Oleh: Endra Wijaya Pinatih, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Dewasa ini dunia khususnya Indonesia dihadapkan pada situasi yang memaksa mereka untuk menghadapi gelombang disrupsi. Disrupsi sendiri memiliki arti perubahan besar yang dapat merusak tatanan kehidupan. Perubahan besar tersebut bernama Revolusi Industri 4.0 yang merupakan perubahan keempat dan saat ini sedang ramai diperbincangkan. Sebelumnya kita telah mengenal revolusi industri pertama (1.0) terjadi pada abad ke-18 ditandai dengan penemuan mesin uap digunakan untuk proses produksi barang. Intinya adalah industri 1.0 ini ketergantungan tenaga manusia dan hewan digantikan mesin uap.

Revolusi Industri kedua (2.0) terjadi pada awal abad ke-20, hal tersebut ditandai dengan penemuan tenaga listrik. Tenaga listrik inilah yang perlahan-lahan menggantikan peran mesin uap. Selanjutnya adalah Revolusi Industri ketiga (3.0), Revolusi ini dipicu oleh mesin yang dapat bergerak dan berpikir secara otomatis, yaitu komputer dan robot. Kemudian revolusi industri yang ramai diperbincangkan yaitu revolusi industri 4.0 yang merupakan tren di dunia industri penggabungan teknologi otomatisasi dan teknologi siber. Sederhananya, revolusi industri ini menanamkan teknologi cerdas yang dapat terhubung dengan berbagai bidang kehidupan manusia atau era serba digital. Revolusi ini nantinya sangat berpengaruh di berbagai bidang, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan lain sebagainya.

Respon Direktorat Jenderal Pajak

Termasuk bidang pelayanan publik nantinya akan mendapat pengaruh Industri 4.0 dan saat ini pemerintah sudah mempersiapkan langkah-langkah menuju ke arah tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Pelayanan Publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/ atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Kemudian keterkaitan dengan pelayanan publik dan era revolusi Industri 4.0 saat ini, sebetulnya telah jelas diatur dalam pasal di Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyebutkan bahwasanya Pelayanan Publik harus memiliki sistem yang dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu pemberi layanan publik dibidang perpajakan dituntut memberikan layanan prima sesuai dengan amanat undang-undang. Melihat demand yang tinggi dari masyarakat tentang pelayanan yang cepat, tepat, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, DJP sudah bergerak cepat membangun suatu sistem layanan berbasis online. DJP menyadari kemampuan adaptasi sangat diperlukan untuk menghadapi situasi disrupsi yang kadangkala tanpa disadari tengah hadir di masyarakat. Terlebih dengan kondisi pandemi covid-19 ini, layanan tatap muka kantor pajak di seluruh Indonesia dibatasi dan sebagian layanan dialihkan menjadi daring. Hal tersebut dilakukan untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.

Hal yang lumrah apabila perubahan ini menimbulkan pro dan kontra khususnya bagi wajib pajak. Wajib pajak yang awalnya terbiasa ke kantor pajak bertatap muka dengan petugas, kemudian dihadapkan dengan situasi yang awam mereka lakukan. Namun tanpa kondisi yang “memaksa” tersebut, tentu akan sulit untuk memulai dan menjadi terbiasa.

Pernah suatu ketika saya dihadapkan dengan wajib pajak di tempat bekerja. Wajib pajak tersebut bertanya perihal Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Prolognya adalah wajib pajak merasa kesal karena diharuskan melapor secara daring, sesuatu yang awam baginya. Ia terbiasa pasif dalam pelaporan SPT Tahunannya. Rutinnya, ia datang ke kantor pajak, kemudian menyerahkan bukti pemotongan pajak dari bendahara tempatnya bekerja, dan menunggu petugas memberikan bukti pelaporan pajaknya. Setelah dijelaskan dan dipandu pelaporan SPTnya melalui daring oleh petugas, pandangan wajib pajak tentang pelayanan daring berubah. "Saya pikir ingin dipersulit, ternyata lebih mudah dan cepat menggunakan daring. Seharusnya tahun-tahun sebelumnya lapornya seperti ini saja (daring)," ujar salah satu wajib pajak.

Berusaha menuju kesempurnaan 

Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) Pasal 2 ayat 1 mengatakan setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Wajib Pajak juga memiliki kewajiban lainnya seperti menghitung penghasilannya, memperhitungkan penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut pihak ketiga, menyetorkan sendiri pajaknya, dan yang terakhir melaporkan pajaknya. Semua kewajiban tersebut dapat dituntaskan secara daring dengan hanya bermodalkan perangkat seperti smartphone, laptop, atau personal computer. Jika kita berandai-andai, semua kewajiban perpajakan dapat dilakukan di kamar, nongkrong di coffee shop, atau sambil bermain game tanpa perlu merasa repot datang ke kantor pajak.

Adapun layanan perpajakan yang dapat dilakukan antara lain pendaftaran NPWP melalui situs web ereg.pajak.go.id, serta beberapa layanan yang dapat diakses pada pajak.go.id yaitu pembayaran pajak dengan membuat kode billing terlebih dahulu pada menu bayar, pelaporan pajak melalui menu lapor, lalu memilih menu e-Filing atau e-Form. Selain itu, di masa pandemi ini, pemerintah mengeluarkan berbagai macam insentif atau fasilitas perpajakan yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak, contoh dari insentif tersebut adalah PMK-110/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 ataupun PMK-28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas Pajak Terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan Dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019.

Fasilitas dan/atau Insentif tersebut dapat dengan mudah didapatkan pada menu Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP) dan e-Reporting, untuk merekam surat keterangan domisili/persetujuan penghindaran pajak berganda melalui menu e-SKD, untuk melakukan konfirmasi validitas dokumen perpajakan yang diterbitkan DJP melalui menu Rumah Konfirmasi Dokumen, untuk mengajukan permohonan bukti pemenuhan kewajiban penyetoran PPHTB melalui menu e-PPHTB. Dan untuk penyetoran pajak dapat dilakukan via internet banking ataupun mobile banking.

Ada kalanya wajib pajak pengguna layanan daring kurang puas terhadap sistem yang terkadang mengalami kendala khususnya laman pajak.go.id. Hal tersebut dikarenakan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus oleh Direktorat Jenderal Pajak. Perbaikan-perbaikan tersebut dimaksud selain merespon revolusi industri 4.0 yang ramai dikumandangkan, juga menginginkan pelayanan di titik tertinggi yaitu kesempurnaan. Anggapan kesempurnaan muskil dilakukan mungkin benar adanya, namun tidak ada salahnya bercita-cita setinggi langit agar jatuhnya di antara bintang-bintang.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.