Oleh: Rendy Brayen Latuputty, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Di tengah pandemi yang sedang melanda, para pelaku UMKM dapat sedikit bernapas lebih lega. Pasalnya, pada 27 April 2020 sebuah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbit. PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 baru saja diundangkan menggantikan PMK Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Lantas, apa hubungannya dengan UMKM?

Selain memperluas cakupan wajib pajak yang dapat memanfaatkan insentif, PMK Nomor 44/PMK.03/2020 juga memunculkan satu jenis insentif pajak baru yang sebelumnya tidak ada di PMK Nomor 23/PMK.03/2020. Insentif pajak baru yang dimaksud adalah PPh Final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 ditanggung pemerintah (Insentif PPh Final UMKM DTP). Dengan adanya insentif pajak ini, UMKM bisa ‘prei’ bayar PPh Final selama April s.d. September 2020 karena selama periode tersebut PPh Final mereka ‘dibayari’ oleh pemerintah. Lalu, apa yang harus dilakukan UMKM untuk dapat memanfaatkan insentif ini?

Ajukan SUKET PP 23

Langkah pertama yang harus dilakukan UMKM agar bisa memanfaatkan insentif PPh Final UMKM DTP adalah mengajukan permohonan Surat Keterangan Memenuhi Kriteria sebagai Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (SUKET PP 23). Pengajuan permohonannya dilakukan secara daring melalui laman pajak.go.id. Apabila wajib pajak memenuhi kriteria, SUKET PP 23 akan terbit segera setelah permohonan disampaikan. Kemudian, untuk dapat memanfaatkan insentif mulai masa pajak April 2020, wajib pajak harus mengajukan permohonan SUKET PP 23 paling lambat 20 Mei 2020.

Bagi wajib pajak yang telah memiliki SUKET PP 23―baik yang diterbitkan secara daring maupun manual―sebelum PMK Nomor 44/PMK.03/2020 berlaku, harus mengajukan ulang permohonan SUKET PP 23 agar bisa memanfaatkan Insentif PPh Final UMKM DTP. Sebab, dalam SUKET PP 23 yang baru (setelah PMK Nomor 44/PMK.03/2020 berlaku) terdapat tambahan klausul yang menyatakan bahwa SUKET PP 23 tersebut juga dapat digunakan untuk memanfaatkan insentif PPh Final UMKM DTP.

Sampaikan Laporan Realisasi

Setelah punya SUKET PP 23 dan memanfaatkan Insentif PPh Final UMKM DTP, wajib pajak perlu menyampaikan laporan realiasi pemanfaatan insentif tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban. Peyampaian laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh final UMKM DTP wajib dilakukan setiap bulan, paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Sama seperti pengajuan permohonan SUKET PP 23, penyampaian laporan realisasi ini juga dilakukan melalui laman pajak.go.id.

Selain mengunggah dokumen laporan, wajib pajak juga harus melampiri laporan realisasi pemanfaatan Insentif PPh Final UMKM DTP dengan cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan “PPh FINAL DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020” dari pemotong atau pemungut. Jadi ketika bertransaksi dengan pemotong atau pemungut, wajib pajak mesti meminta kode billing dengan ketentuan di atas sebagai pengganti bukti pemotongan atau pemungutan karena dalam hal ini tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh Final UMKM.

Konsekuensi Jika Tidak Menyampaikan Laporan Realisasi

Bagi wajib pajak yang telah memanfaatkan Insentif PPh Final UMKM DTP tetapi tidak menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif tersebut, ada konsekuensi yang mesti dihadapi. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 memberikan pedoman mengenai hal ini. Beleid tersebut menyebutkan bahwa jika tidak menyampaikan laporan realisasi, wajib pajak tidak dapat memanfaatkan insentif PPh final UMKM DTP. Artinya, wajib pajak tetap wajib menyetor PPh final UMKM sebesar 0,5% seperti biasa.

Lebih daripada itu, ada sanksi administrasi yang akan dikenai kepada wajib pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi. Seperti kita ketahui, dalam PPh Final UMKM, tanggal pembayaran dianggap juga sebagai tanggal pelaporan SPT Masa PPh Final. Jadi, ketika wajib pajak terlanjur memanfaatkan Insentif PPh Final UMKM DTP, namun belakangan ternyata tidak berhak memanfaatkan insentif tersebut karena tidak menyampaikan laporan realisasi, terjadi keterlambatan penyetoran PPh Final UMKM sekaligus pelaporan SPT Masa PPh Final. Di sinilah letak permasalahnnya. Wajib pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan (maksimal 24 bulan) dari nilai yang terlambat dibayar atas keterlambatan pembayaran PPh Final UMKM. Di samping itu, wajib pajak juga akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp100.000 atas keterlambatan pelaporan SPT Masa PPh Final.

Agar lebih mudah dipahami, berikut ini contoh kasusnya:

Selama masa pajak April 2020, CV UMKM Tangguh mempunyai kewajiban PPh Final UMKM sebesar Rp1 juta (seluruhnya wajib disetor sendiri). Kemudian, CV UMKM Tangguh mengajukan permohonan dan memperoleh SUKET PP 23 pada tanggal 15 Mei 2020. CV UMKM Tangguh pun memanfaatkan Insentif PPh Final UMKM DTP mulai masa pajak April 2020. Namun, CV UMKM Tangguh tidak kunjung menyampaikan laporan realisasi pemanfaatan insentif PPh final UMKM DTP untuk masa April 2020 sampai dengan 20 Mei 2020 terlewati. Pada tanggal 16 Juli 2020, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mendapatkan informasi tersebut dan langsung menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Final masa pajak April 2020 pada tanggal yang sama, dengan perincian sebagai berikut:

Pokok pajak                                  : 0,5% x Rp200.000.000,00          = Rp1.000.000,00

Sanksi administrasi berupa bunga: 2% x 3 bulan x Rp1.000.000,00 = Rp60.000,00

Sanksi administrasi berupa denda:                                                        Rp100.000,00

Jumlah yang ditagihkan dalam STP                                                      Rp1.160.000,00

STP tersebut harus dilunasi wajib pajak paling lambat tanggal 15 Juli 2020. Sebab jika tidak, DJP akan melakukan upaya penagihan pajak secara aktif kepada wajib pajak.

Pandemi memang belum berhenti. Akan tetapi, kita tidak boleh berpasrah diri. Akan selalu ada ruang untuk berinovasi di tengah situasi yang kian tak pasti. UMKM negeri ini dari dulu dikenal tangguh mempertahankan diri dan mereka harus membuktikannya di era normal baru kini. Apalagi, insentif pajak telah diberi. Pasti jadi tambahan modal mempertahahankan eksistensi. Namun, UMKM tak boleh lupa laporan realisasi. Agar tak kena sanksi di kemudian hari.

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja