Perjalanan digitalisasi pajak (tax digitalization) di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah terbentang selama 18 tahun sejak dimulai pada tahun 2002. “Dalam kurun waktu tersebut, digitalisasi pajak berhasil mencapai beberapa tonggak sejarah (milestone) yang penting,” ujar Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi Iwan Djuniardi dalam acara bertajuk “Success Factors for Tax Digitalization Report” yang diselenggarakan melalui konferensi video secara daring (Rabu, 2/9).

Ia menjelaskan bahwa era digitalisasi pajak bermula dengan diluncurkannya e-SPT pada 2002 sehingga Wajib Pajak dapat melaporkan Surat Pemberitahuan secara elektronik. Untuk itu, DJP menggandeng Application Service Provider (ASP), pihak ketiga yang menyediakan layanan berbasis komputer untuk pelanggannya melalui suatu jaringan.

Selanjutnya, Iwan mencontohkan beberapa milestone penting, antara lain diluncurkannya e-Registration (2007), e-Filing (2012), e-Billing (2014), e-Faktur dan e-Faktur Host to Host/H2H (2015) serta e-Bupot (2018). Tahun 2018 juga merupakan era dimulainya Automatic Exchange of Information (AEoI) dan Country by Country Reporting (CbCR) yaitu DJP bekerjasama dengan otoritas perpajakan negara lain atau yurisdiksi lain untuk saling bertukar data dan/atau informasi perpajakan.

“Setidaknya ada 3 (tiga) tema strategis DJP dalam melanjutkan program digitalisasi pajak di masa depan,” ujarnya. Ketiganya adalah migrasi ke ekosistem digital, membangun sistem yang terintegrasi dan interaktif, serta membangun Digital Auto-Regulation Ecosystem yang memungkinkan Wajib Pajak memenuhi hak dan kewajibannya dengan intervensi yang minimal.

Sementara itu narasumber lainnya, Mulia Dewi Karnadi dalam paparannya juga mendukung digitalisasi pajak yang inklusif. “Namun demikian, digitalisasi pajak harus tetap memperhatikan aspek keamanan data (data security) serta mendorong bisnis Wajib Pajak untuk tumbuh,” papar Chief Executive Officer (CEO) Online Pajak itu. 

Sebagai informasi, acara daring tersebut diikuti oleh para pejabat eselon di lingkungan Kementerian Keuangan, akademisi, praktisi perpajakan, hingga perwakilan lembaga internasional. Pada kesempatan itu, Better Than Cash Alliance (BTCA) yang berbasis di Perserikatan Bangsa-Bangsa menyampaikan hasil risetnya yang mengambil tema strategi dan pengalaman perjalanan digitalisasi pajak di 3 (tiga) negara, yaitu Indonesia, Meksiko dan Rwanda. (dhna)