Kantor Pelayanan Pajak Madya semarang (KPP Madya Semarang) kembali menyelenggarakan kegiatan sosialisasi perpajakan secara daring melalui aplikasi instagram di Studio KPP Madya Semarang (Selasa, 28/12). Acara yang dimulai pukul 16.00 waktu setempat tersebut menampilkan Penyuluh Pajak Agung Budi sebagai narasumber.

Materi yang dibahas pada kegiatan edukasi tersebut adalah Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) kluster pajak Penghasilan (PPh).

“Ada beberapa perubahan penting terkait PPh dalam UU HPP ini,” tutur Agung Budi mengawali acara live instagram tersebut.

Hal penting dimaksud, lanjutnya, adalah objek PPh, pengecualian objek PPh, pengaturan kembali natura, pengaturan batasan peredaran bruto yang tidak dikenai pajak bagi wajib pajak orang pribadi, perubahan lapisan penghasilan kena pajak, pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi, dan penetapan tarif PPh Badan untuk tahun pajak 2022.

“Kaitannya dengan objek PPh, ada tambahan yaitu natura dan/atau kenikmatan. Kemudian di pasal 4 ayat (2) huruf e, penghasilan yang dapat dikenai PPh final adalah penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima wajib pajak yang memiliki omset tertentu, kita nyebutnya UMKM,” paparnya.

Khusus mengenai natura, imbuhnya, ada beberapa jenis natura dan/atau kenikmatan yang bukan objek pajak bagi penerima, diantaranya adalah penyediaan makan dan minum seluruh pegawai, natura di daerah tertentu, natura bersumber APBN/APBD, dan kenikmatan karena keharusan pekerjaan.

“Contohnya adalah handphone dan laptop yang diberikan perusahaan sebagai fasilitas pendukung pekerjaan, tenang saja, jelas itu bukan objek pajak,” tegasnya.

Lebih lanjut, terdapat tambahan dalam pengecualian objek pajak yaitu bantuan, sumbangan, termasuk zakat, infak, dan sedekah yang diterima oleh badan amil zakat yang disahkan pemerintah. “Ada penambahan infak dan sedekah di situ,” jelasnya.

Dalam acara yang disimak lebih dari 70 pengguna instagram yang rata-rata adalah wajib pajak terdaftar di KPP Madya Semarang tersebut, Agung mengingatkan bahwa tidak ada perubahan terkait penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

Namun, lanjutnya, khusus wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu, apabila peredaran usaha atau omset sampai dengan Rp500 juta tidak dikenai pajak penghasilan.

“Bila omset pengusaha umkm ini dalam setahun sampai Rp500 juta, tidak perlu bayar pajak, tapi kalau belum setahun sudah lebih dari Rp500 juta, atas selisihnya itu baru dikenakan PPh final 0,5%,” tuturnya.

Ia mencontohkan, apabila omset sampai dengan bulan September Rp500 juta kemudian sampai dengan Desember menjadi Rp700 juta, maka besarnya PPh final adalah 0.5% dikalikan dengan selisihnya yaitu Rp200 juta.

Ia pun juga menekankan bahwa hal penting lain yang diubah dalam UU HPP adalah mengenai lapisan penghasilan kena pajak.

“Di aturan sebelumnya, tarif pajak dengan penghasilan sampai dengan Rp50 juta dikenakan tarif 5%, di UU HPP lapisannya diubah menjadi sampai dengan Rp60 juta. Lalu ada lagi lapisan di atas Rp5 miliar yang dikenakan tarif 35%, jadi nya fair,” tuturnya.

Lebih lanjut, Ia menegaskan bahwa perubahan lapisan penghasilan kena pajak berlaku mulai 1 Januari 2022. Ia mengingatkan kepada wajib pajak pengguna aplikasi e-spt PPh Pasal 21 agar mengatur ulang tarif di aplikasi tersebut mulai 2022.

“Terakhir, apabila ada bangunan permanen punya masa manfaat lebih dari 20 tahun, penyusutannya dilakukan dalam bagian sama besar, sesuai masa manfaat berdasarkan pembukuan wajib pajak, fleksibel,” ucapnya mengakhiri penjelasan UU HPP kluster PPh.