Pajak dalam Balutan Cita-Cita Negara

Oleh: Nela Gustina Muliawati, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pajak merupakan salah satu aspek yang diatur langsung dalam UUD 1945 tepatnya pada Pasal 23A yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Diaturnya pajak dalam UUD 1945 menunjukan bahwa pajak merupakan salah satu amanat para pendiri bangsa untuk menjamin terpenuhinya keperluan negara demi mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea II, yakni menjadi negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Yang pertama, menjadi Indonesia yang merdeka. Merdeka dapat diartikan sebagai kondisi yang tidak bergantung, tidak terpengaruh, dan tidak dikendalikan oleh pihak lain. Kaitannya dengan pajak ialah pajak merupakan salah satu wujud kemerdekaan keuangan negara. Pajak adalah uang rakyat dan akan dikelola untuk kepentingan rakyat. Pajak itu uang kita, uang bangsa Indonesia. Oleh karena itu, bangsa Indonesia, melalui pemerintah, dapat secara leluasa mengelola uang pajak untuk kepentingan negara dengan tidak bergantung, tidak terpengaruh, dan tidak dikendalikan oleh pihak asing.
Apa yang akan terjadi apabila rakyat lalai tidak membayar pajak? Tentunya pemerintah akan kekurangan dana untuk menjalankan pemerintahan mengingat pajak masih menjadi kontributor terbesar penerimaan negara. Lalu, bagaimana pemerintah dapat mewujudkan Indonesia yang makmur tanpa dana yang cukup? Apakah pemerintah cukup hanya mengelola dana yang ada? Apakah dengan dana seadanya akan mampu mewujudkan Indonesia yang makmur mengingat semakin pesatnya perkembangan zaman dan semakin berkembangnya tuntutan kebutuhan rakyat? Dengan berbagai pertimbangan, pemerintah tentu akan mencari sumber dana lain demi menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, seperti yang telah dilaksanakan selama ini melalui kebijakan fiskal ekspansif.
Sumber dana lain yang dimaksud, tidak lain dan tidak bukan, ialah utang negara. Walaupun merupakan bagian dari skema kebijakan fiskal ekspansif dan dikelola dengan sangat hati-hati, keberadaan utang negara mencerminkan kebergantungan pada pihak lain yang menunjukan bahwa keuangan negara tidak sepenuhnya merdeka.
Memang betul bahwa Indonesia bukan satu-satunya negara yang melakukan utang. Negara lain juga melakukannya bahkan negara maju sekalipun. Walaupun demikian, beberapa negara maju tidak hanya berutang melainkan juga mampu memberikan utang kepada negara lain. Hal ini menunjukan bagaimana negara maju menjalankan politik ekonomi sekaligus menunjukan stabilitas dan kekuatan keuangan negaranya.
Selain itu, beberapa negara maju memiliki utang dengan komposisi yang bisa dikatakan aman, yakni sebagian besar utangnya berasal dari rakyatnya sendiri, seperti halnya utang negara Jepang. Dari skema utang Jepang, terlihat bagaimana pentingnya kemandirian keuangan negara, baik berasal dari pajak ataupun utang kepada rakyatnya sendiri, yang mencerminkan kepedulian rakyat terhadap kondisi keuangan negara.
Baik pajak maupun utang kepada rakyat, keduanya memang merupakan uang rakyat. Namun, pajak dan utang rakyat memiliki karakteristik yang berbeda. Pajak tidak akan membebani keuangan negara di masa depan sedangkan utang membebani keuangan negara atas pelunasan pokok beserta bunganya. Oleh karena itu, bagi negara, kontribusi uang rakyat dalam wujud pajak jauh lebih baik dibandingkan dalam wujud utang.
Dengan demikian, maka tidaklah berlebihan apabila pajak dinobatkan sebagai simbol kemerdekaan keuangan negara.
Yang kedua, menjadi Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Indonesia yang bersatu dapat diartikan sebagai Indonesia yang berjiwa besar, cukup besar untuk menerima perbedaan dan cukup besar pula untuk mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Sementara itu, Indonesia yang berdaulat artinya Indonesia yang berkuasa atas dirinya sendiri, yakni atas rakyat dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya, Indonesia yang adil, yakni Indonesia yang mampu menjamin keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam semua aspek kehidupan. Yang terakhir ialah Indonesia yang makmur, yakni Indonesia yang berkecukupan, artinya, hilangnya kemiskinan di seluruh penjuru tanah air Indonesia.
Kesatuan, kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran negara tidak muncul begitu saja. Harus ada upaya untuk mewujudkannya. Upaya inilah yang dilakukan pemerintah melalui berbagai program yang dirumuskan oleh kementerian/lembaga terkait. Seluruh program yang telah dirumuskan tersebut membutuhkan dana agar dapat terlaksana dengan baik, mulai dari dana untuk menggaji pegawai sampai dengan dana untuk pengadaan barang. Tanpa adanya dana yang cukup maka program pemerintah akan sulit terlaksana. Oleh karena itu, keuangan negara yang kuat telah menjadi sebuah keharusan demi terwujudnya cita-cita negara.
Di sisi lain, keuangan negara sendiri masih didominasi dari penerimaan pajak. Dominasi pajak dalam penerimaan negara menunjukan besarnya peran pajak dalam mewujudkan cita-cita negara. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Selain itu, sikap kooperatif masyarakat untuk patuh membayar pajak juga tak kalah penting. Dengan kata lain, perlu adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat demi terwujudnya pajak yang kuat.
Menjaga Cita-Cita Negara
Cita-cita negara bukanlah sebuah tujuan melainkan sebuah perjalanan. Artinya, cita-cita tersebut merupakan kondisi yang dicitakan mengiringi perjalanan bangsa Indonesia. Kondisi yang dicita-citakan ini bukan sesuatu yang abadi tetapi sesuatu yang rentan hancur. Oleh karena itu, cita-cita ini perlu dipelihara agar dapat terus dirasakan dari generasi ke generasi.
Di sisi lain, pajak sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan dan memelihara cita-cita negara memiliki peran yang cukup penting. Pajak tidak hanya berperan sebagai sumber pendanaan negara (fungsi anggaran) tetapi juga berperan untuk mengurangi kesenjangan sosial ekonomi masyarakat (fungsi distribusi pendapatan) sekaligus untuk menjaga stabilitas perekonomian negara (fungsi stabilisasi).
Pajak sebagai sumber pendanaan terbesar negara sudah selayaknya dijaga bersama baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Apabila penggunaan uang pajak dirasa kurang tepat sasaran atau bahkan terjadi penyalahgunaan uang pajak maka perbaikilah penggunaan uang pajak tersebut melalui pelaporan pada pihak yang berwenang, pemberian kritik dan saran yang membangun, atau dengan cara lainnya yang sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku, bukan malah bersikap enggan membayar pajak. Dengan enggan membayar pajak maka tidak akan ada bedanya dengan para oknum yang menyalahgunakan uang pajak, keduanya sama-sama merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, tetaplah patuh membayar pajak dengan senantiasa mengawasi dan mengawal penggunaan uang pajak agar tepat sasaran. Begitulah cara kita menjaga pajak demi terwujudnya cita-cita negara.
Selanjutnya, pajak juga berperan dalam menurunkan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat melalui ketentuan perpajakan itu sendiri, salah satunya ketentuan terkait PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak). Dengan adanya PTKP maka hanya masyarakat dengan penghasilan di atas PTKP yang diwajibkan membayar pajak sedangkan masyarakat dengan penghasilan di bawah PTKP tidak diwajibkan membayar pajak. Melalui PTKP ini, jarak atau kesenjangan penghasilan antara individu satu dengan individu yang lain dapat semakin mengecil.
Selain itu, pajak berperan pula dalam menjaga stabilitas perekonomian negara melalui perubahan ketentuan perpajakan yang disesuaikan dengan kondisi ekonomi negara. Misalnya saja pada saat ekonomi lesu akibat pandemi Covid-19, pajak memberikan banyak insentif untuk sektor tertentu yang terdampak Covid-19. Pemberian insentif pajak sendiri bertujuan untuk memulihkan dunia usaha sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi nasional. Lain halnya ketika ekonomi sedang overheating dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi, maka pemerintah akan menaikan tarif pajak untuk menurunkan daya beli masyarakat dengan tujuan mengurangi tingginya permintaan agregat nasional sehingga dapat menekan laju inflasi yang tinggi. Melalui penyesuaian peraturan perpajakan inilah pajak bekerja menjaga stabilitas perekonomian negara.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 395 views