Awas Hoaks Pajak Sepeda!

Oleh: Endra Wijaya Pinatih, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pandemi Covid-19 sedang berlangsung saat ini. Sembari menunggu vaksinasi pada masyarakat, pemerintah mengimbau agar protokol kesehatan tetap diindahkan. Hal itu lantaran kenaikan angka positif Covid-19 dan kematian akibat virus ini dari hari ke hari. Pemerintah juga acapkali menggaungkan agar masyarakat berdamai dengan virus ini dan menerima bahwa keadaan ini haruslah dianggap sebagai kenormalan baru. Suatu keadaan yang mengharuskan kita untuk menerapkan kebiasaan hidup baru guna menciptakan kondisi herd immunity.
Pola hidup masyarakat lambat laun berubah. Masyarakat yang semula terbiasa dengan mobilitas tinggi dan berkerumun, kini dipaksa untuk tinggal di rumah guna menjaga jarak, mengenakan masker, dan rajin mencuci tangan. Disrupsi tadi secara tidak langsung menyebabkan masyarakat memiliki kebiasaan baru, salah satunya mengenai fenomena bersepeda di kalangan masyarakat kota-kota besar yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal yang dibuktikan dari lonjakan penjualan sepeda ditengah pandemi. Menurut survei Insititue for Transportation and Development Policy (ITDP), terjadi peningkatan pengguna sepeda sebanyak 1.000 persen saat PSBB di Jakarta dibanding bulan Oktober 2019. Hal serupa juga terjadi di sejumlah kota lainnya, seperti Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Bandung, dan Surabaya.
Dewasa ini jagat sosial media ramai dengan salah satu komentar dari seorang influencer. Katakanlah demikian sebab tak tanggung-tanggung ia memiliki pengaruh ke lebih dari 1,9 juta pengikut di Instagram. hal itu lantaran komentarnya terhadap konten instagram Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia di akun sosial media instagramnya tentang kewajiban mencantumkan sepeda ke dalam kolom harta pada SPT Tahunan dan meminta pemerintah untuk menjadi lebih kreatif dalam mencari pendapatan negara dari pajak. Pastinya dengan publikasinya tersebut memicu beragam reaksi utamanya dari pengikutnya yang mayoritas percaya dan pro tentang postingannya tersebut. Tentu hal ini akan memunculkan stigma negatif bagi pemerintah yang saat ini sedang giat dalam mengumpulkan pundi-pundi pendapatan pajak sekaligus berusaha menciptakan citra yang baik di masyarakat. Pertanyaannya adalah apakah memiliki sepeda ada pajaknya?
Sepeda merupakan Objek PPN
Jika pertanyaannya demikian, tentu jawabannya adalah benar. Sepeda dikenakan pajak tepatnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena merupakan barang kena pajak yang merupakan objek PPN (UU No 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah). Ditinjau dari ilmu perpajakan, PPN termasuk dalam kategori: (1) pajak objektif, (2) pajak atas konsumsi umum dalam negeri, dan (3) pajak tidak langsung.
Menurut pakar PPN, Untung Sukardji, pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yang disebut taatbestand. Istilah tersebut mengacu kepada keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan objek pajak. PPN sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai kewajiban membayar pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau badan, dan tidak berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Siapa pun yang mengonsumsi barang atau jasa yang termasuk objek PPN, akan diperlakukan sama dan wajib membayar PPN atas konsumsi barang atau jasa tersebut. Sepeda merupakan objek PPN tanpa memandang status dari pembeli. Selanjutnya, pajak atas konsumsi umum dalam negeri, memiliki arti PPN dikenakan atas konsumsi barang dan/atau jasa yang dimanfaatkan di dalam negeri atau di daerah pabean.
Pengenaan PPN atas konsumsi yang dilakukan di dalam negeri, tanpa melihat dari mana barang dan/atau jasa tersebut berasal disebut sebagai prinsip destinasi (destination principle). Dalam prinsip destinasi, selain mengenakan PPN atas konsumsi barang dan/atau pemanfaatan jasa di dalam negeri, PPN juga dikenakan atas impor barang yang dikonsumsi dan/atau jasa yang dimanfaatkan di dalam negeri. Dengan demikian, pembelian sepeda di sebuah toko dalam negeri ataupun luar negeri bakal tetap dikenakan PPN dengan tarif 10%. Tambahannya, apabila pembeli melakukan pembelian dari luar negeri (impor), selain PPN 10%, pembeli juga dikenakan bea masuk atas pembelian tersebut. Ketentuan bea masuk sepeda atau barang impor lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman.
Ketentuan ini menyebutkan bahwa untuk setiap barang impor yang bernilai US$3 atau lebih dikenakan bea masuk sebesar 7,5% dari harga jual. Ihwal pembeli sepeda membawa sendiri sepedanya dari luar negeri, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PMK-203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkutan. Dalam beleid itu, barang pribadi penumpang dengan nilai pabean paling banyak FOB USD500 per orang untuk setiap kedatangan diberikan pembebasan bea masuk alias gratis. Namun, jika nilai sepeda yang dibeli lebih besar dari USD500, maka pembeli akan dipungut bea masuk sebesar 10% dari nilai pembelian dikurangi USD500. PPN atas sepeda merupakan pajak tidak langsung.
Skema ini menggambarkan pengertian PPN ditinjau dari sudut ilmu hukum yaitu suatu jenis pajak yang menempatkan kedudukan pemikul beban pajak dengan kedudukan penanggung jawab pembayaran pajak ke kas negara pada pihak yang berbeda-beda. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pembeli atau penerima jasa dari tindakan sewenang-wenang negara (pemerintah). Faktanya adalah PPN sudah melekat dalam kegiatan konsumtif masyarakat sehari-hari, jadi akan sangat mengejutkan apabila hal itu menjadi polemik baru di masyarakat.
Sepeda Wajib Dilaporkan di SPT Tahunan
Beda halnya dengan imbauan Direktorat Jenderal Pajak bahwa kawan pajak yang memiliki sepeda, baik sebagai alat transportasi, olahraga, atau hobi, silakan memasukannya ke dalam daftar harta di SPT Tahunan dengan kode harta 041. SPT Tahunan merupakan salah satu kewajiban rutin tiap tahun bagi yang telah ber-NPWP. Hal itu dimaksudkan sebagai sarana melakukan perhitungan ataupun check and balance perhitungan dan pembayaran pajak penghasilan, objek pajak penghasilan, dan/atau bukan objek pajak penghasilan, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan peraturan pajak untuk satu tahun pajak, atau bagian dari tahun pajak.
Kesimpulannya, sepeda merupakan barang kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN juga dikenai bea masuk jika melakukan pembelian dari luar negeri (impor). Namun menilik substansi dari postingan media sosial Direktorat Jenderal Pajak yang mengimbau wajib pajak untuk menyertakan sepeda ke dalam daftar harta di SPT Tahunan, barang tentu akan menimbulkan selisih paham bagi para warganet yang menyangka hal itu merupakan objek pajak baru. Kewajiban menyertakan sepeda pada kolom harta di SPT Tahunan bukanlah sebagai penambah penghasilan wajib pajak yang nantinya bermuara pada penambahan pembayaran pajak, hal itu hanyalah sebagai imbauan DJP sesuai dengan pasal 3 UU KUP yang menyebutkan bahwa SPT harus diisi dengan benar,lengkap, dan jelas. Termasuk salah satunya mengisi kolom kolom daftar harta. Seluruh jenis harta wajib dilaporkan tanpa adanya batasan minimal. Namun ditegaskan kembali bahwa daftar harta yang dilaporkan pada SPT tidak dikenakan pajak lagi.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 603 views