Geliat UMKM di Kala Pandemi
Oleh: Devitasari Ratna Septi Aningtiyas, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Memasuki kuartal pertama tahun 2020, Indonesia diterpa oleh wabah Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19. Hingga hari Sabtu tanggal 9 Mei 2020, sebanyak 13.645 kasus telah dikonfirmasi oleh pemerintah. Melihat pandemi ini, tentu saja pemerintah pusat maupun daerah tidak tinggal diam. Yakni dengan mengeluarkan kebijakan seperti pemberlakuan PSBB yang diterapkan di sejumlah wilayah, kebijakan terkait krisis ekonomi, dan peningkatan pelayanan kesehatan maupun hal pendukung lainnya.
Banyak juga perusahaan yang terpaksa gulung tikar di tengah pandemi ini karena kesusahan produksi, tidak stabilnya arus kas atau penurunan pada kinerja bisnis lainnya sehingga membuat karyawan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga ancaman kebangkrutan. Sedangkan bagi masyarakat yang pekerjaannya tidak dapat dilaksanakan dari rumah, diwajibkan untuk menerapkan protokol pencegahan Covid-19 dalam melakukan aktivitas seperti para pekerja transportasi daring, karyawan toko, penjual di pasar, karyawan bank, dan lain-lain.
Kehidupan manusia layaknya roda yang berputar. Kadang berada di puncak kesuksesan dan ada kalanya berada di titik terendah pencapaian. Dunia UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) turut bergejolak di tengah pandemi ini. Yang untung menjadi mujur, yang rugi menjadi buntung. Bagaimana maksudnya?
Sektor usaha dan kemampuan adaptasi menjadi penentu untung rugi di kala pandemi ini. Mereka yang bergerak pada sektor industri jamu, alat kesehatan, maupun farmasi lainnya menjadi Top Most Wanted oleh pelanggan. Tak kalah, sektor jasa logistik, makanan, dan minuman menuai untung dalam pandemi ini. Serta, mereka yang telah terbiasa melakukan transaksi secara daring baik melalui situs pribadi, situs marketplace, media sosial, maupun lewat aplikasi pesan antar lainnya mendapatkan berkah yang melimpah dikarenakan pelanggan mengurangi aktivitas untuk mendatangi lokasi toko/usaha.
Sedangkan yang mengalami kerugian seperti masyarakat yang melakukan usaha pada sektor jasa agensi travel, toko kelontong rumahan, bengkel kendaraan, manufaktur, perdagangan yang tidak dilakukan secara daring, trasnportasi baik sewa kendaraan, transportasi umum, maupun jual beli kendaraan, restoran yang bersifat hanya untuk makan di tempat, hinga penginapan/perhotelan.
Pembatasan pergerakan ekonomi dan sosial pada masyarakat ini benar-benar memukul pelaku UMKM di Indonesia. Daya beli sektor rumah tangga menurun dikarenakan pendapatan masyarakat menurun seiring dengan kerja dari rumah hingga PHK. Dilansir dari Tempo (1/4/2020), Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa sektor rumah tangga akan mengalami tekanan dari sisi konsumsi karena masyarakat sudah tidak beraktivitas di luar rumah sehingga daya beli pun menurun. "Tak hanya itu, sektor rumah tangga terancam kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terutama bagi keluarga miskin dan rentan di sektor informal," tambahnya dalam keterangan kepada media.
Lantas, apa solusi dari pemerintah?
Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menghitung kebutuhan modal kerja darurat yang akan diberikan kepada para pelaku UMKM. Identifikasi akan dilakukan berdasarkan besaran kredit UMKM yang akan mendapatkan restrukturisasi dalam waktu dekat. Juga, pemerintah memberikan pembebasan pajak kepada para pelaku UMKM selama enam bulan.
Pembebasan pajak tersebut merupakan hasil dari Peraturan Menteri Keuangan nomor PMK-44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19. Insentif ini diberikan untuk menyelamatkan sektor-sektor riil agar mampu bertahan di kala pandemi ini. Adapun bentuk insentif pajak untuk pelaku UMKM adalah PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto kurang dari 4,8 miliar dalam setahun yang sebelumnya telah menggunakan tarif pajak sebesar 0,5% berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2018.
Syaratnya apa saja? Wajib pajak yang telah memenuhi syarat utama di atas, harus memiliki Surat Keterangan berdasarkan PMK-44/PMK.03/2020 yang dapat diajukan permohonannya kepada Direktur Jenderal Pajak melalui situs DJP Online di www.pajak.go.id. PPh Final UMKM yang Ditanggung Pemerintah ini diberikan sejak Masa Pajak April tahun 2020 sampai dengan Masa Pajak September tahun 2020.
Bagi wajib pajak yang telah mendapatkan Surat Keterangan dan mendapatkan pembebasan PPh Final, harus menyampaikan Laporan Realisasi PPh Final Ditanggung Pemerintah paling lambat tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak di situs DJP Online juga.
Adapun permohonan yang melalui situs DJP Online, menu permohonan terdapat pada tab Layanan, lalu pilih icon KSWP (Konfirmasi Status Wajib Pajak), kemudian gulirkan kursor ke bawah dan pada bagian Profil Pemenuhan Kewajiban Saya, pilih jenis insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah.
Mengingat penerbitan kebijakan ini mendekati berakhirnya batas akhir pembayaran PPh Final untuk Masa Pajak April 2020 dan insentif ini diberikan mulai untuk Masa Pajak April tahun 2020, Direktorat Jenderal Pajak memberikan kelonggaran bagi wajib pajak untuk dapat mengajukan permohonan Surat Keterangan pemanfaatan insentif ini sebelum batas waktu penyampaian Laporan Realisasi PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah yakni pada 20 Mei 2020.
Para pelaku UMKM dapat memanfaatkan insentif pajak tersebut untuk mengurangi beban yang ditanggung selama pandemi ini. Selain itu, tetap melakukan inovasi dalam mengembangkan produk maupun layanan kepada pelanggan sesuai dengan keadaan pandemi ini harus dilakukan. Informasi tentang insentif pajak ini dapat dilihat di akun media sosial @DitjenPajakRI maupun Kantor Pelayanan Pajak terdaftar.
Semoga pandemi ini segera berakhir dan kehidupan normal dapat dilakukan lagi.
*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja
- 1541 views