Oleh: Amirul Mukminin, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Mulai 1 April 2022 nanti, akan ada perubahan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dalam Negeri. Isu yang beredar di masyarakat adalah akan terjadi kenaikan harga-harga, seiring perubahan tarif PPN dari 10% menjadi 11%, sebagaimana bunyi Pasal 7 Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 

Padahal kalau kita cermati, sebenarnya perubahan tarif ini tidak terjadi pada semua jenis barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP). Akan ada BKP/JKP yang dikenakan PPN Final hanya 1%, 2%, 3%, atau 5% sesuai peraturan menteri keuangan yang nanti terbit. 

Berikut adalah langkah-langkah yang sudah dilakukan pemerintah sebelum aturan tersebut berlaku.

 

Perubahan Lapisan dan Tarif Penghasilan Kena Pajak PPh Wajib Pajak Orang Pribadi

Tarif 5% pada lapisan pertama yang semula 0 sd Rp50 juta, berubah menjadi Rp0 s.d. Rp60 juta. Tarif yang berlaku sejak tahun pajak 2022 adalah :

Rentang Penghasilan

Tarif

0 - Rp60 juta

5%

> Rp60 - Rp250 juta

15%

> Rp250 - Rp500 juta

25%

> Rp 500 juta - Rp5 miliar

30%

> Rp5 miliar

35%

 

Contoh: Wajib Pajak Orang Pribadi menerima penghasilan kena pajak Rp60 juta hanya dikenakan satu tarif saja, tarif terendah, sehingga perhitungan pajak penghasilan (PPh) terutang sebesar 5% x Rp60 juta = Rp3 juta. Semula PPh terhutang Rp4 juta, ada penghematan pajak Rp1 juta. 

 

Adanya Penghasilan Tidak Dikenai PPh Final UMKM 

Orang Pribadi pengusaha UMKM yang menghitung PPh dengan tarif 0,5% berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 sampai dengan Rp500 juta setahun.tidak perlu membayar PPh 0,5%, sesuai Pasal 7 ayat (2a) UU HPP.

Contoh 1: 

Seorang Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha UMKM memiliki peredaran usaha Rp500 juta setahun. Dalam aturan lama, dia harus bayar 0,5% dari peredaran usaha atau total Rp2.500.000,00. Setelah adanya UU HPP, maka dia tidak perlu membayar pajak. Ada penghematan Rp2.500.000,00.

Contoh 2: 

Seorang  Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha UMKM memiliki peredaran usaha Rp3,5 miliar setahun. Dalam aturan lama, dia harus bayar 0,5% dari peredaran usaha atau total Rp17.500.000,00. Setelah adanya UU HPP, maka dia hanya membayar pajak Rp15.000.000,00. Ada penghematan Rp2.500.000,00.

 

Masih Ada Pengecualian Objek PPN 

Negatif list ini dimuat dalam Pasal 4A UU HPP. Barang bukan BKP setelah ada UU HPP  adalah  makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga. 

Jasa bukan JKP setelah ada UU HPP  adalah jasa keagamaan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parkir, jasa boga atau catering. Dikeluarkannya beberapa jenis BKP/JKP dari pengecualian PPN, bukan berarti menjadi harus ada pemungutan PPN.  Perlakuannya hanya bergeser saja. Semula bukan BKP/JKP menjadi mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.

 

Masih Ada BKP/JKP yang Tidak Dipungut atau Dibebaskan 

Fasilitas ini dimuat dalam Pasal 16B ayat 1 UU HPP. BKP yang tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN adalah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Dalam peraturan yang lama, barang tersebut semula tidak dikenai PPN karena masuk dalam negative list.

JKP yang tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, pelayanan sosial, keuangan, asuransi, pendidikan, angkutan umum di darat dan di air serta angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari jasa angkutan luar negeri dan jasa tenaga kerja. Dalam peraturan yang lama, jasa tersebut semula tidak dikenai PPN karena masuk dalam negative list.

Untuk PPN yang terutang, tetapi tidak dipungut, maka Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan BKP/JKP yang mendapat perlakuan khusus dimaksud tetap dapat  dikreditkan. Artinya PPN tetap terutang, tetapi tidak dipungut. PKP tetap harus membuat faktur pajak atas penyerahannya dengan kode faktur  070.

Untuk PPN yang dibebaskan mengakibatkan tidak adanya Pajak Keluaran sehingga Pajak Masukan yang berkaitan dengan penyerahan BKP/JKP yang memperoleh pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan. PKP tetap harus membuat faktur pajak atas penyerahannya dengan kode faktur 080.

 

Ada BKP/JKP yang Dikenakan PPN Final dengan Tarif Sangat Rendah

Istilah tarif PPN final tersebut dinyatakan dalam Penjelasan Umum di UU HPP, “Perubahan materi … dan pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai final.”  Tarif yang akan diterapkan masih menunggu peraturan menteri keuangan yang akan terbit. Infonya, tarif ini jauh lebih rendah dari tarif umum yang semula 10%. Bisa 1%, 2%, 3%, 4% atau 5%. Tentunya konsumen akan membayar BKP/JKP dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan sebelumnya 10%.

Contoh: 

Dasar Pengenaan Pajak sebesar  Rp20 juta. PPN dalam aturan lama 10% atau Rp2 juta. Dengan aturan baru, misal PPN hanya 1%, maka PPN-nya menjadi Rp200.000. Ada penghematan Rp1.800.000,00 bagi konsumen.

 

Pemberian Insentif PPN DTP Sektor Properti

Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.010/2022, rumah tapak dan unit hunian rumah susun yang memenuhi syarat maka PPN-nya ditanggung oleh pemerintah. Syaratnya antara lain harga jual paling banyak Rp5 miliar.PPN ditanggung Pemerintah ada yang besarnya 50% dan 25% dari PPN yang terutang, tergantung harga jual. Apabila harga jualnya paling banyak Rp2 miliar, maka PPN yang ditanggung pemerintah 50% dari PPN yang terutang.

Contoh :

Uraian 

Rp

Harga jual

       900,000,000 

PPN terutang 10%

           90,000,000 

Total harga jual + PPN 10%

         990,000,000 

PPN ditanggung pemerintah 50%

           45,000,000 

Penghematan dinikmati konsumen

           45,000,000 

 

Pemberian Insentif PPnBM DTP sektor Kendaraan Bermotor Tertentu

Diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 5/PMK.010/2022. Syaratnya antara lain adalah jumlah kandungan lokal yang dimanfaatkan dalam kegiatan produksi kendaraan bermotor tertentu paling sedikit 80%. Kendaraan jenis LCGC (Low Cost Green Car) seperti Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Datsun Go Panca, Suzuki Karimun Wagon R, Honda Bryo Satya, dan lain-lain termasuk yang mendapatkan insentif ini.

Kesimpulannya, pemerintah sudah mengantisipasi perubahan tarif tersebut supaya tidak memberatkan masyarakat.

 

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.