Belajar Lega dari Layangan Putus

Oleh: Endra Wijaya Pinatih, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“It's my dream, Mas. Not her,” ucap Kinan (diperankan Putri Marino) kepada suaminya, Aris (diperankan Reza Rahardian). Salah satu petikan dialog pada seri web Indonesia dengan judul Layangan Putus itu mendadak viral di sosial media.
Pada epilog kisah layangan putus, kita semua tahu bahwa sosok Kinan akhirnya bercerai dengan Aris. Di Pengadilan, hakim mengabulkan permohonan gugatan cerai dari Kinan kepada Aris. Hak asuh Raya, anak mereka, sepenuhnya jatuh ke tangan Kinan.
Konsep Keluarga Sebagai Satu Kesatuan Ekonomis
Sistem perpajakan di Indonesia menempatkan suami dan istri sebagai satu kesatuan ekonomi . Ketika Kinan dan Aris resmi bercerai, maka berakhirlah prinsip keluarga sebagai satu kesatuan.
Konsep keluarga sebagai sebuah entitas ekonomi merupakan konsep yang ideal, sederhana, dan adil dalam pajak. Ide ini menyebutkan bahwa penghasilan atau kerugian seluruhnya digabung dan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh kepala keluarga.
Dengan kata lain, jika istri tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah, maka istri dapat menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) suami atau kepala keluarga.
Akan tetapi, andaikan istri menghendaki mempunyai NPWP sendiri maka akan dikenai pajak secara terpisah. Namun yang bersangkutan harus memenuhi kriteria antara lain hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau secara terminologi pajak disebut hidup berpisah (HB), melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis atau pisah harta (PH), atau memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya atau memilih terpisah (MT).
Kita asumsikan pada saat menikah, Kinan memang belum memiliki NPWP. Tatkala keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap memutuskan bahwa Kinan dan Aris resmi bercerai, maka pada saat itulah Kinan mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
Layaknya wajib pajak pada umumnya, setelah mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP, maka pada Kinan secara tidak langsung melekat hak dan kewajiban sebagai wajib pajak yaitu menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajaknya secara mandiri sesuai sistem self-assessment.
Andaikata situasinya berbeda, yakni Kinan memang sudah memiliki NPWP saat menikah dengan Aris, tentunya Kinan perlu melanjutkan hak dan kewajiban perpajakan yang sudah melekat pada dirinya.
Hal tersebut dipertegas pula di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan tepatnya pada pasal 2 yang mengatur bahwa setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
Persyaratan subjektif salah satunya dialamatkan pada pada setiap orang yang dilahirkan dan tinggal di Indonesia. Sedangkan dalam konteks ini, persyaratan objektifnya adalah bahwa subjek pajak tadi telah menerima dan/atau memperoleh penghasilan.
Jika Kinan Belum Memiliki NPWP
Langkah konkret yang harus diambil Kinan jika belum ber-NPWP adalah salah satunya mendatangi kantor pajak sesuai alamat tempat tinggal atau alamat domisili untuk mendapatkan NPWP. Namun apabila Kinan berhalangan hadir dan tidak memiliki waktu untuk datang, Kinan dapat mengakses laman https://pajak.go.id untuk mendaftarkan diri guna memperoleh NPWP secara daring.
Selepas memperoleh NPWP, Kinan musti melakukan penghitungan dan/atau memperhitungkan besaran penghasilan untuk mengetahui pajak yang wajib Kinan setor. Seumpama Kinan bekerja untuk orang lain, maka Kinan wajib meminta bukti pemotongan pajak. Kinan juga perlu mengerti mengenai penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang nantinya Kinan dapatkan. Sesuai dengan UU HPP, maka Kinan mendapatkan PTKP dengan kategori TK/1 atau tidak kawin dengan satu orang tanggungan yakni anaknya, Raya.
Akan tetapi, jika Kinan memilih untuk membuka usaha, maka Kinan harus menghitung besaran omzet tahun tersebut, jika melebihi lima ratus juta rupiah dalam waktu setahun, maka Kinan wajib menyetorkan setengah persen per bulan dari peredaran usahanya.
Kinan juga tak boleh lupa atau alpa bahwa tiap tahun setelah tahun pajak yang terutang usai, Kinan mesti melaporkan pajaknya dalam bentuk surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan). Batas waktu untuk melaporkan SPT Tahunan untuk orang pajak pribadi yaitu paling lambat akhir bulan ketiga tiap tahun. Jika terlambat atau alpa dalam pelaporan SPT Tahunan, maka akan dikenai sanksi administrasi sebesar seratus ribu rupiah.
Untuk melaporkan SPT Tahunan, Kinan dapat melakukannya dimana saja dan kapan saja. Ia dapat memanfaatkan layanan pelaporan SPT Tahunan secara daring melalui situs web pajak. Kinan hanya perlu menyiapkan gawai, pos elektronik, dan Elektronic Filing Identification Number (EFIN) serta bukti pemotongan pajak dan/atau bukti pembayaran pajaknya.
Jika Kinan Telah Ber-NPWP
Dalam hal Kinan telah memiliki NPWP tetapi merasa pelaporan SPT Tahunan tahun pajak sebelumnya (2016 sampai dengan 2020) kurang lengkap semisal tidak atau kurang mengisi kolom harta, maka ia dapat memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
PPS merupakan kesempatan yang diberikan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta. Program ini berlaku mulai 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.
Perceraian kerap kali dianggap suatu yang menakutkan bagi pasangan yang memulai suatu bahtera rumah tangga. Namun bagi Kinan mungkin hal tersebut justru menjadi sesuatu yang melegakan lantaran ia sudah tak kuasa lagi menahan sakit hati yang dirasakan karena Aris mengkhianati pernikahan mereka.
Sama halnya dengan pajak yang dianggap sebagai suatu hal yang rumit dan tak jarang menjadi sesuatu yang ditakuti. Pajak juga dapat menjadi ihwal yang melegakan. Lapor SPT Tahunan dengan lengkap, benar, dan tepat waktu serta mengikuti PPS mungkin dapat menjadi contohnya.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 441 views