Oleh: Apri Prayoga Arrfah, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Ujian berat dari pandemi Covid-19 semakin terasa dampaknya bagi perekonomian Indonesia. Setelah di kuartal pertama hanya mampu mencatatkan pertumbuhan 2,97% (yoy), maka situasinya semakin mengkhawatirkan ketika pada kuartal kedua mengalami kontraksi sebesar 5,32% (yoy).

Kondisi ini memang sudah diprediksi sebelumnya, mengingat mulai Kuartal II-2020 diberlakukan pembatasan mobilitas dan aktivitas masyakarat melalui PSBB di berbagai daerah. Praktis, roda perputaran ekonomi pun seolah direm mendadak. Mengakibatkan guncangan pada fundamental ekonomi riil di sisi supply dan demand.

Pemerintah sejatinya memang tidak tinggal diam. Demi meredam eskalasi risiko pandemi terhadap ekonomi, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) telah disiapkan dengan anggaran yang cukup signifikan. Hingga tulisan ini dibuat, pagu Rp695,2 triliun (setara 4,2% dari PDB) dianggarkan melalui berbagai bentuk stimulus.

Lalu, sudah sejauh mana capaian program PEN?

Data Kementerian Keuangan menunjukkan hingga tanggal 6 Agustus 2020 realisasi PEN tercatat sebesar Rp151,25 triliun atau 21,8% dari pagu. Akumulasi realisasi tersebut bersumber dari enam klaster atau bidang yaitu kesehatan, perlindungan sosial, sektoral kementerian/lembaga dan pemda, dukungan UMKM, pembiayaan korporasi, serta insentif usaha.

Di bidang kesehatan, penyaluran anggaran baru menyentuh Rp7,14 triliun atau 14,4% dari pagu sebesar Rp87,55 triliun. Penyaluran ditujukan untuk insentif kesehatan pusat dan daerah, santunan kematian tenaga kesehatan, Gugus Tugas Penanganan Covid-19, serta insentif Bea Masuk dan PPN kesehatan.

Sementara itu, bidang perlindungan sosial mencatatkan penyerapan yang cukup baik, dimana 48,8% anggaran telah terealisasi. Angka sebesar Rp86,45 triliun tersalurkan melalui berbagai program. Di antaranya PKH, kartu sembako, bantuan sembako Jabodetabek dan non Jabodetabek, Pra Kerja, diskon listrik, serta BLT Dana Desa.

Lalu, pada klaster sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, progress realisasi telah mencapai Rp8,6 triliun (25,7% dari DIPA). Alokasinya meliputi program padat karya, Dana Insentif Daerah (DID) Pemulihan Ekonomi, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik.

Selanjutnya pada klaster insentif usaha, pemanfaatannya baru menyentuh 13,7% dari pagu Rp120,61 triliun, atau sebesar Rp16,6 triliun. Rinciannya adalah untuk PPh 21 Ditanggung Pemerintah Rp1,18 triliun, Pembebasan PPh 22 Impor Rp3,34 triliun, Pengurangan Angsuran PPh 25 Rp4,27 triliun, Pengembalian Pendahuluan PPN Rp3,6 triliun, serta Penurunan tarif PPh Badan Rp4,17 triliun.

Kemudian pada program dukungan UMKM, dari pagu Rp123,47 triliun telah tersalurkan Rp32,5 triliun atau 27,1%. Realisasi penyaluran ditujukan pada penempatan dana, pembiayaan investasi LPDB, PPh Final UMKM, dan subsidi bunga UMKM.

Terakhir, pada bidang pembiayaan korporasi belum ada realisasi penyaluran dari pagu yang telah disiapkan sebesar Rp53,57 triliun.

Di samping program yang telah terlaksana dan terencana, pemerintah pun telah menyusun beberapa poin Usulan Baru pemanfaatan biaya penanganan Covid-19 sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi pada semester II 2020.

Pertama, usulan pemanfaatan progam kesehatan dengan nilai Rp23,3 triliun berupa perpanjangan dan perluasan insentif tenaga kesehatan, percepatan proses pengadaan alkes, hingga pengadaan vaksin Covid-19. Kedua, usulan pemanfaatan Program Perlindungan Sosial. Angka Rp18,7 triliun dianggarkan untuk program bagi kelompok pendapatan menengah, perpanjangan dan penambahan diskon tarif listrik, hingga bantuan beras dan bantuan tunai.

Ketiga, usulan pemanfaatan Program Sektoral K/L dan Pemda senilai Rp81,1 triliun. Diusulkan untuk pemberian bantuan produktif bagi Usaha Kecil, bantuan untuk tenaga kerja terdampak, hingga program yang mendukung ketahanan pangan dan investasi.

Keempat, usulan pemanfaatan Program Insentif Usaha. Disiapkan sebesar Rp3,1 triliun untuk pembebasan penerapan ketentuan rekening minimum bagi pelanggan dengan pemakaian energi listrik di bawah rekening minimum, hingga pembebasan biaya beban atau abonemen pelanggan sosial, bisnis, dan industri.

Rendahnya Realisasi Menjadi Sorotan

Progam PEN yang sejatinya disiapkan untuk menstimulus konsumsi, mendorong investasi, hingga mendukung ekspor-impor terlihat belum optimal dari sisi penyerapan. Presentase realisasi 21,8% di sisa 5 bulan tahun anggaran belumlah cukup menggembirakan bagi perekonomian. Diperlukan strategi percepatan demi mengakselerasi realisasi anggaran.

Birokrasi program yang kurang efisien perlu terus disimplfikasi agar percepatan dapat terjadi. Didukung redesign program untuk menjadikannya lebih efektif. Di sisi lain, program usulan baru yang eksekusinya membutuhkan regulasi baru dapat dialihkan pada penguatan program existing yang implementatif.

Adapun pada klaster insentif usaha atau insentif perpajakan, meskipun sifatnya non-cash transfer, tetap diperlukan langkah-langkah dan upaya yang dapat mendorong percepatan sekaligus perluasan penerima manfaat.

Mulai dari sosialisasi masif yang melibatkan seluruh stakeholder, perpanjangan masa berlaku insentif, hingga peningkatan dan perluasan insentif. Beruntung, PMK No.86/PMK.03/2020 telah mengakomodir perpanjangan masa berlaku lima insentif pajak hingga Desember 2020, disusul sekaligus direvisi oleh PMK No.110/PMK. 03/2020 yang mengatur peningkatan potongan angsuran PPh 25 dari sebelumnya 30% menjadi 50%.

Meski demikian, penyederhanaan prosedur pemanfaatan insentif pajak tetap menjadi salah satu kunci efektifnya pemberlakuan kebijakan. Sehingga seiring terjadinya pemulihan ekonomi dari perbaikan profitabilitas dunia usaha, maka pemanfaatan stimulus akan meningkat secara linear.

Sebagaimana diungkapkan Menteri Keuangan, Kuartal III menjadi kunci agar ekonomi terhindar dari resesi. Akselerasi eksekusi program PEN menjadi hal yang mutlak dilakukan, disusul penguatan konsumsi pemerintah, hingga pada akhirnya bisa memperkuat konsumsi masyarakat secara agregat.

Sumber Data: Kemenkeu RI, Media Briefing Update Perkembangan Realisasi PEN

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja