Oleh: Josua Tommy Parningotan Manurung, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Masih banyak wajib pajak yang tidak mengetahui kewajiban dan hak setelah memiliki nomor pokok wajib pajak atau NPWP. Salah satu kewajiban tersebut ialah pembaruan data. Pembaruan data ini sangat berguna bagi Direktorat Jenderal Pajak maupun wajib pajak sendiri. Guna bagi Direktorat Jenderal Pajak ialah ketika data wajib pajak adalah data terbaru, DJP mampu melakukan penyuluhan dan konsultasi dengan wajib pajak secara efektif. Bagi wajib pajak ketika dia melakukan pembaruan data, wajib pajak dapat menyelesaikan proses administrasi dengan baik, baik dalam proses pembayaran dan pelaporan pajak.

Hal ini antara lain sebagaimana dialami oleh Pak Bim yang pada suatu pagi yang cerah mendatangi tempat pelayanan terpadu kantor pelayanan pajak dengan niat untuk melaporkan SPT Tahunannya. Malam sebelumnya, Pak Bim terkejut saat menerima sebuah surat yang berisi Surat Tagihan Pajak PPh yang dibuat oleh kantor pajak tempat ia terdaftar. Setelah beberapa saat membaca isi surat tersebut, ia mulai sadar bahwa dia belum melaporkan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2016. Saat sedang melakukan konsultasi dengan petugas TPT, ternyata diketahui bahwa wajib pajak itu sudah mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di KPP  terdaftar sejak 2014 dan pensiun sejak 2016.

Pak Bim pada tahun 2014 aktif bekerja sebagai pegawai swasta di PT. A dan memiliki penghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dalam setahun. Ketika Pak Bim memasuki masa pensiun di tahun 2016 dan penghasilannya setahun dari pensiunan sudah di bawah PTKP, ia seharusnya melakukan pembaruan data untuk mengubah jenis penghasilan.

Pembaruan data dilakukan dengan mengisi formulir perubahan data wajib pajak dengan melampirkan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP). Setelah melakukan pembaruan data, wajib pajak dapat menonaktifakan NPWP-nya dengan cara mengisi Formulir Permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif dengan melampirkan fotokopi KTP, NPWP dan  Surat Keterangan Pensiun. Penetapan Wajib Pajak Non Efektif ini berguna agar wajib pajak tidak wajib melaporkan SPT Tahunannya.

Bila dulu ketika tahun 2016, Pak Bim segera melakukan pembaruan data, dengan demikian ia tidak akan mendapat Surat Tagihan Pajak atas keterlambatan melaporkan SPT Tahunan.

Ilustrasi di atas membuat kita sebagai wajib pajak harus lebih peduli saat kita sudah memiliki NPWP. Perlu diingat juga, meskipun permohonan Penetapan Wajib Pajak Non Efektif dapat dilakukan, wajib pajak tetap harus memenuhi kriteria, beberapa contohnya adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang secara nyata tidak lagi melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah PTKP.

Selain memenuhi kriteria, wajib pajak juga harus melengkapi syarat kelengkapan berkas sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020. Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif diajukan secara tertulis, serta melampirkan Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif dan dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak memenuhi kriteria. Dokumen pendukung adalah dokumen yang menguatkan alasan wajib pajak seperti fotokopi KTP, NPWP dan Surat Keterangan Pensiun pada ilustrasi Pak Bim di atas.

Perlu diperhatikan juga, jika wajib pajak sudah mengajukan permohonan, maka permohonan wajib pajak tersebut tidak otomatis dikabulkan. KPP perlu melakukan penelitian baik penelitian kantor dan/atau lapangan terhadap wajib pajak yang melakukan permohonan. Wajib pajak dapat menunggu penerbitan keputusan hasil penelitian dari kantor pajak berupa menerima atau menolak permohonan paling lama lima hari kerja setelah wajib pajak menerima Bukti Penerimaan Surat.

Selain Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif, wajib pajak juga diimbau untuk melakukan pembaruan data dengan mengisi Formulir Perubahan Data. Pembaruan data sangat penting bagi wajib pajak orang pribadi apabila terjadi perubahan nama, alamat, nomor hp, email, dll.

Begitu pula bagi wajib pajak badan dan instansi pemerintah. Ketika data pengurus badan maupun instansi pemerintah yang ada di DJP tidak sesuai dengan akta pendirian atau perubahan (badan) ataupun SK Penunjukan (Instansi Pemerintah), maka proses administrasi pajak yang lain akan terhambat.

Misalkan pada proses aktivasi Electronic Filing Identification Number (EFIN), pengurus yang tidak ada dalam data DJP tidak dapat melakukan permohonan aktivasi EFIN. Salah satu pengurus yang ada di akta pendirian atau perubahan (badan) ataupun SK Penunjukan (Instansi Pemerintah) harus melakukan perubahan data terlebih dahulu dan mengisi formulir perubahan data wajib pajak badan ataupun instansi pemerintah secara lengkap dan sudah ditandangai dan dicap beserta dokumen pendukung. Dokumen pendukung bagi wajib pajak badan adalah fotokopi akta pendirian dan/atau perubahan terakhir, sedangkan untuk wajib pajak instansi pemerintah ialah fotokopi masing-masing SK Penunjukan KPA dan Bendahara.

Perlu dipahami sekali lagi bahwa pembaruan data  perlu ditetapkan untuk memberi kepastian produk hukum pajak. Bila wajib pajak masih belum memahami cara melakukan proses pembaruan data. Silakan hubungi Account Representative di KPP terdaftar maupun petugas loket TPT.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja