Pajak Adil Memihak Rakyat Kecil

Oleh: Naela Zulfa, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“Saya mau bayar pajak, Bu. Minta tolong dibuatkan billing, ini catatannya,” ucap seorang Bapak yang sedang berada di loket helpdesk sebuah Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Sebagai seorang pegawai pajak yang bertugas melayani konsultasi, penulis kerap bertemu wajib pajak dengan tipikal seperti ini, datang ke kantor pajak untuk meminta dibuatkan kode billing. Biasanya mereka adalah orang-orang yang sudah lanjut usia atau kurang menguasai teknologi.
Sebuah kertas dengan tulisan pena, menampilkan catatan penghasilan bruto wajib pajak dan pajak yang harus mereka bayar. Tidak banyak Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang, biasanya hanya berkisar antara Rp20.000,00 sampai dengan Rp100.000,00. Usaha mereka memang masih tergolong kecil.
Ada yang punya warung kecil di rumah, juga pedagang makanan keliling. Walaupun penghasilan mereka tidak banyak, tetapi mereka tetap berusaha untuk taat membayar pajak. Wajib pajak seperti mereka ini biasa disebut sebagai Wajib Pajak UMKM.
Pajak untuk UMKM
Pemerintah menaruh perhatian yang sangat besar terhadap Wajib Pajak UMKM. Hal ini bisa kita lihat melalui beberapa peraturan dan kebijakan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah. Setidaknya pemerintah sudah mengeluarkan empat peraturan yang memperhatikan kepentingan Wajib Pajak UMKM. Mari kita simak bersama.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
Dalam rangka memberikan kemudahan dalam penghitungan pajak dan mengurangi beban administrasi, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46) tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Peraturan ini mengatur mengenai pengenaan PPh Final dengan tarif 1% untuk Wajib Pajak UMKM dengan peredaran bruto tertentu. Peraturan ini mulai diberlakukan sejak Juli 2013. Dengan adanya peraturan ini, wajib pajak dimudahkan dalam menghitung pajak karena hanya perlu melakukan pencatatan peredaran bruto setiap bulan. Kemudian perhitungan pajaknya juga dikenakan secara final setiap bulannya.
Namun, peraturan ini dianggap masih memberatkan untuk wajib pajak, terutama bagi pengusaha dengan margin laba yang kecil. Menurut mereka, pajak yang dibayar tidak sepadan dengan laba atau keuntungan yang mereka dapat. Misalnya, wajib pajak yang memiliki peredaran bruto Rp100 juta sebulan, dengan keuntungan hanya Rp5 juta, harus membayar Pajak Penghasilan 1% dari peredaran bruto sebesar Rp1 juta.
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018
Untuk menyempurnakan ketentuan PPh untuk UMKM, pemerintah mengeluarkan lagi Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23) sebagai pengganti dari PP 46 di atas. Ada beberapa hal yang disempurnakan dalam peraturan ini antara lain, penurunan tarif PPh Final menjadi 0,5% dan pemberlakuan jangka waktu tertentu dalam peraturan ini.
Pengaturan pemberlakuan jangka waktu tertentu dimaksudkan sebagai masa pembelajaran untuk wajib pajak baru yang belum siap melaksanakan pembukuan sehingga mereka bisa menghitung pajak dengan lebih mudah. Setelah jangka waktu berakhir, diharapkan wajib pajak sudah siap melaksanakan pembukuan dan bisa menghitung PPh dengan tarif umum.
Hal lain yang disempurnakan dalam peraturan ini adalah adanya kebebasan bagi Wajib Pajak UMKM untuk memilih menggunakan penghitungan dengan tarif umum biasa, apabila wajib pajak sudah bisa melakukan pembukuan dan juga apabila wajib pajak merasa terbebani dengan besarnya pajak jika dihitung dengan tarif PPh final. Pengaturan ini mencerminkan bahwa pemerintah ingin memberikan keadilan kepada wajib pajak.
Lalu apakah PP 23 sudah benar-benar memberikan keadilan untuk wajib pajak?
Insentif PPh Final Ditanggung Pemerintah (DTP)
Pandemi Covid-19 yang melanda negara kita memberikan dampak yang luar biasa besar untuk perekonomian, tak terkecuali para pengusaha UMKM ini. Untuk membantu mereka, pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang insentif pajak bagi wajib pajak yang terdampak pandemi Covid-19.
Salah satu jenis insentif yang diberikan adalah insentif PPh Final DTP bagi Wajib Pajak UMKM. Wajib pajak tidak perlu melakukan pembayaran PPh Final namun harus melakukan pelaporan realisasi insentif sebagai gantinya. Sebagian wajib pajak memanfaatkan insentif ini, tetapi masih banyak juga yang tidak memanfaatkan.
Selain alasan ketidaktahuan, ada juga wajib pajak yang merasa bahwa prosedur untuk mendapatkan insentif pajak ini terlalu rumit. Terutama untuk wajib pajak yang kurang menguasai teknologi. Jangankan melakukan pelaporan secara online, membuat kode billing saja mereka belum bisa.
Kebijakan insentif pajak ini sepertinya belum bisa menjangkau semua wajib pajak. Selain itu, kebijakan ini juga sifatnya hanya sementara karena terkait dengan pandemi covid-19.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021
Kebijakan paling baru yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah pengaturan tentang peredaran bruto tertentu yang dikecualikan dari pengenaan pajak. Kebijakan tersebut diatur dalam Bab III Pasal 7 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu tahun pajak, maka tidak dikenai PPh.
Kebijakan ini lagi-lagi merupakan bentuk keberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Dengan adanya batas peredaran bruto tidak kena pajak ini, maka kewajiban pajak pelaku UMKM menjadi lebih ringan. Bahkan Wajib Pajak UMKM dengan omzet kurang dari Rp500 juta setahun tidak perlu membayar pajak.
Setelah ini, penulis berharap akan ada pengaturan juga terkait tata cara pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang lebih sederhana dan mudah bagi Wajib Pajak UMKM ini karena kepatuhan pajak tidak hanya diukur dari pembayaran, melainkan dari pelaporan juga.
Dengan adanya kemudahan cara menghitung pajak, pengurangan beban pajak, dan kesederhanaan dalam pelaporan pajak, maka diharapkan akan menjaring semakin banyak pelaku UMKM untuk berkontribusi dalam penerimaan negara melalui pajak.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja
- 299 views