Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II bekerjasama dengan IKPI Cabang Surakarta menggelar sosialisasi Klaster Kemudahan Berusaha Bidang Perpajakan pada Undang-undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Senin, 31/5). Acara yang diikuti oleh 65 peserta ini digelar secara daring dari ruang rapat lantai II Kanwil DJP Jawa Tengah Surakarta, Surakarta.

Kepala Seksi Bimbingan Penyuluhan Kanwil DJP Jawa Tengah II Joko Setiyono mengatakan Direktorat Jenderal Pajak berkomitmen untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat secara luas terkait UU yang disahkan DPR pada tanggal 5 Oktober 2020 lalu. 

Tiga fungsional penyuluh pajak Timon Pieter, Wieka Wintari dan Surono secara bergantian menyampaikan materi Undang-undang nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Pada kesempatan pertama, Timon menjelaskan ada empat tujuan yang diharapkan dengan hadirnya UU Ciptaker Klaster Perpajakan ini. “Perubahan kebijakan perpajakan dalam UU Cipta Kerja ini adalah untuk meningkatkan investasi, mendorong kepatuhan WP, memberikan kepastian hukum, dan menjamin keadilan dalam iklim berusaha,” ungkapnya. 

Timon mengatakan terdapat tiga pokok perubahan terkait Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) dalam UU Cipta Kerja, yakni mengenai pengurangan sanksi bunga, pengurangan imbalan bunga, dan penghapusan beberapa ketentuan dalam UU KUP yang selama ini menimbulkan multitafsir. “Tarif bunga per bulan mengacu kepada suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi dibagi 12 ditambah uplift factor sesuai tingkat kesalahan Wajib Pajak,” kata Timon.

Wieka pada kesempatan selanjutnya mengatakan bahwa UU Pajak Penghasilan (PPh) terdapat beberapa perubahan yakni mengenai objek pajak, subjek pajak, dan subjek pajak luar negeri. Perubahan dengan menambahkan status kewarganegaraan bagi subjek pajak dalam negeri baik Warga Negara Indonesia (WNI) ataupun Warga Negara Asing (WNA).

Selain itu juga memperjelas ketentuan status subjek pajak WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari selama 12 bulan bagi subjek pajak luar negeri. Wieka menjelaskan, hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kepastian hukum yang dimiliki oleh setiap subjek pajak. WNA yang menjadi subjek pajak dalam negeri dengan keahlian tertentu dikenakan PPh hanya atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia. “WNI maupun WNA yang tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri,” ujar Wieka.

Pada sesi terakhir Surono menyampaikan bahwa UU PPN terdapat beberapa perubahan yaitu mengenai penyerahan secara konsinyasi, penyerahan hasil pertambangan batu bara, pengkreditan Pajak Masukan, dan faktur pajak. Perubahan ini dipecah menjadi tiga klaster yakni klaster meningkatkan pendanaan investasi, klaster mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar secara sukarela, dan klaster menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri.