Oleh: Edmalia Rohmani, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 berlaku, ternyata masih terdapat wajib pajak yang belum memahami konsekuensi ketika lawan transaksi menunjukkan Surat Keterangan PP 23. Mereka belum mengetahui kewajibannya sebagai pemotong/pemungut PPh Final UMKM. 

Menurut pengamatan penulis, terdapat kerancuan di lapangan terkait perlakuannya yang dianggap sama seperti Surat Keterangan Bebas (SKB) PP 46 Tahun 2013. Penyebabnya ditengarai karena peraturan ini baru berjalan dua tahun lebih sehingga wajib pajak masih beradaptasi dengan peraturan tersebut.

Apa yang harus dilakukan oleh wajib pajak ketika menerima Surat Keterangan PP 23 dari lawan transaksi? Mari kita bahas satu per satu.

Memotong PPh Final UMKM
Surat Keterangan PP 23 merupakan surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat terdaftar yang menerangkan bahwa wajib pajak tersebut dikenai PPh berdasarkan PP 23 Tahun 2018. Terdapat perbedaan mendasar antara SKB PP 46 dengan Surat Keterangan ini, yaitu sesuai dengan namanya, SKB PP 46 membebaskan pemotong/pemungut pajak dari kewajiban memotong/memungut PPh.

Dengan persyaratan tertentu, wajib pajak harus melegalisasi SKB PP 46 terlebih dahulu untuk dapat mempergunakan SKB tersebut dan menyerahkannya ke lawan transaksi sebagai pemotong pajak. Selanjutnya, wajib pajak UMKM menyetor sendiri PPh Final UMKM sebesar 1% dari nilai dasar pengenaan pajak atau nilai transaksi.

Melalui skema ini pemotong pajak akan dimudahkan, namun dari sisi wajib pajak UMKM terasa merepotkan sebab harus berkali-kali ke KPP untuk meminta legalisasi. Setelah dilakukan evaluasi, dalam peraturan PP 23 Tahun 2018 yang menggantikan PP 46 Tahun 2013, mekanisme ini dihapuskan. 

Alih-alih membebaskan pemotongan/pemungutan PPh, pemotong/pemungut pajak harus melakukan pemotongan PPh Final UMKM dengan tarif 0,5% terhadap wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan.

Pemotongan ini dilakukan untuk setiap transaksi penjualan (terkait pemungutan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah) atau penyerahan jasa yang merupakan objek pemotongan PPh. Syaratnya, wajib pajak UMKM cukup menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada pemotong/pemungut pajak. 

Contoh 1:
Instansi Pemerintah A membeli ATK dari PT B dengan nilai di atas Rp2 juta yaitu sebesar Rp10 juta. Seharusnya, instansi tersebut memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari Rp10 juta yaitu Rp150 ribu. Namun, karena PT B telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada Instansi Pemerintah A, maka instansi tersebut tidak memungut PPh Pasal 22 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp10 juta yaitu Rp50 ribu.

Contoh 2:
PT C menggunakan jasa katering dari CV D dengan nilai sebesar Rp20 juta. Seharusnya, PT C memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari Rp20 juta yaitu Rp400 ribu. Namun, karena CV D telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada PT C, maka PT C tidak memotong PPh Pasal 23 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp20 juta yaitu Rp100 ribu.

Contoh 3:
PT E menggunakan jasa catering dari Tuan F dengan nilai sebesar Rp20 juta. Seharusnya, PT E memotong PPh Pasal 21 kepada Bukan Pegawai dengan tarif 5% dari dasar pengenaan pajak (50% x Rp20 juta=Rp10 juta) yaitu Rp500 ribu. Namun, karena Tuan F telah menyerahkan fotokopi Surat Keterangan PP 23 kepada PT E, maka PT E tidak memotong PPh Pasal 21 melainkan PPh Final 0,5% dari Rp20 juta yaitu Rp100 ribu.

Menyetorkan dan Melaporkan PPh Final 
Setelah melakukan pemotongan PPh Final 0,5%, pemotong pajak harus menyetorkan pajak tersebut paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau yang dipersamakan dengan itu, dengan kode jenis pajak dan kode setoran 411128-423. SSP ini harus dibuat oleh pemotong pajak dengan mengisi kolom NPWP dan NPWP dengan Nama dan NPWP wajib pajak yang dipotong.

Apabila pemotong pajak hendak membuat SSP melalui menu ebilling pada akun di djponline, pemotong pajak harus mengeklik pilihan “NPWP Lain” agar bisa memasukkan NPWP lawan transaksinya. SSP dan tanda bukti setoran tersebut merupakan bukti pemotongan PPh Final UMKM yang harus diserahkan kepada wajib pajak yang dipotong.

Selain menyetorkan pajak tersebut, pemotong PPh juga berkewajiban untuk melaporkannya menggunakan SPT PPh Pasal 4 Ayat 2 paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir ke KPP tempat pemotong PPh terdaftar.

Skema ini sangat memudahkan wajib pajak UMKM, sebab mereka hanya perlu melaporkan pemotongan tersebut saat SPT Tahunan dan tidak perlu berkali-kali ke KPP untuk melegalisasi surat. Namun, di sisi lain, mekanisme ini berpotensi menimbulkan kebingungan bagi pemotong PPh, terutama bagi yang belum memahami kewajibannya sebagai pemotong. Beberapa wajib pajak yang seharusnya sebagai pemotong malah menyerahkan penyetoran kepada wajib pajak pemilik Surat Keterangan. Hal ini tentu berpotensi menyebabkan kebocoran penerimaan negara.

Perlakuan Terkait Insentif PPh Final UMKM

Sejak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44/PMK.03/2020 terbit, wajib pajak UMKM dapat memanfaatkan insentif PPh Final Ditanggung Pemerintah (DTP) sejak Masa April 2020. Bahkan, setelah diperbaharui dengan PMK-86/PMK.03/2020 s.t.d.d PMK-110/PMK.03/2020, wajib pajak dapat memanfaatkannya hingga Desember 2020.

Menurut PMK-44/PMK.03/2020, wajib pajak UMKM yang ingin mendapatkan fasilitas PPh Final DTP harus mengajukan permohonan Surat Keterangan. Setelah menerima fotokopi Surat Keterangan yang menjadi acuan mendapatkan insentif tersebut, pemotong pajak tetap membuatkan SSP atau kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR .../PMK.03/2020.” Nomor PMK diisi sesuai dengan dasar aturan yang digunakan.

Selanjutnya, pemotong PPh tidak melakukan pemotongan PPh Final 0,5% sebab sudah ditanggung oleh pemerintah. Nilai dalam SSP yang dicap tersebut akan dilaporkan oleh wajib pajak yang memanfaatkan fasilitas PPh Final UMKM melalui laporan realisasi insentif.

Hal yang perlu diperhatikan oleh pemotong pajak di masa sekarang adalah melakukan konfirmasi terlebih dahulu kepada lawan transaksi yang memiliki Surat Keterangan PP 23 apakah memanfaatkan insentif PPh Final UMKM atau tidak. Hal ini penting agar pemotong pajak tidak salah memberikan perlakuan terhadap wajib pajak UMKM. 

Realitanya, masih banyak wajib pajak UMKM yang belum memanfaatkan fasilitas tersebut. Melakukan konfirmasi ini dapat membukakan informasi tentang insentif PPh final DTP, agar wajib pajak UMKM yang belum mengetahui hal ini selanjutnya bisa ikut memanfaatkannya.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja