleh anti perubahan. Ia pun harus mau berubah dan mengembangkan kemampuan diri untuk dapat beradaptasi dengan perubahan organisasi dan lingkungannya.
SDM DJP harus menyadari bahwa zaman terus berubah dan ia dituntut untuk cepat belajar serta menyesuaikan diri dengan hal-hal baru agar tidak tertinggal. Sudah waktunya berubah, dari semula zona nyaman menjadi zona pembelajaran.
Ia harus lebih memperhatikan kualitas hasil pekerjaannya, tidak sekadar menghasilkan produk yang biasa-biasa saja atau sekedar memenuhi jadwal yang telah ditentukan. Ia harus siap dididik dan mendidik, menempa dan ditempa, dan berkomitmen serta memiliki tanggung jawab atas tugas-tugasnya.
Ia perlu jeli mengidentifikasi permasalahan, bersikap empati terhadap kebutuhan organisasi dan para pemangku kepentingan serta tidak segan memberikan ide-ide baru dan pemikiran yang inovatif.
Berbekal kewenangan dan kepercayaan yang telah diberikan organisasi, Ia harus percaya diri ketika harus berinisiatif dan membuat keputusan-keputusan yang ada pada tanggung jawab pekerjaannya.
Tuntutan-tuntutan tersebut bagi sebagian orang mungkin awalnya terasa sulit untuk dilaksanakan. Namun apabila terus diupayakan dengan bahu membahu dan pada akhirnya menjadi budaya, maka DJP yang semakin lincah, gesit, dan kreatif pasti dapat terwujud.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 601 views